HyungWonho Part 2

1.7K 197 14
                                    

10 tahun kemudian

Bulan purnama menerangi kastil temaram, Changkyun terlempar jauh setinggi 10 meter sebelum akhirnya jatuh membentur tanah.

"ARRRGHHHH!" Teriakan terdengar lagi, kali ini lebih menyakitkan dari sebelumnya.

"BUNUH AKU LEE MINHYUK!!" Erang Hyungwon putus asa, Kihyun masih berusaha menahan Hyungwon yang dengan terpaksa mereka ikat menggunakan rantai besi.

"Bertahanlah.. sebentar lagi... kumohon, hingga tanda itu jelas, kau bisa menjadikannya inangmu"

"Minhyuk ah, bantu aku.," Kihyun menahan dada Hyungwon yang makin meronta kesakitan, sementara Changkyun membawakan cairan Delphinium yang sepertinya sudah tidak berpengaruh lagi pada Hyungwon.

"Hyung, bagaimana ini?" Changkyun putus asa, karena cairan yang mereka miliki sudah habis.

"Bawakan beberapa rusa, biarkan dia makan" perintah Kihyun, segera setelah itu Changkyun hilang dari pandangan.

Berontakan Hyungwon mulai melemah, tapi ini hanya untuk mencegahnya membunuh diri sendiri, usia nya hampir 100 tahun dan dia belum mendapatkan inangnya.

"Bagaimana ini? Haruskah kita menculiknya?" Tanya Kihyun.

"Kau tau, sepertinya Hyungwon tidak ingin menggunakan cara kasar" Minhyuk menatap tidak tega Hyungwon yang hanya terduduk lemas dilantai.

"Lalu, bagaimana caranya, sedangkan mengenalnya pun tidak, aku pernah mengikutinya dan kau tau semalaman dia hanya melihat bocah itu sambil tersenyum" jelas Kihyun.

"Ya begitulah, sejak 10 tahun yang lalu saat dia melihat tanda Delphinium abadi di leher Hoseok, dia menjadi protektif dengannya"

"Tapi ini sudah 10 tahun Minhyuk ah, usianya hampir 100 tahun, aku tidak mau kalau... kalau "

"Sst... tidak akan terjadi apa-apa, percayalah" tenang Minhyuk.

"Hyung aku mendapatkan rusanya! Minumlah" Dari kegelapan Changkyun muncul dan membawa rusa buruannya mendekat, Hyungwon perlahan mendekatkan mulutnya ke leher rusa tersebut, setelahnya hanya terdengar lenguhan rusa yang perlahan menghilang di telan gelapnya malam.
.
.
.

"auch!" Hoseok memegangi lehernya, sesuatu yang panas sekilas membakar kulitnya.

"Ada apa?" Jooheon yang terkejut mendengar Hoseok kesakitan.

"Tidak apa-apa, hanya sedikit sakit dileherku, sudah biasa" Hoseok mengelus-elus lehernya.

"Coba kulihat" Jooheon menyingkirkan tangan Hoseok.

"Ini apa?" Tanyanya ketika melihat sebuah goresan-goresan aneh di leher Hoseok.

"Kata eommaku, ini tanda lahirku" jelasnya

"Aku mengenalmu dari kecil, aku tidak pernah tahu ada tanda lahir berwarna biru kehitaman seperti ini dilehermu" Jooheon menatapnya khawatir

"Bagaimana kalau kita kedokter?" Usul Jooheon

"Tidak tidak... tidak perlu Jooheonie, tanda ini tidak akan berwarna sehitam ini biasanya. Hanya sebulan sekali, dua bulan.. emm pokoknya tidak setiap waktu. Aku yakin aku baik-baik saja, percayalah"

"Tapi aku takut jika ini adalah sesuatu Hoseok ah" Jooheon tetap bersikeras.

"Tidak apa-apa, aku yakin"

"Dasar keras kepala" Jooheon menggerutu, Hoseok hanya tersenyum.

. . .

Seperti malam-malam sebelumnya, Hyungwon memandangi inangnya yang tidur dalam damai.

Pandangannya teralihkan ke tanda lahir di leher Hoseok.
'Tinggal 2 purnama lagi' batinnya.

Hyungwon membelai lembut tanda Delphinium abadi di leher Hoseok, lembut, berusaha tidak membangunkannya.

Sejak tahu Hoseok adalah inangnya dia mulai memperhatikannya dari jauh. Hoseok berbanding terbalik dengannya. Bahkan saat dia masih menjadi manusia.

Hoseok ceria, mudah bergaul, dan sedikit cengeng. Berbeda dengannya yang saat itu dibesarkan dilingkungan yang ketat dijamannya.
Hyungwon melamun terlalu lama, hingga dia tidak sadar Hoseok terbangun dan melihat wajahnya sekilas.

"Umm.. " dia mengeliat dan menggosok-gosokkan matanya. Hyungwon terlihat samar, sedetik kemudian, saat Hoseok jelas melihat seisi kamarnya Hyungwon sudah menghilang.

.
.
.

Pagi hari

"Hei, kenapa melamun? Ada masalah? Atau yang dilehermu itu sakit lagi?" Tanya Jooheon cemas

"Tidak, hanya saja aku mimpi aneh semalam"

"Apa?"

"Aku memimpikannya lagi, seseorang. Aku tidak mengenalnya Jooheonie, hanya saja dia seperti tidak asing, dan sepertinya kami sangat dekat"

"Mana ada kau tidak mengenalnya tapi merasa kenal?" Jooheon tertawa.

"Serius"

"Mungkin karena kau terlalu sibuk akhir-akhir ini. Kurasa kau butuh sedikit penyegaran"

"Mungkin saja" Hoseok melihat jam tangannya sekilas. Wah! Gawat ayo kita segera kerja" Hoseok dan Jooheon segera ke meja kerjanya masing-masing.

. . .

Hoseok masuk ke kamarnya, badannya terlalu letih untuk sekedar makan malam, yang dia butuhkan hanya tidur. Dia mencopot dasinya dan melemparnya asal, merebahkan tubuh letihnya, dan memejamkan matanya.

Terlalu dini untuknya tertidur, pikirannya menerawang wajah yang sudah berkali-kali dia impikan. Wajah dingin seorang pria yang bahkan dia yakin dia tidak pernah melihatnya. Dia pernah memimpikannya saat dia masih kecil dulu, lalu saat dia sekolah menengah, bahkan saat dia menempuh pendidikan kuliahnya di Seoul pun dia pernah memimpikannya. Anehnya, sosok itu tidak pernah menua, bahkan terlihat indah.

Bunyi gemerisik mengusik pikirannya. Hoseok merasakan ada seseorang yang membuka jendelanya. Tapi dia enggan membuka matanya, dia rasakan sesuatu itu mendekat lembut seperti angin berdesir pelan.

Sedetik setelahnya dia memberanikan diri membuka matanya, dua pasang mata itu sama-sama terkejut.

"Kau..." Hoseok menatap tak percaya orang itu. Wajah yang baru beberapa detik lalu dia coba ingat-ingat kini ada dihadapannya.

Sementara Hyungwon hanya terdiam, melihat Hoseok tajam, Hoseok tidak takut tentu saja tidak, mau bagaimanapun penyusup ini tidak lebih besar darinya. Penyusup ini tinggi, tapi tubuhnya tidak sekuat Hoseok, begitu pikirnya.

"Siapa kau?" Hyungwon hanya terdiam

"Mau apa kau dikamarku? Lalu... bagaimana... kau masuk? Ini lantai 2" Hoseok mengambil asal barang dimejanya, dia menemukan tongkat baseball memegangnya kuat bersiap memukul. Hyungwon melihat Hoseok santai, dia berjalan sesekali melihat kamar Hoseok.

"Kamarmu lumayan" Hyungwon kini duduk diatas ranjang Hoseok.

"Apa maumu?" Tangannya meremas tongkatnya kuat.

"Letakkan saja.. percuma kau memukulku" jawab Hyungwon santai

"Kau tau, aku tidak pernah meleset dalam memukul bola" Hyungwon mengacuhkannya. Dia menyalakan dan mematikan lampu tidur Hoseok berulang kali.

Kesabaran Hoseok sudah diambang batasnya, tangannya mengayunkan tongkatnya keras berharap mengenai wajah Hyungwon. Sebelum sedetiknya sebuah cahaya putih menyilaukan matanya, dia merasakan tubuhnya dibawa terbang entah kemana.

.
.
.

Tbc

Unmei No Akai Ito (Benang Merah Takdir)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang