"Hahhhh"
Tampak seorang remaja perempuan sedang berada di depan mini market sambil menyeruput coklat panasnya.
Ia membuang nafasnya.
Cuaca sangat dingin, kepulan asap kecil keluar dari bibir remaja itu.Jennie. Begitulah namanya, remaja yang sekarang berada di tingkat akhir sekolah menengah atas.
Ia tertunduk diam. Banyak yang ia pikirkan sekarang. Mulai dari ujian, persiapan masuk universitas negeri, dan Juna.
Juna, laki-laki yang 3 tahun belakangan ini selalu ada dalam pikirannya.
Seharusnya tidak ada perasaan itu, tidak sepantasnya perasaan itu hadir dalam persahabatan mereka, namun hatinya, tidak bisa dipaksakan.
Jennie terlihat tersenyum miris.
'Apakah aku ada dalam langkah yang salah?' Pikirnya.Ia bangkit dari duduknya, mengeratkan ikatan Coat warna navy-nya dan beranjak pulang ke rumahnya.
Jennie Walter Hazlewood, ia tinggal sendiri karena kedua orang tua serta kakak laki-lakinya bekerja dan bersekolah di luar negeri.
Hari beranjak malam, sesudah makan malam ia memutuskan untuk belajar, mengingat beberapa bulan kedepan ia akan mengahadapi penentuan masa depannya.
"TOK! TOK! TOK!"
Suara ketukan pintu membuyarkan pikirannya dari angka-angka di buku.Ia berdecak kesal. Baru 2 jam belajar dan malam-malam begini ada yang mengganggunya?
Baru saja hendak bangkit ia dikejutkan seseorang yang membuka pintu kamarnya secara tiba-tiba.
"Juna?"
Laki-laki yang bernama Juna itu tersenyum tipis.Juna menidurkan dirinya di kasur Jennie, sehingga membuat pemiliknya itu menatap kesal kearahnya.
"Ada apa malam-malam kesini?" Tanya Jennie, ia menyandarkan tubuhnya di kepala kasur samping Juna.
Juna hanya nyengir melihat perempuan di sampingnya ini.
"Ibu membawa laki-laki itu lagi ke rumah," ucap Juna, terlihat dari wajah serta nada bicaranya, ia sangat kelelahan malam ini.Tangan Jennie menyisir pelan rambut laki-laki yang selalu membuat jantungnya marathon sambil tersenyum.
Tentang Juna, di rumahnya keadaan hampir setiap hari selalu kacau.
Ayahnya yang sibuk, dan Ibunya yang entah sudah keberapa kalinya membawa laki-laki lain ke rumah.
Umpatan-umpatan kasar, suara piring pecah, buat Juna tidak betah tinggal disana."Semuanya akan baik-baik saja," balas Jennie lembut.
Juna sontak meraih tangan itu, dan langsung memeluknya.
Terkadang Jennie kasihan melihat Juna seperti ini, di sekolah, ia menjadi orang yang benar-benar ceria bahkan hyperactif. Namun di saat seperti ini, ia benar-benar terlihat sangat rapuh.
"Malam ini, aku tidur disini, ya?" Tanyanya penuh harapan.
"Kemarin kau tidur disini, sekarang disini lagi, tapi tak apalah, aku sedang dalam mood yang baik saat ini," jawab Jennie sambil tersenyum.
Juna tertawa renyah. Ia mengecup pelan pipi kanan Jennie, lalu kembali meringkuk di kasur.
Jennie tersenyum, ia mengikuti Juna yang sekarang mungkin sudah hampir terlelap.
"Ehm, Jun? Kau sudah makan?" Tanya Jennie, ia memastikan laki-laki yang tidur di sebelahnya itu sudah terlelap atau belum.
"Sudah, tadi aku makan di rumah Cecil," jawabnya dengan mata yang tertutup.
Jennie tersenyum. Cecil, perempuan yang baru saja berpacaran dengan Juna seminggu yang lalu.
Jennie tahu, Cecil bukanlah perempuan yang baik, namun jika ia melarangnya, ia punya hak apa? Ia hanyalah sahabat dekat, tidak pantas ikut campur dalam masalah hati Juna.Pagi-pagi sekali, waktu menunjukkan pukul 5 pagi, Jennie terbangun, ia sadar hari ini ia harus sekolah.
Jennie refleks sadar ketika sadar bahwa ada tangan yang melingkar di pinggangnya, sudah dipastikan bahwa itu tangan Juna.
"Bangun tiang," ejek Jennie sambil menjambak pelan rambut Juna.
"Kau saja yang pendek, bukan aku yang tiang," balas laki-laki itu tanpa membuka matanya sama sekali, malah ia semakin mengeratkan pelukannya.
"Kita harus sekolah, Juna," tukas Jennie mencoba untuk bangkit.
Juna melepaskan pelukannya, meregangkan kedua tangannya dan beralih tersenyum lagi pada perempuan di sampingnya.
"Mandilah, aku akan buat sarapan dulu, dan jangan terlalu sering tersenyum jika tidak ingin dianggap orang tidak waras olehku," ledek Jennie setengah tertawa, ia beranjak bangun.
Juna tertawa garing dan langsung pergi ke kamar mandi.
Setelah keduanya siap, mereka berkumpul di ruang makan, sandwich serta nasi goreng sudah tersaji.
Baru saja mendaratkan pantatnya di kursi, Jennie dikejutkan karena orang di depannya menepuk dahinya tiba-tiba.
"Aku lupa hari ini harus menjemput Cecil. Makanlah, aku harus pergi lebih awal, sampai jumpa di sekolah Jen,"
Juna beranjak dari duduknya, ia langsung mengambil jas sekolah serta mantelnya, dan tanpa makan.Jennie membeku, menahan air matanya agar tidak keluar.
Begitu sayangkah Juna pada perempuan itu?
Iya tersenyum miris, disuapkannya sepotong sandwich itu dalam mulutnya dengan tatapan kosong, hambar rasanya.Aku sama sekali tidak punya hak.
Tidak punya hak atas apapun tentangmu.
Aku hanya bisa berdiri disini.
Dengan hatiku, dan perasaanku.MAAPKEUN,AQ NEWBI NICH
TBC
Typo eperiwer
VOMMENT JAN FORGET IAIA