Maka demikianlah.
Hari pun berlalu berlalu membawa hatiku yang runyam lusuh. Demi sahabat, aku berusaha tegar menjadi pendusta. Aku hanya berharap agar aku mampu beraksi sebagus mungkin di hadapan Arif. Meski setiap detik hatiku menangis melihat mesranya mereka berdua. Perlahan-lahan, aku cuba merawat lukaku sendiri.
Namun suatu malam, sesuatu yang tak terduga berlaku. Sesuatu yang mengguggah kembali nilai pengorbanan yang telah kuikhlaskan buat Arif. Segalanya berlaku bila Bonda memanggilku ke kamarnya. Saat itu, malam sudah hampir beranjak ke dini hari. Aku memang sudah terbiasa tidur lewat dan rumah pun sudah sunyi sekali, kecuali abah yang masih berjaga di ruang kerja peribadinya. Ketika kumasuk ke kamarnya, bonda menyambutku dengan wajah teruja sambil menekuri sebuah komputer riba.
" Ada apa, Bonda? " tanyaku hairan. Tidak biasanya Bonda memanggilku malam-malam begini. Kecuali jika dia berhajat mahu meluah rasa atau bercakap secara 'man to man' denganku.
" Bonda adalah follower seorang blogger cilik bernama Nur Delisha. Menurut datanya, dia adalah pelajar di sekolahmu," terang bonda tersenyum. Bonda memang minat membaca dan menullis. Bonda banyak menghabiskan masanya dengan menelaah dan membuat kajian. Dia sendiri punya blog peribadi yang sering menjadi rujukan para pengikutnya.
" Nur Delisha? " Aku mengerutkan dahi berfikir. " Ada dia bilang tingkatan berapa?"
" Tingkatan 3. Sama denganmu. Ini ada gambarnya," Bonda memutar komputer ribanya ke arahku. Seketika, aku terpempan. Aku yang tadinya terjangkit semangat bonda, tiba-tiba menjadi lemas. Manakan tidak, objek yang muncul di dada layar itu tak lain adalah Dahlia!
" Kamu kenal? " Desak bonda setelah lama menunggu jawapanku.
Laju aku mengangguk. Aku baru tahu malam ini kalau Dahlia adalah penulis blog, sama seperti mama.
" Satu tingkatan dengan Aidan. Tapi, dia kelas Sains,"
" Budak sains? Wah! Hebat sekali,"
" Kenapa?"
" Kau harus baca blognya. Tulisannya bagus. Bahasanya matang. Pemikirannya lebih dewasa dari usianya," puji bonda bertalu. Bonda jarang memuji. Bila dia memuji, itu bermakna dia benar-benar ikhlas. Entah kenapa hatiku menjadi kembang. Padahal, bukan aku yang dipuji.
" Dia ada berbicara tentangmu di sini, Aidan," sambung Bonda memancing.
" Hah? Tentang apa?" tukasku laju. Aku segera menyambar komputer riba dari pangkuan bonda.
" Hey! Kembalikan! Kalau mahu tahu, baca sendiri guna laptopmu. Bonda mahu selesaikan kerja bonda,"
Aku tidak memperdulikan kata-kata Bonda. Mata dan tumpuanku mulai kuarahkan pada pembacaanku. Tulisan itu dimuatnaik minggu lepas. Aku masih ingat waktu itu, sekolah mengadakan Pesta Bazaar sempena Hari Koperasi Sekolah. Rakan-rakan sekelasku membuka booth untuk tuju lagu. Dahlia menceritakan pengalamannya sepanjang masa itu. Aku tersenyum sendiri membacanya.
" Kamu suka dia, Dan?" tanya Bonda memecah hening. Enggan, aku mengangkat kepalaku dari layar.
" Hah? "
" Bonda rasa, dia suka kamu,"
Aku tak tahu mesti ketawa atau menangis. " Dia kekasih Arif, Bonda,"
" So? "
" So? " Aku bertanya balik. Melihatku bingung, Bonda ketawa lepas.
" Jadi itulah sebabnya kau kehilangan arah semenjak dua menjak ini? Bila mengetahuinya gadis idamanmu sebenarnya adalah kekasih sahabatmu sendiri? Macam cinta tiga dimensi, begitu? "
" Bonda bicara apa ni? Mengarut sajalah..." Dalihku antara kesal dan malu. Bonda memang pengkaji sejati. Kukira, dia tidak menyedari kelainan yang kualami. Ternyata, diam-diam dia melakukan penyiasatannya sendiri. Memang selalu sukar menyembunyikan apa-apa dari Bonda.
" Kenalkanlah Bonda padanya,"
" Untuk apa?"
" I'm her fan, remember? "
" She is your fan, Bonda. Dia pernah cakap yang dia mengikuti blog Bonda dan admire pada penulisan Bonda,"
" Jadi? Kami memang perlu bertemu. Anggap saja as a fan to fan meeting,"
Aku mengeluh. Bonda memang licik. Dia selalu dapat menemukan alasan untuk mencapai setiap keinginannya.
" Alasan itu sangat dangkal, Bonda. Mustahil Aidan harus mengatur pertemuan kalian berdua dengan alasan 'fan to fan meeting',"
" Jadi, carilah alasan yang lebih baik," jawab Bonda tak mahu kalah.
Otakku mulai ligat berfikir.
" Ha...minggu depan sekolah akan mengadakan penyerahan keputusan peperiksaan. Mungkin, Aidan boleh atur pertemuan kalian waktu itu,"
" Ok, deal, " jawab Bonda tanpa berfikir dua kali.
Hah? Semudah itu Bonda menyetujuiku?
Setelah menemukan kata sepakat, aku pun meninggalkan Bonda dengan senyum yang masih melekat di wajahnya. Entah apa rencana Bonda sebenarnya. Kuyakin ia lebih dari sekadar apa yang dia namakan 'fan to fan meeting'.
Perbicaraan itu meninggalkan kesan berpanjangan padaku malam itu. Ini adalah kali pertama aku dan Bonda berbual tentang perkara lain selain daripada kehidupan dan pembacaan Bonda. Apatah lagi perkara lain itu adalah tentang perempuan. Sejak bila Bonda begitu sporting kepadaku?
" Menyintaimu adalah seni yang paling indah. Halus,Semulus lakaran lukisan di atas sutera dan merindukanmu adalah musim yang terindah.Wangi, Bagai melati di malam jingga hingga aku pun lupa tentang batas waktuku. "
- Nia Dahliah , Tuna Netra
YOU ARE READING
Dahliah Milikku Pada Tanggal 5 July 2013
RomanceSetelah berjam-jam aku dihadapan kamus dewan bahasa Oxford untuk mencari kata yang sesuai untuk menggambarkan tentangnya, apa yang aku dapati tidak ada satu kata yang benar-benar tepat untuk menggambarkan tentang dirinya. Hanya saja aku menemukan se...