udik asik

3 1 0
                                    

"Hey, udik!"

Ini kali ke tiga Yusni berteriak memanggil wanita di depannya. Karena merasa diacuhkan, Yusni geram menarik tubuh wanita di depannya, agar berbalik menatapnya.

"Hey udik! Budek ya?"

Bukannya menjawab Yusni, wanita itu malah mendekatkan papan namanya ke depan wajah Yusni.

"buta ya?" Jawab wanita itu datar.

Yusni semakin geram dengan tanggapan wanita itu.
"Salah sendiri dandanan udik, badan kerempeng, baju kombor, jilbab lebar banget kek seprei. Baru pertama nginjek kampus ya?"

Wanita itu hanya diam mengangkat sebelah alisnya tanpa mengubah mimik datarnya. Membuat yusni mengepalkan tangannya kesal.

"Sepertinya lu belum tahu siapa gue, jelasin girl's. " seru Yusni pada kedua temannya sambil mengangkat wajahnya, angkuh.

"Yusni indralestari, adik dari ketua BEM, anaknya dosen, dan keponakan dekan. Mau kuliah aman? Jaga jarak aman" Jawab hesty dan Novi bersamaan bagai pemandu sorak grub basket anak SMA .

"Dengarkan? Jadi kalau pngen aman di kampus ini, jngan macam-macam sama gue. " yusni berkata dengan bangga.
Bukannya gentar, wanita itu malah melihat papan namanya dengan berpura-pura bingung, lalu melirik Yusni CS miring.

"Ngomong kok sama papan nama." lalu pergi begitu saja bagai tak berdosa meninggalkan Yusni dengan beribu sumpah serapahnya. Dan resmilah sudah wanita itu menjadi musuh golongan hitam bagi Yusni.

Hari itu menjadi masa ospek paling menyebalkan bagi Yusni. Dulu awalnya dia berbuat seperti itu agar anak-anak yang lain tahu siapa Yusni. Pikir Yusni wanita dengan model udik seperti itu adalah sasaran empuk untuknya menunjukan kebesaran diri, tapi semua jauh dari harapan. Meski satu tahun sudah lewat, tapi kejadian itu masih segar di ingatan Yusni. Dan sekarang jauh di depan Yusni malah terlihat wanita udik itu duduk berdua bersama Rio, laki-laki yang ia idamkan. Menyebalkan!

*****

Dewi Mashita hanya memangku bungkusan, satu cup pisang ijo dan satu kotak makan berisi roti tawar dari gandum utuh berisi coklat, dan susu kotak coklat. Benar-benar paket makanan favorit Dewi Mashita.

"Di makan ning, kamu pasti belum sarapan kan? " kata Rio yang sudah tahu kebiasaan Mashita yang jarang sarapan.

"Iya, nanti dimakan."
Mashita dan Rio sedang duduk berdua di lobi kampus, pagi ini mereka baru saja selesai mengikuti kelas, dan masih ada waktu sekitar satu jam untuk kelas berikutnya. Tadinya mereka ke lobi bertiga dengan deny, karna sari dan putri ingin ke kantin dan menyuruh mereka bertiga ke lobi, tapi sesampainya di lobi deny malah izin ke toilet dan menolak keras ditemani masitha. Alhasil, tinggalan mereka duduk berdua. Mashita sangat tidak nyaman duduk berdua dengan Rio --terlalu naif memang jika dia berpikir ini dosa-- selain itu Mashita juga tidak nyaman karna Rio yang banyak penggemar, takut ada yang salah paham dengan bersamanya mereka.

"Kenapa? Kamu gak suka? Atau kamu lagi pengen apa, biar aku beliin." Rio semangat berdiri bagai hendak mengambil kupon hadiah undian lotre.

Sebenarnya mashita memang lapar, tapi ia enggan memakan nya dalam kondisi kurang nyaman seperti ini.

"Rio! makasih, nanti aku makan" Mashita berbicara dengan  senyum kaku. Dan entah mengapa mimik dan intonasi Mashita membuat Rio tak berkutik, sedikit takut.

Rio tahu, sebenarnya Mashita orang yang ramah dan riang, tapi ia sering bersikap dingin dan menjadi pendiam bila sedang tidak nyaman. Dan sikapnya sekarang menunjukan dia tidak nyaman pada Rio, dan Rio tidak mau membiarkan ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 08, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Empat SekawanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang