"Ada yang ngikutin tuh, Pak."
Shou berbisik pelan pada Gurunya. Ruang kelas yang kosong, memperparah suasana tak enak di antara mereka. Suara-suara murid lain, terdengar semakin menjauh dan perlahan menghilang. Angin berhembus melewati jendela kelas. Awan mendung semakin berkumpul di atas sana. Suara detikan jam dinding, terdengar menggema.
"Iya. Kamu yang ngikutin," Guru itu membalas santai. Mengangkat kedua alisnya, dan tersenyum samar. Berusaha untuk tidak terpancing suasana aneh yang sedang melingkupi mereka. Ia menjinjing tas yang berisi materi-materi pelajaran yang tadi ia ajarkan. Lalu, melangkah meninggalkan Shou, "Balik sana!"
"Saya serius loh, Pak!" Shou menyejajarkan langkah mereka, "Pak Rayyan harus hati-hati," ujarnya lagi. Ia melirik ke arah belakang, lalu mendekatkan tubuh mereka.
Ra merasa tidak pernah mengajar siswa laki-laki ini. Tapi, bukan berarti dia tidak mengenalnya. Semua orang di sekolah pun tau tentang pemuda ini. Shouki. Murid spesial yang bisa melihat hal-hal gaib.
"Iya, saya selalu hati-hati kok," Ra tidak terlalu menanggapi perkataan Shou, dan berbelok ke ruang guru yang sudah kosong. Shou tetap mengekorinya.
"Bapak ngga pulang?" Ia mengedarkan tatapannya ke seluruh ruangan. Bagi orang lain, mungkin ini hanya sekadar ruang kosong yang berisi meja-meja dengan banyak tumpukan buku dan kertas di atasnya. Tapi, di mata Shou, dia dan Pak Rayyan tidak hanya berdua di sini.
"Saya harus selesaiin kerjaan saya yang menumpuk ini dulu," Ra mendudukan dirinya di kursi. Lalu, mengambil pulpen dan tumpukan kertas ulangan siswa-siswinya. Ia mengajar enam kelas sekaligus, dan satu pun belum ia koreksi kertas ulangannya.
Shou duduk di kursi yang berada di depan meja Ra. Kedua tangannya terlipat di atas meja itu, dan menatap sang Guru dengan lekat, "Saya temanin."
"Nah," tangan Ra mengibas di depan wajah, "Ngga perlu. Saya bukan anak kecil. Kamu balik aja."
Shou mengabaikan perkataan itu. Ia tak beranjak sama sekali. Matanya sesekali melirik ke arah pintu, atau beralih ke jendela-jendela yang menunjukkan keadaan di luar sana. Rintik-rintik hujan telah turun. Hawa dingin semakin menghinggapi. Ia menelan ludah saat melihat sepasang mata merah yang mengintip dari depan jendela, atau tubuh pucat yang tergantung di belakang sana.
'duk!' 'duk!' 'duk!'
Shou langsung menolehkan kepalanya ke asal suara. Lemari yang berada di pojok ruangan berbunyi.
"Pak.." panggilnya pelan, "Pulang aja."
Ra menghela napas, "Kalo kamu takut, kamu bisa pergi."
Pria berumur dua puluh tujuh tahun itu terus fokus mengerjakan pekerjaannya. Sesekali, ia menggaruk kepala saat membaca jawaban yang melencengnya bukan main dari pertanyaan.
Shou bergerak gelisah. Lalu, tersentak saat suara ember jatuh terdengar di depan pintu. Ia menoleh ke asal suara. Begitu pula dengan Ra.
Tora—penjaga sekolah sekaligus petugas bersih-bersih—mengambil embernya yang menggelinding tadi. Ia menoleh ke ruang guru dan mengerjap.
"Belum pulang, Pak?" Pertanyaan retoris itu keluar.
Ra tersenyum, "Belum, saya masih ada kerjaan. Gerbangnya jangan dikunci dulu, ya."
"Oh, siap! Mari, Pak!"
Ra mengangguk. Setelah itu, kembali menorehkan tanda benar dan salah di kertas-kertas itu.
Ruangan tersebut kembali hening. Shou mengepalkan kedua tangan saat ujung matanya melihat sesosok makhluk mulai bergerak masuk. Makhluk itu menyeret tubuhnya dengan tangan kiri. Tangan kanannya terputar keluar. Sementara kedua kakinya buntung separuh.
"Pak Ra.."
Mata kanannya terkeluar, nyaris terjatuh.
Shou takut bukan main. Ia menatap kalut pada Ra yang masih mengoreksi ulangan siswa-siswinya dengan tenang.
"Pak, saya ngga bercanda.."
Ini adalah makhluk yang mengikuti Ra. Entah karena sebab apa, Shou melihat makhluk ini mulai mengekori pria itu semenjak dua minggu belakangan ini.
"Pak, Bapak harus percaya sama saya! Pak Rayyan!"
Ra berdecak. Shouki ribut sekali. Ia menyusun beberapa kertas ulangan yang sudah ia koreksi dan sudah ia beri nilai, lalu meletakkannya dengan rapi di pojok meja. Setelah itu, sisanya ia masukkan ke dalam tas.
"Sesuai yang kamu mau, saya akan pulang," ujar pria itu sedikit menggerutu. Di luar sana, hujan semakin menderas. Ra selalu menyimpan payung di laci mejanya untuk antisipasi keadaan seperti ini.
Payung berwarna kelabu itu, ia ambil, lalu segera beranjak dari duduknya dan melangkah lebar keluar dari sana. Melewati makhluk itu tanpa merasakan apapun.
Shou menelan ludah. Kedua tangannya bergetar. Ia memejamkan kedua matanya erat, dan berlari mengikuti Ra. Sebisa mungkin untuk mengabaikan keberadaan makhluk itu.
Ia berhenti berlari saat berada di sisi Ra. Kepalanya menoleh ke belakang dan melihat makhluk itu belum menyusul. Gerakannya lambat. Itu yang Shou syukuri.
"Berhenti ngikutin saya terus," ujar Ra jengah.
"Saya cuma berusaha untuk membantu Bapak, karena Bapak sudah menolong saya."
Kedua kaki Ra berhenti melangkah saat mereka tiba di pintu sekolah. Ia membuka payung kelabunya, dan melangkah sekali. Kepalanya menoleh, menatap Shou yang tak bergerak sama sekali dari pintu sekolah.
"Shouki, kamu ngga bisa bantu saya apa-apa. Kamu itu sudah tiada."
Di belakang sana, makhluk itu kembali muncul.
"Dia itu ngikutin kamu. Dan kamu yang selama ini ngikutin saya. Saya ngga pernah merasa nolongin kamu, karena kamu sudah meninggal terlebih dahulu saat saya temukan. Itu bukan pertolongan."
Tangan Shou mengepal erat. Ia menunduk menatap seragamnya yang kotor karena darahnya sendiri.
"Jangan ganggu saya lagi."
Ra berbalik dan melangkah pergi.
Ini adalah rutinitasnya selama dua minggu belakangan, semenjak ia menemukan mayat seorang murid yang bunuh diri di ruang kelas.
Shouki.
Nama itu langsung terkenal seantero sekolah semenjak penemuan mayat itu terjadi. Katanya, murid yang dibekali kelebihan sejak lahir itu, depresi karena terus diikuti oleh makhluk tak kasat mata yang menyeramkan. Pemuda tujuh belas tahun itu mengakhiri hidupnya dengan menusukkan pisau ke leher sendiri.
Alhasil, bukannya pergi, pemuda itu malah bergentayangan. Dan dia menganggap Ra sudah menolongnya karena telah menemukan tubuh matinya itu, sehingga tubuh tersebut bisa dipindahkan dan dikubur dengan layak. Padahal, itu hanya kebetulan karena Ra selalu datang awal. Jika tidak, pasti orang lain yang menemukannya.
Ra juga sama seperti Shou. Dia juga memiliki kelebihan itu. Makanya, dia bisa melihat Shou mengikutinya terus kemanapun ia pergi saat berada di sekolah. Arwah Shou tak bisa pergi dari bangunan ini. Dia hanya bisa balik ke kelas yang menjadi tempat kejadian perkara bunuh dirinya itu.
Ra menghela napas. Shouki pasti akan terus mengikutinya. Arwah pemuda yang memiliki bolongan di bagian leher itu, tak pernah mengacuhkan perkataannya. Besok, dia pasti sudah menunggu di pintu sekolah. Berdiri dengan punggung yang menyandar di dinding. Begitu Ra datang, Shou akan langsung menyapanya.
"Selamat pagi, Pak Rayyan!"
Dan akan terus seperti itu, sampai Ra pensiun nanti.
End.
Pffttt!
Ngaco ya wkwkwk
Wahai Shouki anakku, Fanfic pertama Mama, Mama persembahkan untuk ulang tahunmu, Nak!
Semoga panjang umur dan sehat selalu!! ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Ada Yang Ngikutin (RaShouRa) [Oneshot] ✔
FanfictionKata Shouki, Ra ada yang ngikutin. Pelakunya, makhluk tak kasat mata tentu saja. Shou hanya ingin membantu. Itung-itung balas budi karena Ra pernah menolongnya. ------ Fanfic yang diciptakan untuk meramaikan Shouki's Birthday Challenge!