Lagroth I

4.8K 599 333
                                    

Keyakinan ini sudah dipegang ratusan tahun. Sudah mengakar, mendarah-daging, bahkan tak ada satu pun dari Kaum Lagroth yang boleh lupa untuk mengingatnya pada setiap desah napas dan langkah kakinya.

Kaum Lagroth adalah anak bumi yang penuh tanggung jawab. Janji adalah ucapan seharga bola mata, seharga tangis & air susu ibunya. Siapa gerangan yang ingkar janji, maka ia akan sama saja dengan manusia buta, sama seperti anak yang durhaka.

Ketahuilah bahwa setiap anggota Kaum Lagroth dididik menjadi orang baik; lebih baik dari manusia kebanyakan, meski tak mungkin lebih baik dari malaikat. Kaum Lagroth atas nama darah dan kenangan dari para leluhur telah bersumpah, akan terus menjunjung cinta sebagai pengabdian tertinggi makhluk bumi yang hidup di Havanthe, tanah setengah surga yang tak dicemari cela.

Jika engkau, Kaum Lagroth, jatuh cinta kepada seseorang yang memukau hatimu, mengganggu tidurmu, membuatmu lupa di mana bumi dan langitmu, engkau tahu harus melakukan ritual itu.

Satu nyawa di Havanthe berhak atas satu tempat di surga milik Langit, jika engkau berani menyatakan cinta, maka cintamu nyata palsu jika engkau tak rela memberikan jatah surga untuk pujaan hatimu.

Kitab 'Ikrar Agung' Jilid 2 - Perpustakaan Sosial Havanthe, Katalog No.336, Hal 188

***

Min Yoongi menghuni dunia monokrom yang selalu ia kutuk sepanjang hari, sepanjang bulan, sepanjang tahun.

"Tugas mencari planaria di musim gugur adalah sesuatu yang menyebalkan." Ia merutuk sendirian. Suaranya lamat-lamat tersapu oleh angin dingin di lereng pegunungan. "Aku tidak yakin dosen pembunuh itu akan meluluskanku untuk matakuliah Avertebrata ini. Aku benci Biologi dan aku tidak tahu mengapa aku harus menjadi salah satu mahasiswa yang paling dibenci pengajar. Apakah aku terlalu malas, suka tidur di kelas, dan tidak pernah membeli buku? Kurasa aku tidak separah itu."

Yoongi menggulung celana jins panjangnya hingga sebatas betis. Ia tak mau kedinginan lantaran bajunya basah oleh aliran air terjun yang ia singgahi. Langkah-langkahnya yang tak terlalu panjang terasa sedikit menyulitkan ketika ia harus melangkah dari bebatuan satu ke bebatuan yang lain.

Yoongi mendekap stoples kaca bening yang akan ia gunakan untuk menampung cacing pipih planaria. Tugas penelitian hewan ini akan menjadi salah satu penentu penting untuk indeks prestasi kuliahnya yang sudah kritis sejak semester lalu.

"Hanbin bilang aku bisa menemukan cacing planaria di bawah batu." Yoongi mengencangkan tas ranselnya, memutuskan untuk melangkah semakin ke tengah. "Pantas saja mereka pipih. Tubuhnya saja digencet batu."

Bukan Min Yoongi kalau bisa menikmati tugas kampus. Sekalipun pemandangan lereng gunung yang berjarak sekitar 5 jam perjalanan dari rumahnya itu cukup paripurna untuk membuat penatnya terabrasi, ia tetap saja selalu memandang negatif untuk banyak hal. Yoongi selalu merasa dirinya adalah mahasiswa yang buruk. Ia tidak pernah mencintai lingkungan dan benci segala bentuk mata kuliah.

Jika hari ini ia bersusah payah datang ke air terjun untuk mencari cacing pipih konyol itu, ini hanya demi orang tuanya yang mau dirinya lulus tepat waktu. Demi Tuhan, Yoongi tak pernah merasa memerlukan nilai atau sejenisnya.

Min Yoongi yang suntuk menggulingkan bebatuan besar sesekali. Bebatuan abu-abu yang basah itu menguarkan aroma lumut yang sangat khas. Air terjun yang sejuk menyiram sela-sela jari Yoongi, membuatnya harus ekstra berhati-hati jika tak mau terpeleset.

Yoongi sesekali mengangkat wajah, berharap langit putih dengan semburat biru di atas pepohonan itu tidak berubah menjadi mendung. Berharap ia takkan kehujanan di lereng gunung yang pastinya takkan memiliki tempat berteduh yang layak.

Lagroth | BTS ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang