.

88 20 5
                                    

Sebenarnya saya nggak mau lanjutin sih karena emang udah end

Tapi karena didesak sama teman saya yang merangkap jadi pacar dadakan saya, terpaksa saya lanjutin 😓😓😩😩😩

inti nya ini hanya cerita gaje entah keberapa yang saya buat.

.
.
.
.
.
.
.
.

George membuka pintu kamar putra nya dengan perlahan. Sudah setahun sejak kejadian itu dan belum ada perubahan berarti dengan keadaan Arthur.

Mungkin Arthut sudah mulai mengerti dengan apa yang Ayahnya katakan, namun itu juga hanya sebatas perkataan yang sederhana seperti makan atau bermain.

"Arthur.. Bangun nak.. Sudah pagi loo.."

Arthur membuka matanya dengan perlahan. Menatap kosong pada ayahnya yang sedang membuka tirai kamarnya.

"Hari ini hari libur. Ayah akan menemani mu bermain. Kau senang kan?"

Arthur mengangguk kecil. mata nya masih menatap kosong sekitarnya. George membantu Arthur untuk bangun dan menuntun nya berjalan ke ruang makan untuk sarapan.

"Tuan Besar, apa butuh bantuan?" Tanya kepala pelayan di rumah itu.

"Ah.. Tolong kau hubungi dokter dan mengatakan untuk mengatur ulang jadwal terapi Arthur."

sang pelayan mengangguk dan segera melakukan apa yang diperintahkan padanya.

George mendudukan Arthur di kursi dan mulai menyuapi putra nya itu. Arthur hanya diam dan akan membuka mulutnya saat merasakan sentuhan pada bibirnya.

"Makan yang banyak ya sayang.. Agar kau tetap sehat. Ah.. Bagaimana jika kita main ke makam Ibu mu? kau pasti merindukan Ibu mu kan??"

Arthur hanya mengangguk kecil.

"Ayah juga merindukan nya. Jika saja dia masih ada disini.. Pasti kau tidak akan seperti ini." Lirih George.

George terdiam. Selalu saja. Selalu seperti ini. Sejak kejadian itu, George tidak pernah bisa tidur dengan tenang. Dia selalu dihantui rasa bersalah terlebih saat tidur dia selalu memimpikan saat dimana tubuh putra tunggalnya itu tertabrak.

Dan bagaimana dia memeluk tubuh putra nya yang bersimbah darah.

Andai saja dia lebih perhatian pada putra nya. Jika saja dia tidak pernah menyalahkan putra nya atas kematian istrinya, jika saja dia menerima kenyataan istrinya meninggal bukab karena anaknya..

Jika saja saat itu dia memilih untuk datang ke acara kelulusan Arthur, jika saja saat itu dia memilih berhenti dan mengucapkan selamat pada Arthur.

kejadian ini tidak perlu menimpa putranya. Terkadang George berpikir, apa salah dan dosa yang sudah Arthur perbuat sehingga dia malah mendapatkan penderitaan seperti ini??

Seharusnya dia yang dihukum oleh Tuhan! Bukan Arthur! dia sudah membuat Arthur kehilangan kasih sayang dari seorang Ayah yang sangat dia butuhkan untuk pertumbuhannya.

Dia sudah membuat Arthur berusaha terlalu keras agar mau diakui kembali.

dia juga sudah sering kali membuat hati putra nya terluka. Berkali-kali dia menggoreskan luka pada hati anaknya.

Dia yang membuat Arthur menderita. Tapi kenapa Arthur yang harus menerima ini?!

Bukan Arthur yang salah. Bukan Arthur yang berdosa disini.

Dia lah yang salah. Dia gagal menjadi ayah untuk anaknya. Dia gagal melindungi Arthur. Dia gagal.

George tersentak saat ada tangan yang menghapus air mata nya. George menatap tangan itu dan menggenggamnya.

Di depan nya, Arthur memiringkan kepalanya sedikit pertanda dia bingung meskipun mata nya tetap kosong.

George tersenyum lembut dan mengatakan jika dia baik-baik saja.

Sekarang Arthur mengikuti terapi untuk memulihkan paling tidak kemampuan nya untuk bicara.

Dan George tidak akan meninggalkan Arthur lagi kali ini. Dia akan menemani Arthur sampai nanti dia harus menutup matanya.

'Ayah akan membuat mu bahagia. Berapa pun harga yang harus dibayar.'

End.

..........

Udah. Segitu aja. Saia udah nggak sanggup. Kokoro ku sakit jadi nya.

Semogo suka

Saya malas lanjutkan ini karena cuma sedikit yang baca.

Saya fokus ke cerita saya yang lain saja.

Cape mikir mereka..

😢😢😢😢😢😢😭😭😭😭😭😭😭😭

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 31, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang