Sekelilingnya tiba-tiba gelap, berwarna biru tua dengan nuansa kehampaan. Aresh telah masuk kedalam game itu dan saat ini yang ia rasakan adalah seperti terbangun dari tidur. Kesadarannya tidak seratus persen dengan mata setengah tertutup. Lalu ketika cahaya mulai datang, ia membuka matanya.
"Selamat datang di Game Of Another Life."
Terdengar suara wanita yang entah dari mana asalnya membuat Aresh bergidik.
"Silahkan masukan in-game-name mu."
Setelah suara itu terdengar kembali, di hadapan Aresh muncul sebuah keyboard hologram bersinar terang.
"In-game-name? Kalau tidak salah, itu adalah nama yang di pakai dalam game ini kan?" Aresh nampak bingung.
"Hmmm... Apa ya. Aku sama sekali tidak punya nama panggilan lain."
Aresh kemudian mengetikkan sesuatu di keyboard itu hingga bertuliskan Aresh.
"Maaf, in-game-name Aresh, telah terpakai. Silahkan masukan nama lain." Suara wanita itupun kembali terdengar.
"Hah? Siapa gerangan yang berani menggunakan namaku?! Grrr..." Aresh merasa geram.
Setelah cukup lama berpikir, akhirnya Aresh sadar bahwa ia terlalu menyia-nyiakan waktunya hanya untuk memilih sebuah nama. Dan pada akhirnya, "aaah.. sudahlah!" Bentaknya. Lalu ia mengetik kembali di keyboard itu. Rainfrost adalah nama pilihannya, dan bisa digunakan. Bukan karena ia menghargai Doktor yang mengajaknya bermain game itu, melainkan hanya karena ia sudah kehabisan ide, dan karena menurutnya nama Doktor itu sedikit keren.
Setelah ia menyetujui penggunaan nama itu, tiba-tiba sekelilingnya yang semula berwarna biru gelap berubah menjadi hijau terang. Sangat terang hingga Aresh, yang kini telah bernama Rainfrost, terpaksa untuk menutup matanya. Rasanya seperti tebang, terombang-ambing tidak menentu selama beberapa saat dan akhirnya terjatuh.
Saat ia membuka matanya kembali, terlihat awan putih tipis yang melayang di langit biru muda nan mempesona. Cahaya matahari membanjirinya yang terbaring di atas rerumputan hijau luas. Sempat terpaku dengan rasa nyaman, namun akhirnya Rainfrost memutuskan untuk bangkit dari baringnya.
Iapun berdiri dan menatapi sekelilingnya. Tampak padang rumput hijau nan luas yang dikelilingi oleh bukit bukit kecil. Di antaranya tumbuh pepohonan rindang yang melambai pelan. Dan terlihat beberapa makhluk kecil berwarna putih mirip seperti domba yang sedang merumput. Di dekat kakinya juga terdapat kelinci kecil yang meloncat-loncat kesana kemari.
Cuaca yang amat cerah, sepoi angin yang semilir, serta semua pemandangan itu membuatnya takjub. "Wow rasanya berada seperti di dunia lain." Gumamnya.
"Memang saat ini kau sedang berada di dunia lain."
Tiba-tiba suara muncul dari belakang Rainfrost yang membuatnya sontak berbalik badan dan mundur beberapa meter. "Siapa? Siapa itu?" Rainfrost panik.
"Jangan panik begitu, ini aku, Doktor Rainfrost."
"Doktor? Dimana kau?" Rainfrost yang sebelumnya panik, kini telah menurunkan kuda-kudanya sembari merasa kebingungan.
"Coba kau cek saku belakangmu."
Rainfrost pun menuruti perkataan itu dan mencoba meraih apa yang ada di saku belakangnya. Saat itu juga ia baru tersadar bahwa pakaian yang ia gunakan sudah berbeda dari yang ia kenakan di dunia nyata. Saat ini ia mengenakan kaos hitam polos dan celana coklat berkantung banyak.
"Hoh... apa ini?" Tanyanya sembari mengamati sebuah alat yang mirip seperti handphone namun tanpa layar.
"Ini adalah alat komunikasi antara dunia nyata dan GOAL. Melalui alat ini aku akan mengajarimu beberapa hal yang mendasar dari game ini. Namun tidak terus-menerus loh, aku ini juga orangnya sibuk." Suara Doktor itu muncul dari alat yang Rainfrost genggam.
"Oh begitu ya, bikin kaget saja." Rainfrost lega.
"Hahaha.. Tapi benar-benar tidak disangka bahwa kau akan menggunakan namaku untuk IGN mu." Doktor itu tertawa lepas.
"Diam Dok! Aku tidak tahu mau menggunakan nama apalagi." Rainfrost merasa kesal.
"Jadi, mari kita mulai saja tutorial dasarnya ya, Rainfrost."
Entah mengapa saat Rainfrost mendengar bahwa Doktor Rainfrost mengatakan Rainfrost terasa sangat aneh dan juga membingungkan.
"Kita mulai dari memilih senjata awal, seharusnya di sekitarmu terdapat tiga senjata yang terjatuh di tanah. Coba kau cari itu."
Kemudian Rainfrost menoleh untuk mencari senjata itu. Dan ternyata memang ada, jaraknya sekitar enam meter dari tempat ia berdiri sekarang. Lalu ia bergegas menuju ke tempat senjata itu berada.
Di situ ia menemukan tiga macam senjata, pedang, tongkat, dan busur panah.
"Sekarang kau tinggal pilih salah satu dari ketiga senjata itu."
"Sudah pasti bukan?" Tanpa pikir panjang, Rainfrost langsung mengambil sebuah pedang dengan tangan kanannya. Lalu yang terjadi setelah itu, tongkat dan busur panah itu menghilang.
"Bagus, kau memilih pedang. Itu berarti kau akan bertarung dengan jarak dekat. Sekarang, kau lihat makhluk seperti domba dengan bulu berwarna hitam di depanmu?" Tanya Doktor.
Rainfrost kemudian mengalihkan pandangannya dari pedang yang ia pegang menuju ke depan. Didapati sesosok domba dengan bulu hitam berjarak sekitar 15 meter darinya.
"Ya, dia ada persis di depanku."
"Makhluk seperti itu disebut dengan mob. Pada dasarnya mob merupakan semua makhluk yang ada di game ini yang setelah kau bunuh akan menghilang dan biasanya akan meninggalkan sesuatu yang disebut drop item. Mob terdiri dari harmless mob dan harmful mob. Harmless mob jika dibunuh tidak akan memberikan exp point, contohnya seperti domba-domba putih yang ada di sekitaran padang ini. Sebaliknya harmful mob seperti domba hitam yang berada di depanmu itu, akan memberikanmu exp point."
"Aku tidak mengerti sebagian yang kau jelaskan, Dok. Tapi intinya aku harus membunuh domba hitam itu kan?"
"Tepat sekali. Tapi kau harus waspada, jangan sampai justru kau yang terbunuh."
"Kau meremehkanku Dok."
Dengan ancang-ancang yang mantap, Rainfrost berlari dengan cepat menuju domba itu sembari berteriak. Dengan sekali ayunan tangannya, pedang itu mengenai kepala domba hitam itu. Lalu ia mencoba untuk memutar posisinya menjadi berada di samping domba itu saat ia melihat domba itu mencoba untuk menyeruduknya.
Rainfrost memanfaatkan gerakan berputar badannya untuk menghasilkan tebesan bertenaga besar. Dan tebasan itupun telak mengenai perut dari domba hitam itu. Seketika domba itupun menghilang bak asap hitam yang terlarut dengan udara.
{CONGRATULATIONS} Level up! 0 -> 1
Ia mengangkat tangannya yang masih memegang pedang itu tinggi-tinggi. Lalu dengan bangganya, ia mengucap beberapa kata untuk merayakan kemenangannya.
"Terlalu mudah untukku!"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
{G.O.A.L} Game Of Another Life
FantasyTahun 2058, dunia mengalami ledakan populasi. Di Bumi yang terasa semakin sempit ini, 11 milyar manusia mencoba bertahan hidup dengan sumber daya yang semakin menyusut. Segala cara dilakukan oleh para penguasa untuk mengurangi populasi umat manusia...