Pilihanku.

40 5 0
                                    

Entahlah. Saat itu aku tak tau apa yang harus aku katakan. Aku ingin memilih tapi otakku tak ingin ikut campur dengan urusannya.

Yah walaupun aku masih penasaran dengan kehidupannya. Ada beberapa hal yang aku ketahui tentangnya.

Pertama.
Disekolahnya ia dipanggil 'Saka' bukan 'Algo'.

Kedua.
Ia memiliki orang tua.

Ketiga.
Ia mempunyai 2 saudari. Yah, ini masih meragukan. Tapi akan aku selidiki nanti.

Keempat.
Ia tinggal sendiri.

Kelima.
Ia tak masalah dengan hal-hal kotor.

Keenam.
Masa lalunya buruk. Mungkin?

Ketujuh.
Dia merebut ciuman pertamaku.

Tujuh hal itu sudah cukup menjadi dasar mengenai dirinya. Dan yah, seperti yang kalian ketahui. Bahwa ini cerita masa laluku.

Perjalanan untuk aku mengetahui siapa Algo sebenarnya sangatlah rumit dan membutuhkan otak yang sangat encer untuk memecahkan teka-teki kehidupannya.

Benar. Awalnya aku tak menginginkan hal ini sama sekali. Tapi, mengetahui dirinya lebih dalam membuat hidupku menjadi lebih menantang.

Hal-hal mengejutkanpun selalu terjadi saat kami bersama. Sialnya, dia masih saja bisa terlihat keren dan meluluhkan hati.

Ah, aku akan melanjutkan ceritaku pada bagian sebelumnya.

"Aku tidak ingin ikut campur dengan kehidupanmu. Aku juga tak ingin tahu apa-apa tentangmu. Aku tak peduli. Lagian ini bukan urusanku. Aku terlalu kecil untuk ini"

Seperti itulah aku menjawab pertanyaannya.

Reaksinya?

Hanya tersenyum miring. Mengacak rambutku. Lalu pergi dari kafe.

Dan aku?

Hanya melihat ia pergi dari kafe. Lalu melanjutkan makan siangku.

|
- Dare -
|

Kamis. 19 Juni 19XX.
SMP X terbakar hebat pada pukul 17.19 pm.

Ya. Benar. Itu adalah sekolah Algo.
Sebelum sekolah itu terbakar, siswa-siswi di SMP itu mengadakan demo besar-besaran.

Dan sehari sebelum demo itu diadakan. Terjadi tawuran diantara siswa SMP tersebut dengan siswa SMA C. Yang salah satu anggotanya adalah Algo.

Bagaimana aku tahu? Bagaimana tidak, hal-hal seperti ini bisa dengan sangat mudah tersebar. Dari mulut ke mulut. Dari mata ke mata.

Saat ini aku tengah berkeliling melihat bagian dalam sekolah itu yang telah hangus terbakar api. Sekolah ini memang telah diberi garis polisi agar tidak dimasuki siapapun.

Tapi, siapa yang akan melarangku? Oh ayolah, aku hanya anak kecil. Mereka pun tak akan menyadari keberadaanku disini.

Baiklah.

Mari kita selidiki sekolah ini.

Aneh sekali. Pada saat terjadinya kebakaran api terlihat sangat besar dan buas. Bak monster yang tengah mengamuk dan memakan apapun yang ada disekitarnya.

Aku masuk kesalah satu ruangan yang terletak disebelah barat dari gerbang utama. Ruangan ini seperti gudang. Bagian luar ruangan ini sudah menghitam akibat kebakaran itu. Anehnya, bagian dalam tak terbakar sedikitpun.

Hebat sekali.

Seperti terlindung oleh satu kekuatan yang melarang api menyentuh bagian dalam ruangan ini.

Ruangan ini kecil hanya ada satu kamar. Aku berusaha membuka pintu kamar ini.

Sial. Pintu ini terkunci. Apa mereka mengurung singa disini? Tidak mungkin. Batinku.

Aku melihat sekeliling, mencari-cari sesuatu yang mungkin bisa membantuku membobol pintu ini.

"Ah iya. Peniti bajuku bisa melakukannya"

Langsung saja aku mengambil peniti itu dan memasukkanya kedalam lobang kunci pintu. Memutar-mutar, menekan sampai bunyi 'klik' terdengar dan pintu terbuka.

 Memutar-mutar, menekan sampai bunyi 'klik' terdengar dan pintu terbuka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku memasuki ruangan itu. Disebelah pintu ada jendela kayu yangsudah rapuh. Dan bisa dibuka dari dalam. Saat aku mendorong jendela itu. Jendela itu terlepas dan sepenuhnya terbuka.

"Tolol sekali. Kenapa tak aku lakukan ini dari tadi. Merepotkan." Gerutuku.

Aku memasuki ruangan itu. Didepan pintu tercium bau busuk. Sangat menyengat. Parah sekali.

Aku masuk lebih dalam.

" Kenapa mereka meletakkan bangkai manusia tak berkepala disini?! Sial."

-Dare-

DareTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang