Sebuah senyuman

6 0 0
                                    

Pagi itu merupakan pagi yang menyibukkan. Aku harus bangun pagi sekali untuk menyiapkan berkas-berkas untuk mendaftar sekolah, ya sekolah. Aku akan menjadi siswa SMA gumam ku seraya merapihkan kertas-kertas yang bertebaran di lantai kamar ku. "kaaakk!!" teriakan ibu ku yang terdengar melengking melepas keheningan pagi buta kala itu. "berkas pendaftaran mu sudah siap belum? Yang kurang apa lagi?" pekik ibu ku lagi yang dari tadi belum ku balas panggilannya. "sudah ma, sepertinya ini sudah lengkap tinggal di susun lagi" jawabku menjelaskan tanpa sejengkal pun beranjak dari tempat duduk ku.

Setelah semuanya dirasa sudah beres dan rapih, aku beranjak melangkahkan kaki menuju dapur menghampiri ibu ku yang sedang memasak. "berkasnya sudah siap bu" ucapku kepada ibu ku yang tengah asik memotong sayur. "cek lagi, setelah itu mandi, makan nanti ibu siap kan setelah ini matang, jangan lupa setelah mandi bangun kan adikmu lalu suruh dia mandi" jelas ibu kepada ku. Aku mendengus mendengar ucapan ibu ku yang panjang sekali itu. Ya, ibu ku memang seperti itu, memberi tahu sesuatu langsung dengan rinci begitu, tapi tetap saja kadang aku kesal mendengar jawaban ibu sepanjang itu.

Aku berangkat ke sekolah yang akan aku daftari, dengan ransel di punggung dan satu berkas map berwarna biru ditangan. Aku menuju meja pendaftaran yang padat nya luar biasa. Aku memang berangkat sendiri untuk mendaftar tanpa ditemani ayah dan ibu ku, atau pun teman-teman ku yang juga mendaftar di sekolah ini.

Seminggu kemudian, pengumuman siswa baru keluar dan nama ku tertulis disana. Perasaan ku biasa saja, karena sekolah ini juga bukan sekolah yang benar-benar ku inginkan. Aku mendaftar disini hanya karena alasan jaraknya yang dekat. Setelah ku telusuri nama-nama yang lolos, aku menemukan beberapa teman SMP ku yang juga lolos disini. Mata ku tiba-tiba terfokus pada satu nama yang juga ada di pengumuman itu. Hah, dia mendaftar disini juga "gumam ku. Seketika ada secercah rasa senang yang tiba-tiba menghampiri ku saat itu. Dia adalah teman satu sekolah ku dari aku berada di bangku Taman kanak-kanak (TK). Dia cowok yang membuat jantung ku berdetak saat melihat atau sekedar hanya mendengar suara nya. Entah kenapa aku senang melihat nama itu juga berada di kertas pengumuman itu.

Masa orientasi siswa telah tiba, sekolah ku ini belum menerapkan MOPD yang harusnya pada tahun ini semua sekolah sudah menerapkan itu. Aku tidak mengerti kenapa sekolah ini begitu, jujur aku tidak peduli saat itu. Hari pertama, aku datang dengan rambut di kuncir 20, memakai tas yang terbuat dari plastik yang di tali dengan serat pohon pisang, dileher tergantung botol susu yang terisi penuh dan kalung yang terbuat dari permen dengan liontin petai, serta kaos kaki yang berbeda warna antara kiri dan kanan. Entah kenapa ini masih saja dilakukan tapi aku masih tidak perduli. Tidak ada yang istimewa hari itu.

Hari kedua tak jauh beda dari hari pertama begitu pun hari ke tiga dan keempat. Hari penutupan MOS kami malah mengenakan hal yang lebih aneh dari hari pertama, kaos kaki berbeda, kalung petai, botol susu beserta isi nya, tas plastik dan papan nama sebesar bahu melekat di leher, tak hanya itu kami disuruh membawa bedak bayi dan lipstik merah, namun sekali lagi aku masih tidak peduli. Menjelang tengah hari, kami di kumpulkan di lapangan dengan barisan sesuai kelompok, aku baris di belakang. Tiba-tiba saja ada beberapa senior yang menghampiri ku dan menyuruh ku untuk baris ke depan dan terdengar pula nama ku yang dipanggil melalui pengeras suara. Aku tidak menurut dan hanya diam mematung tidak menghiraukan karena aku merasa aku tidak melakukan kesalahan, walau pada akhirnya aku tetap maju ke depan karena aku merasa banyak tatapan mata yang mengarah kearah ku.

Rupanya tidak hanya aku melainkan ada beberapa siswa lain juga yang maju ke depan. Kami disuruh memejamkan mata dan disuruh merenungkan mengapa kami berada didepan, lagi-lagi aku tidak peduli dan malah membayangkan hal yang lain. Dukkk, tiba-tiba saja ada sesuatu yang mengenai punggung, kepala, tangan. Mata ku masih tertutup dan tetap berdiri. Selanjutnya, aku merasa ada air yang diguyurkan dari atas kepala ku, terdengar ada yang menyanyikan lagu selamat ulang tahun. Ternyata benda yang di timpakan tadi adalah telur. Itu bukanlah hari ulang tahun ku, namun semua anak yang ulang tahun di bulan itu semuanya di kumpulkan.

Ku buka mata ku perlahan "uhh anyir" gumam ku. Tak sengaja mata ku tertuju pada laki-laki yang berada di barisan depan dan sudah pasti itu berhadapan dengan ku, karena aku masih berada di depan barisan. Dia menatap ku dan melepaskan senyum manis nya itu. Malu, senang, dan gemetaran langsung menghampiri ku tanpa tanda. Tumpuan berdiri ku jadi goyang dan tidak stabil seperti tadi. Tapi tak apa aku merasa senang akan waktu ini.

Suara pengeras suara tiba-tiba mengagetkan ku dan membuatkan pandangannya teralihkan begitunpun dengan ku. "MOS ini sudah berakhir dan kalian resmi jadi siswa disini". Begitulah kata kata yang aku ingat. "mengesalkan" keluhku yang masih tidak terima pandangan nya teralihkan dari ku. Aku pulang dengan baju basah dan anyir dengan berjalan kaki, karena sekolah ku hanya berjarak 100m dari rumahku.

Setibanya di rumah tanpa berfikir panjang aku langsung ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh ku dari bau anyir telur. "untung seragam ini tidak untuk di pakai besok" ucapku seraya membersihkan noda kuning telur yang menempel. Karena bau anyirnya susah hilang aku memutuskan untuk merendam seragam tersebut. Sambil menunggu rendaman, aku memutuskan untuk duduk di meja belajar di temani dengan iringan musik dari playlist handphone ku.

Aku mencoba memutar kembali memori tadi siang ketika penutupan MOS, bukan karena aku suka akan kejutan ulang tahun dari senior-senior itu tapi karena untuk pertama kali nya pandangan kami bertatapan. Senyum itu seketika menjadi kan candu bagi ku. Dan untuk pertama kali nya aku merasa terbius akan sebuah senyuman. 


You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 01, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Lovers are lunaticsWhere stories live. Discover now