~Dekap Sepi~

61 6 0
                                    

Seketika hampa mengunya rasa
Seketika asa berujarkan tanya
Mengapa aku tak seperti mereka
Yang diadili semesta...
***
Bak benalu, diri yang berpangku pada kesunyian.
Terpahat beban luka hadirkan kesedihan yang amat dalam.
Dimana kebahagiaan itu.??
Bagai permanen duka dekapku membatu.
***
Tak kunjung kucicipi manisnya bahagia,,
Bagiku bumi bagai penjara
Perkara yang tercipta hanyalah lara
Begitu indraku menyaksikannya.
***
Tiada cinta hingga mencita,,
Tanpa kasih tiada sayang..
Handai tolan pun jauh dari pandangan,,
Aku...
"Terasing Jauh"...

Tondano, maret 2018
(Sajak dalam hening malam)

Ini kisahku. Rey.
"Bagiku hidup hanyalah rekayasa tentang duka yang terus berkesinambungan. tak ada nilai kebahagiaan yang dapat kubayar. Semua terjadi sebagaimana yang telah kutafsirkan, lara, dan duka. Tak pernah meleset, Semua benar adanya. itulah yang selalu kutemui dalam hidupku."

Aku adalah pria dewasa berumuran 19 Tahun. Aku kuliah disalah satu Universitas Negeri di Sulawesi Utara, tepatnya Universitas Negeri Manado (UNIMA) yang berada di Tondano. Harapanku nantinya untuk bisa bekerja di Bank Indonesia memutuskanku mengambil jurusan Akuntansi di Fakultas Ekonomi.

Pertengahan tahun 2017 dengan status Mahasiswa, aku memulai kehidupan baruku yang jauh dari rumah, jauh dari Bunda, adik dan Ayah tiriku.
***
Iya. Keluarga kami mengalami kehancuran saat aku berusia 16 Tahun.
Cerainya Ayah dan Bunda sempat membuatku frustasi dan mengasingkan diri.
Aku tak pernah menduga sebelumnya sifat Ayah yang begitu dingin ternyata menyembunyikan kebohongan.

Ayahku adalah seorang sopir mobil pick up angkutan barang.
Ayah sering jarang pulang, jadwal ayah kerumah biasanya sebulan sekali dengan alasan pekerjaan. Sikap Bunda yang selalu percaya dengan kata ayah akhirnya menghadirkan luka yang pahit untuk ditelan.
Tepat Tahun 2013 saat aku baru menginjak pendidikan SMA semua kebohongan Ayah terbongkar, ternyata Ayah mempunyai keluarga lain diluar sana yang telah sepuluh tahun lamanya dia sembunyikan. Semua disaksikan Bunda dengan mata kepalanya sendiri. Bunda pergi kerumah istri kedua Ayah ketika dikabarkan oleh anak buah Ayah yang sempat kasihan melihat penderitaan Bunda.

Aroma Perceraian mulai tercium hingga muncul didepan mata. Waktu itu, saat dimana aku harus menerima kenyataan, saat aku harus merelakan sebuah perpisahan yang sangat tidak aku inginkan. Garis waktu yang terus menuntun pada lorong takdir semakin menyudutkanku, Aku tak tahu harus berbuat apa.
Blank... Fungsi otakku pun cacat untuk memaknai. Terlebih lagi saat melihat tangisan ibu yang tak kunjung berhenti.
"Beginikah rasanya?" Tanyaku dalam diam. Asaku seakan menggeleng tak mau menerimanya. Tapi apa hendak dikata saat bibir tak mampu untuk berucap.?
"Ya, perpisahan ini memang semestinya terjadi" ujarku sembari menelan pahit.
Sakit... perih... saat itu tak ada ukurannya.

"Perpisahan memang sulit tuk diprediksi, meskipun bisa... tak ada yang mau memprediksi sesuatu yang jelas menyakitkan"
***

Demikian Kujalani kisah dalam dekap sepi, membawaku menuju lorong tak beraturan, bersama bayang-bayang yang mengantarku ke Persimpangan malam yang paling kelam, tak bersuara dan tak sedikitpun menyakiti

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 20, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PERSIMPANGAN MALAM (RAHASIA DIBALIK SEPI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang