Paham? -part 1

18 1 2
                                    

Siang itu sangat terik. Semua siswa waktunya berbahagia mendengar bel istirahat. Makan di kantin, main basket, ke perpustakaan, dan hanya duduk di kelas. Tinggal pilih, kegiatan mana yang akan dilakukan pada saat istirahat.

Gadis cantik dengan rambut terurai hanya tertunduk di bangku kelas. Waktu untuk menikmati jam istirahatnya, dirasa lenyap. Kedua telapak tangannya ia kepalkan diatas paha, air matanya menetes perlahan, menandakan ia sedang merasa terpuruk untuk keadaan yang sama sekali tak ia inginkan.

"Kreeekkkk..." Terdengar suara seseorang membuka pintu kelas.

Melihat seorang gadis yang terisak di dalam kelas tersebut, orang yang membuka pintu tadi dengan cepat menghampirinya.

"Lo kenapa ay?" Tanya pria yang membuka pintu tadi. Dari raut wajahnya, ia terlihat sangat cemas. Pria maskulin dengan tampilan sedikit acak-acakan. Baju putih ia keluarkan dan sama sekali tak pernah memakai dasi sekolah. Devian Alzelvin.

Gadis itu hanya menggelengkan kepalanya. Jangankan ingin menjawab pertanyaan dev, untuk sepatah kata pun rasanya tak dapat ia ucapkan. Terlalu sesak karena terisak.

"Ayraaa... kenapa?" Tanya dev lagi dengan sangat hati-hati. Sesekali ia mengelus rambut sahabatnya tersebut, Syabila Ayra.

Ayra tetap menggelengkan kepalanya. kepalan tangannya semakin erat, air matanya tetap mengalir dan membasahi sedikit bagian rok abu-nya.

Sesekali dev mengusap air matanya, menyibakkan rambutnya yang menutupi wajah. Dev melihat ada tupperware makanan di hadapan ayra. Iya, kini ia tau apa yang menjadi alasan dari tangisan ayra.

"Bentar ay, gue keluar dulu. Pas gue kesini lagi, lo harus udah berhenti nangis" Ujar dev lalu bergegas keluar kelas meninggalkan ayra yang masih terisak.

Perpustakaan,
Tempat yang akan dev tuju.

Ia mengitari seisi perpus hanya untuk mencari sahabatnya yang biasa diam di perpustakaan ketika jam istirahat, Andreas Grissham.

Benar saja, andreas sedang duduk dengan beberapa buku di hadapannya yang akan ia baca. Anak pintar itu, selalu fokus tanpa memperhatikan sekitar ketika sedang asyik membaca buku.

Dev mengambil satu buku dari rak buku perpustakaan, ia berjalan menghampiri andreas yang sama sekali tak menyadari keberadaan dev di hadapannya.

"BUGGGG...." Buku yang digenggam dev berhasil mendarat di kepala andreas. Benar, dev melemparnya cukup keras.

"Aww.. apaan sih lo dev? Sakit kepala gue. Buku tuh dibaca bukan dilempar!" Andreas sedikit kesal melihat kelakuan sahabatnya yang tak pernah berubah. Ia pikir, dev sedang jahil seperti biasanya. ternyata, tidak..

"LO YANG APA-APAAN? LO NGERTI NGEHARGAIN ORANGLAIN GAK SIH HAH? BUKAN CUMA BUKU DOANG YANG LO BACA, PERASAAN ORANGLAIN JUGA MESTI LO BACA. GAK USAH BACOT DOANG MASALAH BUKU. KALO LO GAK BISA BIKIN AYRA KETAWA, SEENGGAKNYA GAK USAH BIKIN DIA NANGIS. PAHAM LO?!" Suara itu sangat lantang. Wajah dev memerah pertanda sangat kesal. Nada bicaranya tak seperti biasanya, cukup membuat andreas tercengang. Tanpa mendengar penjelasan dari andreas, dev segera pergi dari perpustakaan. Seakan, muak melihat wajah sahabatnya sendiri.

Andreas hanya diam, mencoba memahami semua perkataan dev. Tapi, tak bisa.

Dev mencoba meredam amarahnya, melangkahkan kaki kembali menuju kelas ayra. Berharap, ayra sudah berhenti nangis ketika ia menghampirinya.
Tidak, tangisnya belum usai. Isak itu masih ada, karena tak sekali kejadian itu menimpanya.

"Ayra, gue bilang apa tadi? berhenti nangisnya" Masih dengan nada lembut, dev berusaha menenangkan ayra. "Sini-sini gue abisin makanannya" Dev meraih tupperware warna merah di hadapannya. Milik ayra yang seharusnya diberikan kepada andreas.

Please, See Me.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang