17. Pedang Pora

4.9K 359 0
                                    

Sepulang dari makam Ibu dan Mbah Gus, Rasmi pergi ke Pasar Bringharjo untuk menemui Endah.

"Ndah, besok Mas Abdil mau kesini.."

"ngelamar kamu?"

Endah yang sedang sibuk dengan souvenir ditokonya tidak begitu menghiraukan Rasmi.

"Iyo Ndah.."

Endah terdiam sejenak. Kemudian memeluk Rasmi dan melupakan souvenir-souvenir itu.

"HUWAAA!! SELAMAT YO MI!!! AKHIRNYA!!"

Mereka berpelukan kemudian melompat-lompat kecil.

"IYO NDAH!!"

Rasmi tiba-tiba teringat sesuatu, menjadikan wajahnya kembali masam.

"kenapa toh? Kok lesu? ndak seneng mau nikah sama Mas Abdil sing paling tampan, mapan dan dermawan?"

"Mas Abdil besok mau ngajak aku kerumah Bapak.. aku ndak mau Ndah! Tapi tetep dipaksa untuk ikut!"

"lho, piye toh? Kamu iki perempuan, Mi. Harus didampingi wali saat menikah, dalam hal ini yo Bapakmu! Apalagi dia masih ada, ya wajib menjadi wali nikahmu!"

Rasmi menghela nafasnya. Kenapa dia harus kembali kepada orang yang sangat ia benci? Seakan mengemis restu kepada orang yang selama ini sudah meludahi dan menginjak-injak harga diri Ibu dan dirinya.

Sekitar pukul sepuluh pagi, Abdil dan Rasmi sudah berada dalam perjalanan menuju Bantul. Didalam mobil, Rasmi hanya terdiam mecoba mereda api amarah yang bergejolak didalam hatinya.

Wajahnya ditekuk, kedua ujung alisnya hampir bertemu. Suasana hatinya seperti hujan badai dengan ribuan petir menghantam.

Abdil tahu Rasmi sedang marah karena diajak kerumah Bapaknya yang dulu telah sengaja meninggalkannya juga Ibunya.

"Mi?"

"hmm?!"

"Marah ya? Sama Mas?"

"Ndak tau!"

"Terus kenapa? Daritadi Mas perhatiin kamu bete banget."

"Kamu kan udah tau Mas! Kalau aku ndak mau ketemu Bapak!" Sudah ku duga kamu akan marah, Mi. Abdil berkata dalam hati sambil menghela nafasnya.

"Bukan seperti ini, membalas kejahatan orang lain. Untukmu, dia bukan orang lain.. dia itu Bapakmu mau bagaimanapun dan sampai kapanpun dia itu tetap Bapakmu.

Bahkan pada batu nisan, namanya akan tertulis bersama namamu. Semua orang pernah terluka dan kecewa, tapi tidak banyak Mi.. yang bisa sembuh, berani menghadapi rasa terluka itu dan bangkit dari rasa kecewa.

Semua orang pasti pernah buntu, tidak dapat berpikir jernih dan baru sadar kesalahan yang mereka lakukan diujung waktu. Begitu juga Bapakmu Mi..

Coba bayangkan, betapa perih penyesalan Bapakmu setelah meninggalkan cinta pertamanya yaitu Ibumu dan buah hatinya, ketimbang rasa kecewamu itu?"

Rasmi tenggelam dalam perkataan Abdil. Kata-kata itu jatuh kedasar jiwanya dan sebuah rasa lega mulai mengisi relung-relung jiwanya. Amarah itu mulai padam sekarang.

Sesampainya di Bantul, mereka segera menuju rumah Bapaknya Rasmi. Alamat yang diberikan oleh Mbok Ajeng hanya berupa nama jalan, mereka harus bertanya dengan beberapa orang sebelum akhirnya sampai dirumah Bapaknya Rasmi.

Akhirnya, setelah hampir setengah jam bertanya dan mencari mereka sampai. Setelah turun dari mobil, Abdil merangkul pundak Rasmi membimbingnya melangkah dan berdamai dengan Bapak kandungnya.

Kota Jogja Saat Pesiar (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang