18. Gelisah

4.7K 363 9
                                    

Genap setahun setelah pernikahan. Bahkan setelah menikah, seringkali Rasmi dan Abdil tidak bertemu. Memang sudah tugasnya, kata Rasmi saat ada orang yang bertanya kenapa mau menjadi istri tentara yang selalu ditinggal-tinggal.

Mereka mendiami rumah dinas di Bogor, namun produksi batik di Jogja tetap berjalan. Mas Mono dipercaya oleh Rasmi untuk menjadi manajer pabrik batik.

Walaupun pendiam, Mas Mono adalah karyawan paling gesit dan cekatan dalam bekerja. Tidak hanya itu, Mas Mono ternyata orangnya sangat detail apalagi dalam hal produksi.

Karena itulah, Rasmi memilih Mas Mono untuk membantunya menjalankan pabrik batik saat ia tidak ada di Jogja.

Sudah setahun pernikahan, sayangnya mereka belum kunjung dikarunai seorang anak. Berbagai macam intruksi Dokter serta promil mereka jalani demi memiliki momongan.

Rasmi terkadang merasa sedih, malu dan takut Abdil akan meninggalkannya karena belum dapat memberikannya keturunan. Namun Abdil dengan sabar selalu memberi semangat positif untuk Rasmi agar jangan terlalu khawatir.

“nanti kalau sudah waktunya, pasti kita diberikan momongan oleh Yang Maha Kuasa. Ikhtiar, sedang kita lakukan.. serahkan saja semua kepada Allah. Kita sama-sama berdo’a ya, sayang.”

Setiap malam minggu, mereka selalu pergi berkencan. Walaupun hanya sekedar mengobrol sambil melihat langit malam, mereka sangat menyukai kegiatan rutin itu.

Kerinduan yang sering mereka rasakan karena terpisah demi menjalankan tugas, seperti terbayar dengan waktu berdua, bersenda gurau dan mengobrol sampai larut malam. Namun saat itu, Rasmi tidur lebih cepat setelah pulang dari acara Indonesia Fashion Week di Jakarta sebagai undangan.

“sayang..”

Abdil berbisik lembut ditelinga Rasmi.

“sayang, opo kowe krungu.. jerite atiku..”

Rasmi menutup kepalanya dengan guling.

“sayangku.. wooo u woo u woo dengarkan lah, isi hatiku..”

Abdil kemudian memeluk Rasmi dari belakang.

“udah waktunya kita pacaran nih! ayo kita jalan!!”

"Jalan? Emoh, capek!"

"Di gendong deh, mau? Tak gendong, kemana-manaa" Abdil menggendong Rasmi dibelakang dan berjalan mengelilingi ruang tamu.

"Hahahah mending dalan kaki Mas!"

Malam itu bulan berbentuk bulat sempurna. Cahayanya begitu terang. Bintang-gemintang berkedip manis menyaksikan dua cinta tengah menyambung rindu.

Jalanan malam itu tidak ramai, karena jam sudah menunjukan pukul 1 dini hari. Mereka menuju penjual susu jahe langganan mereka ditengah kota Bogor.

Sambil duduk di trotoar, mereka saling bercanda dan membicarakan banyak hal.

"Sayang, kenapa bulan bentuknya bulat?"

"Kenapa?"

"Soalnya kalo bentuknya love, jadi kamu.. hehe"

"Receh ah! Nih aku juga punya tebak-tebakan. Siapa artis yang selalu nanya 'aku cantik enggak?' Hayo tebak!"

"Artis iklan kosmetik?"

"Salah! Nyerah ya?"

"Enggak! Mas enggak bakal nyerah buat dapetin hati kamu!" Abdil mendekatkan wajahnya ke wajah Rasmi. Rasmi mendorong Abdil dengan kedua tangannya.

"Mas! Maen nyosor-nyosor! Kita lagi dipinggir jalan, bukan dirumah!" Abdil tertawa dan mencubit hidung Rasmi.

"Sakit! Kebiasaan ah!" Rasmi memukul Abdil kesal.

Kota Jogja Saat Pesiar (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang