Watty error?
Typo?
***
Nabila menaiki tangga dengan langkah pelan dan bergetar. Air matanya masih membekas tapi dia sudah berhenti menangis sejak Bram menyatakan pembelaannya pada sang nenek. Jeals Nabila merasa semakin tidak berdaya ketika Bram suaminya itu membela habis-habisan dirinya yang tidak sebaik yang dipikirkan. Dia hopeless dan useless. Dalam hati apa yang sudah dia lakukan dimasa lalu sehingga mempunyai suami seperti itu. Membuat hatinya hancur sekaligus menghangat dibuatnya.
Karena tak tahu Bram keluar kemana, dia kembali ke kamar. Menyelimuti diri sendiri yang kedinginan dan tiba-tiba air matanya jatuh lagi. Dia sudah banyak melakukan kesalahan, tidak bisa membahagiakan orang-orang yang Nabila cintai, dan lucunya dia meminta berpisah kepada Bram. Wanita itu sadar, seharusnya Bram tidak mempertahankan Nabila didepan neneknya karena sebetulnya akhir-akhir ini dia adalah seseorang yang paling egois. Nabila sadar kalau ternyata Bram juga berduka atas kehilangan anaknya. Sedih melihat kondisinya yang tidak kunjung mengikhlaskan, dan mungkin sekarang semakin sakit hati karena Nabila merong-rongnya untuk bercerai.
Nabila terisak, menangis menyadari kebodohannya sendiri. Kebodohan yang dia ciptakan dengan menjauh dari orang-orang. Menutup dirinya sendiri dari suaminya. Yang seharusnya beban mereka dipikul bersama supaya tidak berat. Sampai dia lelah sendiri dan jatuh tertidur dengan menggumam nama Bram.
Setelah dirasa otaknya sudah cukup jernih dan dingin, Bram yang semula keluar ke halaman depan untuk meredakan emosinya memutuskan untuk kembali ke kamar. Sang nenek sepertinya sudah masuk ke kamar setelah perang kata-kata tadi. Jadi Bram menghela nafas letih dan masuk ke kamar. Istrinya masih pulas. Dia berbaring dan memilih terlentang menghadap langit-langit. Penghinaan neneknya yang ia terima tadi masih terngiang-ngiang di pikirannya. Selepas ini Bram yakin, hubungan mereka tidak akan sama lagi. Dia juga harus menjaga jarak dari Oma karena dia tahu, Oma tidak akan pernah menerima istrinya.
Terdengar isakan samar membuat Bram menoleh. Dia sedikit menengok Nabila yang tertidur sambil menangis. Seperti masuk ke dalam mimpi buruk lagi. Pemandangan ini sudah biasa bagi Bram lihat semenjak anaknya meninggal. Hati Bram lelah sekali dan juga sedih. Jadi dia memeluk Nabila dari belakang. Menenangkan yang sedang tidur supaya isakannya reda. Bahkan tidur saja Nabila menangis. Dia sama sekali tidak bisa nyenyak. Bram mencium aroma tubuh Nabila banyak-banyak karena dia merindukan sekali wanita ini. Sudah beberapa minggu mereka pisah ranjang dan Nabila menghindari dirinya. Sehingga Bram hanya memeluk tubuh kecil itu untuk penghantar dirinya tidur.
***
Bram membuka pintu kamar berwarna putih dan tertegun ditempatnya. Melihat kamar yang sudah ia siapkan beberapa bulan lalu tapi kamar itu belum pernah ditempati. Karena calon penghuninya lebih dulu pergi. Kamar yang didominasi warna kuning cerah layaknya sinar matahari, penuh dengan gambar-gambar kartun maupun bungaa-bunga, ada box tidur, sekotak mainan yang entah berguna atau tidak, dan beberapa macam boneka dipajang dilemari. Bram mengambil satu yang berbentuk beruang kecil dan duduk disofa kamar tersebut. Menyentuh si beruang dengan mata berkaca-kaca.
Tanpa tahu kalau sejak kepulangan mereka, Nabila melihat Bram yang lebih murung daripada biasanya. Dia lebih banyak diam dan hanya mengajak ngobrol sepentingnya saja dengan Nabila. Nabila sangat tahu apa yang membuat suaminya itu berubah. Mungkin Bram ragu dengan rumah tangganya kali ini. Dan mungkin sedikit banyak omongan sang omma mempengaruhinya hingga Bram tidak tahu harus bagaimana.
Dia ikut menghampiri kamar itu dan melihat tangan Bram bergetar mengelus bulu-bulu beruang. Ada lubang menganga yang terasa perih ketika Nabila melihat Bram secara tidak sengaja menunjukan kalau suaminya itu juga sangat bersedih. Nabila datang dan berlutut dihadapan Bram yang tidak menangis tapi matanya memerah. Dia terkejut melihat Nabila yang memasang eskpresi penyesalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECTLY IMPERFECT
RomansaSummary Ketika sang Mama sudah mendesak beberapa kali supaya Bram segera membawa calon istri, Bram harus kebingungan mencari wanita yang benar-benar nyata untuk dijadikan pendamping hidup lelaki itu sekali seumur hidup. Ia harus melihat bibit, bebet...