T

529 56 31
                                    

"Bagaimana cara agar adikku selalu bahagia?"

Park Leeteuk

How?

Tak ada hal yang lebih membahagiakan untuk Park Leeteuk selain kebahagiaan kedua adiknya. Tawa mereka adalah kesenangan baginya dan senyum merekah mereka adalah suntikan semangat yang senantiasa membara.

Leeteuk rela melakukan apapun untuk kedua adiknya. Mulai dari pengorbanan kecil hingga penukaran nyawa jika diperlukan.

"Hyungie, ayo bermain." tarikan pada tangannya disertai rengekan manja itu membuat Leeteuk terkekeh. Tangannya sontak mengusuk rambut adik terkecilnya yang selalu menggemaskan meski sudah memasuki usia remaja.

"Henry mau main apa? Sudah bosan bersama Siwonie hyung?" tanyanya kemudian.

"Apa, ya?" Henry memasang pose berpikir sengan seriusnya. Padahal isi otaknya bisa jadi hanya kosong mengingat bagaimana lemahnya pemikiran bocah itu.

"Henry-ya, Leeteuk hyung baru pulang. Lanjut main sama hyung saja, ne." Park Siwon yang baru bergabung mencoba membujuk bungsunya dengan lembut dan sepelan mungkin mengingat bocah itu memang tak bisa disentak. Sama seperti Leeteuk, Siwon juga sangat mengerti bagaimana keadaan Henry.

"Gwenchana, Siwonie. Sudah biasa seperti ini, kan?" jika boleh jujur, Leeteuk sangat lelah. Sekujur tubuhnya terasa sakit dan lemas karena seharian beraktifitas. Belum lagi masalah-masalah di kantor yang datang silih berganti akhir-akhir ini sukses membuat kepalanya memusing.

"Hyungie, Henry mau belajar bahasa gris gris."

Leeteuk menautkan alis. Tak mengerti maksud ucapan Henry.

"Bahasa Inggris, Hyung," sahut Siwon memberi penjelasan.

Cukup terkejut mendengarnya, tetapi Leeteuk berusaha untuk bersikap antusias. "Ayo ke kamar."

"Hyung yakin?" tanya Siwon sedikit berbisik.

"Aku bisa mengatasinya." Leeteuk membalas yakin dan setelahnya dia beranjak mengejar Henry yang sudah naik ke lantai dua.

Dan di sinilah Leeteuk sekarang. Sebuah kamar tidur dengan dekorasi boneka dan gambar bus-bus kecil yang berwarna-warni. Tayo dan kawan-kawan. Begitu Henry menyebutnya. Jika pertama kali masuk, mungkin orang akan terheran-heran mengingat pemiliknya yang sudah berusia 15 tahun. Tapi bagi Leeteuk dan Siwon, hal itu sudah sangat biasa mengingat adik bungsu mereka adalah seorang pengidap retardasi mental.

"Seongsaengnim bilang ini 'guk', Hyung." Henry berucap dengan bangga sembari menunjukkan gambar tumpukan buku yang merupakan hasil karyanya. Semua orang memang harus mengakui kalau bocah itu memiliki bakat menggambar yang kental.

"Itu 'book', Henry. 'Book'," balas Leeteuk dengan sabar.

Henry memiringkan kepalanya ke kanan dan ke kekiri. "Bacanya baek, Hyung. Atau...." bocah itu tampak berpikir keras. Mengingat apa yang pernah dihapalnya berulang-ulang meski selalu gagal. "Kook?"

Jika kebahagiaan adiknya adalah kebahagiaan bagi Leeteuk, maka kegagalan dan kelainan adiknya adalah kegagalan dan kesedihan untuknya. Leeteuk selalu merasa gagal saat mendapati adik bungsunya kesusahan dalam mengingat dan mengerjakan sesuatu. Ketidakberdayaannya untuk merubah takdir buruk yang menimpa Henry selalu membuatnya ingin menangis. Satu hal yang paling Leeteuk inginkan adalah kenormalan Henry yang seperti suatu kemustahilan.

How? (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang