Kepergian sabrina

19 5 11
                                    

Tring...tring...
Andin yang sedang memainkan gitarnya segera mengambil handphonenya yang berada di meja belajar.

"Halo sab?" Sapa andin. Tetapi yang disapa disebrang sana hanya diam dengan sesekali terdengar suara tangisan.

"Halo sab ada apa? loe nangis? Sab... halo...?" Andin mulai panik karena disebrang telepon sabrina tetap tidak menjawab panggilan andin.

"Loe kenapa? Gue sekarang kesana ok,loe dimana? Sab? Loe dirumahkan?" Andin pun segera pergi keluar kamarnya setelah mengambil kunci mobil tanpa mematikan sambungan telponnya.

"Gu-gue di rumah din..." akhirnya yang ditanya pun menjawab,suaranya lemah sambil sesekali terdengar suara sesenggukan habis menangis.

"Oke gue segera kesana" andin yang sudah berada didalam mobil pun segera menyalakan mobilnya menuju rumah sabrina.

Setelah dua puluh menit perjalanan akhirnya andin sampai dirumah sabrina. Andin pun mengetuk pintu rumah sabrina,tak lama kemudian muncullah bi noneng pembantu sabrina.

"Eh non andin, silahkan masuk non!" Bi noneng yang sudah kenal dengan andin yang merupakan sepupu sabrina pun membuka pintu dan mempersilahkan Andin masuk.

"Sabrina mana bi?" Tanya andin dengan panik.

"Non sabrina ada dikamarnya non, dari kemarin malam gak keluar katanya sih pengen istirahat non" jelas bi noneng.

"SIAL..." Andin pun segera berlari menuju kamar sabrina yang berada dilantai dua, bi noneng yang bingung dengan tingkah laku andin pun segera mengikuti Andin.
"Bri loe didalemkan? Buka pintunya bri!" Andin mengetuk-ngetuk pintu kamar sabrina yang ternyata dikunci sambil berteriak memanggil sabrina.

"Non ada apa non?" Tanya bi noneng yang panik dengan keadaan majikannya.

Andin tidak menjawab pertanyaan bi noneng, dan malah menyuruh bi noneng untuk mengambil kunci duplikat kamar sabrina. Bi noneng pun tidak bertanya lagi dan langsung mengambil kunci duplikat kamar sabrina.

Setelah andin berhasil membuka pintu kamar sabrina, betapa terkejutnya andin dan bi noneng dengan keadaan sabrina. Yang berada dibawah tempat tidur dan bersandar di samping tempat tidurnya. Tangan sabrina penuh darah dan ada luka sayatan di pergelangan tangannya.

"Andin..." panggil sabrina dengan suara lemahnya sambil tersenyum tipis. Andin dan bi noneng pun segera menghampiri sabrina dengan panik.

"Loe apa-apaan bri? Kenapa loe lakuin ini?" Andin memegang tubuh sabrina untuk bersandar pada andin.

"Loe dateng din..." ucap sabrina dengan suara lemahnya.

"Bi cepet panggil mang deni kita bawa sabrina kerumah sakit, cepet bi!" Bi noneng pun segera memanggil mang deni yang merupakan supir pribadi keluarga sabrina, tak lama kemudian mang deni pun datang. Mereka pun membawa sabrina kemobil andin dan segera menuju rumah sakit.

Sesampainya dirumah sakit sabrina pun segera ditangani oleh para medis sementara andin langsung menghubungi orang tua sabrina yang diketahui andin dari bi noneng sedang bekerja. Orangtua sabrina adalah pengusaha di bidang properti. Selang 30 menit akhirnya orang tua sabrina pun datang.

"Dimana kak brina dek?" Tanya ibu sabrina, dengan panik kepada andin.

"Masih didalam ruang ICU tan..." Andin menjawab dengan suara lemah sambil menahan tangisnya yang akan keluar lagi.

"Kenapa bisa kaya gini dek? Apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya ayah sabrina yang baru datang. Andin hanya bisa menggeleng lemah kepada omnya itu.

Tak lama kemudian dokter yang menangani sabrina pun keluar, dan menghampiri keluarga sabrina dengan wajah yang menampilkan kepasrahan.

"Maaf kami sudah berusaha dengan sebisa kami tetapi darah yang keluar sangat banyak sekali, saya harap kalian bisa sabar ya. Sebaiknya kalian bisa mengikhlaskan apabila sabrina tidak bisa selamat" jelas dokter tomi, orang tua sabrina dan andin yang mendengar penjelasan dokter pun mulai menangis.

"Apa ada yang namanya andin diantara kalian?" Tanya dokter tomi, yang di jawab oleh acungan tangan oleh andin.

"Sabrina ingin bertemu dengan anda" dokter pun mempersilahkan Andin untuk masuk keruangan sabrina. Andin pun menghampiri sabrina dan duduk di kursi dekat ranjang sabrina.

"Hei..." sabrina menyapa Andin dengan senyum manisnya. Andin bisa melihat betapa pucatnya wajah sabrina, melihat hal itu andin pun mulai menangis kembali.

"Hei, manis kenapa nangis? Aku baik-baik aja ko" sabrina mengangkat tangannya untuk menghapus air mata andin, tetapi andin segera menahan tangan sabrina dan mulai memegangnya erat.

"Kenapa loe lakuin ini semua kak?" Tanya andin yang mulai bisa menahan tangisnya. Sabrina tersenyum kembali kearah andin.

"Dengerin gue ya, waktu gue udah gak banyak lagi. Gue pengen loe dengerin nasihat kakak loe ini,  jangan pernah loe percaya sama yang namanya laki-laki. Loe tau mereka cuma manis dimulut aja tetapi pada kenyataannya mereka semua sama tukang mainin cewek. Loe harus jaga diri loe jangan sampe terjebak sama yang namanya cowok brengsek,loe harus nyari cowok yang baik,setia,cinta dan sayang sama loe dan tentunya nerima loe apa-adanya" ucap sabrina dengan lemah,tangannya kini mulai mengelus perutnya,andin hanya mendengarkan dan melihat semua tingkah laku sabrina sambil mengerutkan keningnya bingung.

"Gue pengen pulang dek sambil bawa anak gue ini" sabrina menunjuk perutnya yang rata, andin yang mendengar pengakuan sabrina pun membulatkan matanya dan membuka mulutnya kaget.

"Maksud loe apa kak?" Tanya andin tidak percaya.

"Gue hamil dek" sabrina mulai mengelus kembali perutnya "Gue hamil anaknya panji, katanya dia mau tanggung jawab tapi kemarin malam gue liat dia sama cewek lagi berciuman di rumahnya. Gue bener-bener ancur dek,dia ngehianatin gue. Dia tega boongin gue" sabrina pun mulai menangis sementara andin hanya bisa menundukkan kepalanya dengan air mata yang terus mengalir mencerna semua perkataan sabrina.

Tak lama kemudian mesin yang mendeteksi jantung sabrina berbunyi nyaring,andin pun segera mendongakan kepalanya dan melihat sabrina dengan napas tersengal. Andin segera keluar ruangan untuk memanggil dokter. Dokter pun segera masuk didampingi beberapa suster. Orangtua sabrina yang melihat hal tersebut segera menghampiri ruangan sabrina memaksa ingin masuk tetapi ditahan oleh suster.

Tak lama kemudian dokter pun keluar dengan wajah menunduk dan lesu. Lalu memberitahukan bahwa sabrina sudah meninggal dunia. Andin hanya terduduk lemas di lantai dengan pandangan kosong sedangkan orang tua sabrina menangis histeris, kedua pembantu sabrina hanya bisa menenangkan Andin dan kedua orangtua sabrina.

*****


Sabrina sudah dimakamkan tetapi andin enggan beranjak dari pusaran sepupunya yang sudah dianggap kakak kandungnya itu. Andin terus menangis dipusaran sabrina sedangkan orang tua sabrina dan orang tua andin hanya bisa pasrah pada andin yang tidak ingin beranjak dari pusaran sabrina.

"Kak Biarkanlah Andin beberapa saat disini, kita tunggu saja dimobil" ucap mamanya Andin,mereka pun pergi menuju mobilnya. Tak lama kemudian datang seorang laki-laki tinggi,berbadan atletis terlihat dari kemeja yang mencetak otot tubuhnya, dengan perawakan indonesia-bule sangat manis dan tampan. Menghampiri pusaran sabrina dan andin dengan menangis sesenggukan.

Andin yang menyadari kedatangan seseorang yang dikenalnya itu pun segera mendongakkan kepalanya. Wajah andin menampilkan ekspresi marah dan bencinya.

"Ngapain loe kesini hah?" Andin bertanya dengan nada marahnya. Yang ditanya tidak menjawab, dan malah terus menangis sambil menundukkan kepalanya. Melihat Hal itu membuat andin semakin marah.

"NGAPAIN LOE KESINI PANJI? LIHAT AKIBAT PERBUATAN LOE,PUAS LOE SEKARANG PUAS LOE HAH PUAS. BAJINGAN LOE PANJI LOE UDAH BUNUH KAKAK GUE..." Andin mendorong tubuh panji dan memukul-mukul dada panji sedangkan panji tidak melawan hanya bisa menangis, ayah andin yang melihat hal itu pun segera menghampiri andin lalu menenangkan dan membawa andin munuju mobil, dan andin pun dibawa pulang meninggalkan panji yang masih menangis di pusaran sabrina.

"Sayang kenapa kamu ninggalin aku?" Ucap panji dengan nada lemah sambil terus menangis.

Melodi kisah andin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang