"Kamu kenapa, sih?" tanya Karin kesal.
"Lho, kenapa?" sahut Arya. "Ada yang salah dengan sikapku?"
"Memangnya kamu nggak bisa bersikap ramah dan sopan? Evan itu temanku."
"Teman? Yakin cuma teman? Kok, aku merasa lebih dari itu?"
"Cukup, Mas!" bentak Karin. "Aku capek bertengkar terus."
"Oke, sayang. Aku minta maaf," bujuk Arya.
Arya mendekat bermaksud merangkulnya namun Karin menghindar. "Aku mau istirahat." Ia lalu melangkah masuk ke dalam hotel meninggalkan Arya sendirian.
Di dalam kamar hotel, Karin merenungi keputusannya kembali bersama Arya. Dan kini ia mulai meragukan keputusannya itu. Seharusnya kini ia merasa bahagia setelah menemukan kembali cinta impiannya, cinta Arya yang dahulu begitu ia idam-idamkan, tapi mengapa kini hatinya terasa hampa? Jangan-jangan bukan cinta Arya yang selama ini ia cari tapi cinta Evan! Cinta yang menyayangi dan melindungi, bukan cinta menggebu-gebu bertabur rayuan dan janji manis yang terkadang membuatnya merasa seperti kehabisan napas. Karin merebahkan tubuhnya di atas ranjang, ia tak tahu harus melakukan apa.
Upi! Ya, aku harus menghubungi Upi.
"Karin!"
"Upi! Tolong aku!"
"Kamu kenapa?"
"Arya, Pi. Dia nyusulin aku ke sini."
"Apa? Pantesan sejak kemarin dia nggak keliatan di kantor. Eh, tapi ada urusan apa dia ke NTT?"
"Dia minta aku kembali padanya."
"Waaa... So sweet banget! Kamu meleleh dong, Rin?"
"Nggak, aku malah nyesel."
"Lho, kok? Rin, kayaknya kamu musti periksa ke psikolog, deh. Aku khawatir kamu benar-benar sakit jiwa sekarang."
"Upiiiiii! Jangan becanda, dong."
"Oke oke, sorry. Abis kamu aneh, sih! Bukannya Arya itu cinta impian kamu? Kemarin kamu malah mau resign hanya gara-gara kalian putus."
"Aku nggak mencintai Arya."
"Kok, bisa?"
"Aku menemukan cinta yang lain."
"Hah? Kamu punya cowok baru?"
"Nyaris. Masalahnya aku terlanjur menerima Arya."
"Dia udah nembak kamu?"
"Belum. Tapi aku yakin dia juga punya perasaan yang sama. Aku harus gimana, Pi?"
"Bentar, aku mikir dulu."
Karin merebahkan tubuhnya di atas ranjang, memberi kesempatan Upi untuk berpikir. Ia mahfum kalau sahabatnya itu selalu berpikir masak-masak sebelum mengambil setiap keputusan, berbeda dengan dirinya yang kerap bersikap impulsif tanpa pikir panjang. Namun perbedaan itu pula yang membuat persahabatan keduanya awet hingga kini. Mereka saling mengisi.
"Kamu harus mengikuti kata hatimu, Rin."
"Maksudmu aku harus menerima Evan?"
"Iya, cowok baru kamu itu! Menurutku kalau dia sampai bisa membuatmu melupakan Arya, eh bukan, malah menolak Arya itu artinya dia benar cinta sejatimu!"
"Iya juga, ya, Pi!"
"Jadi aku harus putusin Arya?"
"Bagus, kan? Ini sesuai rencana kita, kamu akhirnya ketemu jodoh anak backpacker, lelaki macho dan pemberani seperti komodo."
Karin terdiam. Apa betul kemachoan Evan yang telah memikat hatinya? Karin sendiri tak tahu hal apa dari diri lelaki itu yang membuatnya jatuh hati. Yang jelas ia tak mau kehilangan Evan dan selalu ingin berada dekat dengannya.
"Makasih banyak, Pi! Kamu memang sahabat juara. Love, you!"
"Sama-sama, Rin. Love you, too!"
Karin memandang syal biru yang tergeletak di atas meja. Terbayang wajah Evan. Dan ia makin yakin kalau perkataan Upi memang benar. Ia harus mengikuti kata hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Backpacker In Love (COMPLETED)
RomanceKarin yang patah hati nekad pergi berlibur ala backpacker ke NTT. Sepanjang perjalanannya, Karin kerap menemui berbagai permasalahan akibat sifatnya yang ceroboh dan pelupa. Bukan cuma itu, ia pun harus menghadapi berbagai masalah akibat perseteruan...