Lisana masuk ke kamarnya dengan air mata membasahi pipinya. Entah kenapa hatinya terasa sangat sakit saat mendengar kata perceraian dari Alfian. Bukankah benar, mungkin ini jalan terbaik untuk mereka. Seharusnya Lisana sudah lelah dengan janjinya, dia tidak perlu terus berusaha menepati janjinya pada Adrian, Alfian sendiri terbukti bisa menjaga dirinya sendiri, dan permintaan terakhir Nila... Lisana juga tidak memiliki kewajiban memenuhinya.
Dia tahu sejak awal. Jadi sebenarnya apa memang dia menikahi Alfian karena janjinya pada Adrian dan permintaan Nila?
Lisana mengambil sebuah bingkai di atas nakas, di dalamnya ada foto dirinya, Alfian dan Adrian. Ini adalah foto yang di ambil ketika kencan pertamanya dengan Adrian, tapi Alfian saat itu ingin ikut bersama mereka dengan alasan dia akan membawa teman perempuan juga, Lisana pikir itu akan menjadi kencan ganda yang menyenangkan dan dia pun setuju. Namun, teman kencan Alfian tidak pernah datang dan jadinya mereka jalan bertiga. Awalnya Adrian merasa terganggu, tapi beruntung akhirnya mereka semua dapat bersenang-senang.
Di foto itu Alfian tidak seperti sekarang, bibir tipisnya menampilkan sebuah senyum lebar dengan mata coklatnya juga begitu hidup, tangan satunya terbaring di bahu saudaranya sedang Lisana berdiri di samping Adrian yang berada di tengah. Mereka bertiga tampak bahagia waktu itu.
"Lisana."
"Kakak, Alfi. Tidak sopan." Adrian menegur adiknya.
Alfian merengut, dia melirik saudara kembarnya kesal. "Kakak juga memanggil nama lansung."
Adrian tersenyum, dia menarik Lisana lalu memeluk pinggangnya. "Dia kekasihku dan akan jadi kakak iparmu nanti, jadi kau harus memanggilnya kakak, mengerti adikku sayang?" Ucap Adrian dengan nada menggoda.
Alfian tambah kesal, tidak ada seorang pun yang melihat ada goresan luka di mata coklat yang selalu terlihat ceria itu.
Lisana yang merasa kasihan dengan Alfian yang kepalanya kini tertunduk tampak sedih, akhirnya menyikut pelan perut Adrian untuk berhenti menggoda adik kembarnya. Dengan lembut Lisana membelai kepala Adrian meski harus berjinjit walau kepala Alfian sekarang sedang tertunduk. Alfian mengangkat kepalanya dan bersitatap dengan mata hitam besar Lisana yang memandangnya penuh kasih sayang. "Kau boleh memanggil namaku lansung, lagipula aku merasa kita lebih dekat dengan cara itu."
Senyum ceria Alfian akhirnya kembali, melihat ke arah kakak kembarnya Alfian memeletkan lidahnya kekanak-kanakan, tanda kemenangan untuk Lisana mengijinkan dia untuk memanggil namanya lansung.
Adrian pura-pura balik kesal, tapi ada sebuah senyum tersembunyi melihat adiknya bahagia. "Baik, aku juga mengijinkanmu Alfi."
"Aku tidak butuh ijin darimu, saudara."
Sepertinya Alfian masih kesal padanya, karena jarang sekali Alfian tidak menyebutnya kakak. Adrian yang merasa gemas dengan tingkah adiknya ikut mengacak-acak rambut Alfian. Mereka berdua memang kembar, tapi walau beberapa menit perbedaan waktu mereka saat lahir, sudah tugas seorang kakak untuk membuat adiknya senang. Dan Adrian ingin selalu melakukannya.
Kenangan mereka bertiga yang sedang bahagia selalu membuat dada Lisana terasa sesak. Dulu semuanya baik-baik saja....
"Kenapa sekarang semuanya hancur?"
Lisana telah membiarkan masa lalunya hancur, tapi dia tidak ingin semua terjadi lagi. Impiannya... sebuah pernikahan yang hanya akan dilakukan satu kali seumur hidupnya. Dia tidak ingin kehilangan Alfian.
"Aku...-" Lisana memegang dadanya letak di mana jantungnya berdetak sangat cepat. Senyuman dan tawa ceria Alfian dahulu, Lisana ingin melihatnya lagi. Bukan untuk janjinya pada Adrian atau permintaan terakhir Nila... tapi ia ingin untuk dirinya sendiri sekarang. "-tidak ingin bercerai."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rusaknya Pernikahan
Chick-Lit"Tak perlu segunung emas atau sebuah rumah mewah untuk membuatku bahagia. Hanya mendapat satu senyuman dari suamiku saja sudah cukup. Tapi apa yang kuharapkan tidak pernah kudapatkan. Hanya satu senyuman saja darinya untukku adalah mustahil, ibarat...