1. Galear Angkias Mangkubumi

15.7K 507 13
                                    

- - m e s s y - -

Asap mengepul memenuhi ruangan yang luasnya tidak seberapa itu. Ruangan yang penerangannya hanya memanfaatkan cahaya dari luar gedung apartemen itu, sudah terlalu sering menyaksikan kelakuan dari beberapa cowok yang kini sibuk melamun dan hanyut dalam pikirannya sendiri-sendiri.

Cowok berjaket itu menendang kaki dari cowok berambut lumayan lebat yang sudah dipastikan akan terkena razia senin besok. Tidak, maksudnya pagi ini. Karena jarum jam bahkan sudah menunjukan pukul dua belas lewat lima menit. Artinya hari sudah berganti. "Kenapa lo?"

Cowok berambut lumayan lebat itu mengangkat bahunya acuh. Ia meletakkan kepalanya pada sofa, mencoba memejamkan matanya berharap bisa tertidur barang sedetik, meski pada akhirnya hasilnya nihil. Ia sama sekali tidak bisa tertidur minggu-minggu ini. Ini juga yang menjadi alasannya kembali datang ke apartemen ini bertemu teman-teman lamanya.

"Dasar Galer!" Ledek cowok yang bertelanjang dada itu. Ia hanya menggunakan jeans hitam yang terdapat belel pada bagian lututnya. Sudah menjadi kebiasaannya sejak dulu sekali.

Cowok yang dipanggil dengan salah itu berdecak. "Galear, Kams!"

Ketiga cowok di sekitar Gale tertawa. Paling asik memang menganggu Gale ketika cowok itu sedang diam begini. Gale itu paling tidak suka kalau namanya salah dipanggil. Diledekin seperti sekarang ini pun pasti Gale akan marah dan bisa-bisa ia tidak mau bermain lagi bersama ketiganya. Prinsip Gale adalah; ketika dia nggak bisa manggil lo dengan nama panggilan lo, berarti dia bukan temen lo.

Sedangkan satu di antara ketiganya kini mendekati Gale. Ia mengikuti bagaimana cara Gale tiduran, ia tersenyum tanpa bersalah ketika Gale meliriknya sembari mendelik. Lihat lah Gale ini, baru di ajak bercanda saja sudah marah seperti ini. Umpatan di belakang ucapannya tadi sudah membuktikan kalau Gale benar-benar dalam mood yang tidak baik.

"Lo ini kenapa? Daritadi diem aja?" tanyanya kemudian.

Tanpa mengganti posisinya, Gale menjawab dengan datar,"Gue putus."

Secara cepat dua cowok lainnya mendekati keduanya. Ini bukan sekali dua kali Gale mengucapkan kalimat itu. Namun, arti dari ucapannya bukan seperti kenyataannya. Gale itu kalau sudah kesal pasti akan mengatakan hal seperti itu, padahal hubungannya masih berjalan.

"Beneran?"

"Kok bisa, Ler?"

Gale menendang Jege karena kesal. "Gue tonjok lo, Ge!"

Jege mengangkat tangannya di udara, tanda ia tidak akan menganggu Gale lagi.

Di sebelah Jege, cowok berjaket itu kembali membuka suaranya. "Sorry bor, gue nggak tau lo baru putus."

"Santai, Vard." Gale menanggapi. Cowok itu sudah merubah posisinya, ia sudah terduduk dengan mata yang berfokus pada benda pipih kesayangannya. Sudah dua tahun tidak ia ganti karena sudah terlalu nyaman dengan miliknya itu. Ekspresinya tidak berubah ketika membuka salah satu aplikasi chatting yang menunjukan beberapa notifikasi.

Gale meletakkan telepon genggamnya dengan asal tanpa berniat membalas pesan-pesan yang masuk. Tanpa terkecuali Mora-nya. Gale yakin sekali wanita itu sudah tahu kalau Gale ada di apartemen Jege. Sudah menjadi kebiasaanya kalau sedang malas pasti akan ke tempat ini.

"Lo serius putus nggak? Lo 'kan kebiasaan ribut dikit kalo ditanya jawabnya putus," kata Pavard sambil menatap Gale selama beberapa detik meminta penjelasan dari cowok itu.

Gale mengangguk malas, ia menutup matanya dengan kedua tangannya. "Tau lah!"

Jege membuang putung rokok itu ke asbak yang berada di dekat kaki Gama. "Ribut ya lo?"

Messy (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang