.
."A- Arihara??"
Iya, orang yang baru saja kusebut namanya itu juga sedikit terkejut melihat kehadiranku disini. Apalagi bersama bibinya yang sedang merangkulku ramah.
"Kau tau dia?" Tanya ahjumma kepadaku.
"D-dia teman sekelasku." Ucapku yang masih tidak menyangka bahwa Arihara lah yang akan kutemui saat ini.
"Oh! Baguslah! Aku tidak perlu memperkenalkan kalian hahaha. Apakah kalian dekat satu sama lain?" Pertanyaan itu sontak membuatku dan Arihara saling bertatapan.
"I-iya." Jawab Arihara yang kelihatan ragu.
"Arraseo. Akan kutinggal kalian disini. Duduklah." Ahjumma itu menuntunku untuk duduk didepan Arihara.
"Kamsahamnida." Aku membungkukan badanku sedikit ke ahjumma itu sebagai rasa terimakasih telah diantarkan, namun aku tidak akan pernah berterima kasih karena telah dipertemukan dengan manusia didepanku ini.
"Sampai nanti~"
.
Suasana sangat hening setelah ahjumma tadi pergi.
Terkadang aku melihat wajah Arihara yang terkesan seperti sedang dihadapkan dengan polisi.
"Kau keponakan ahjumma tadi?" Ucapku memecah keheningan.
"Eung. Kau sendiri kenal dengannya?"
"Aku dekat dengannya." Ucapku sedikit jutek.
Kami kembali menutup mulut dan saling menghindari kontak mata. Namun, ada sebuah buku dimeja yang menyita perhatianku. "ARI'S DIARY."
"Arihara.." suara samar samar terdengar dari belakang pintu penghubung antara balkon dengan ruang perpustakaan.
Tanpa sepatah kata apapun, Arihara langsung berdiri menghampiri asal suara itu.
Tadinya aku tak ingin melakukan ini, tapi secarik kertas yang keluar dari dalam buku diarynya seperti mengeluarkan magnet hebat agar aku menariknya.
Akhirnya aku sedikit membuka diary itu.
Baru saja membaca satu buah kata, suara tawa Arihara terdengar seperti mendekat kearahku. Dengan cepat aku mengambil kertas itu dan memasukannya ke kantung seragam.
Maaf Arihara. Tapi sepertinya ini penting.
.
Benar saja, Arihara membuka pintu disertai tawanya yang ia tujukan kepada orang disampingnya, siapa lagi kalau bukan ahjumma-nim.
Aku tak tau apa yang mereka bicarakan tetapi mereka terlihat sangat bahagia.
"Bagaimana? Aku sedikit penasaran apa yang kalian bicarakan sedari tadi. Haha." Ahjumma itu duduk disebelahku, sedangkan Arihara kembali di tempatnya semula.
"Yoonbyul-ah.. tadi aku sudah bertemu dengan Doyoung. Astaga ternyata kakakmu itu tambah tinggi, ne?" Seru ahjumma yang hanya kubalas dengan tawa ringan.
"Tadi, aku melihat ada satu orang namja yang berdiri disebelahnya, Arihara bilang dia teman sekelas kalian? Siapa namanya?" Dari perkataannya, aku sudah berpikir kalau itu pasti Jeno.
"Namanya Jeno." Jawabku yang kebetulan atau tidak bisa bersamaan dengan Arihara.
"Baiklah.. sepertinya kalian sangat dekat jadi pemikiranpun sama, ya?" Ingin kubantah omongan ahjumma itu, tapi aku masih punya rasa hormat, tak mungkin aku melakukannya.
Aku mulai merasa tidak betah berada disini menatap perempuan didepanku ini. Sungguh, apakah aku harus selalu bermuka dua didepan ahjumma yang sangat baik seperti ini?
"Ahjumma, sepertinya aku harus segera pulang, Doyoung-oppa pasti lagi mencariku. Lain kali aku pasti akan berkunjung lagi kesini.. aku janji." Ucapku berdiri lalu memeluk ahjumma itu.
"Sayang sekali... baiklah hati hati dijalan, sayang. Sampaikan salam ke orang tua mu, Yeri, dan Lami, ne?"
"Baiklah.. dadah.." aku melambaikan tangan kecil ke ahjumma itu dan segera keluar menemui Doyoung dan Jeno.
. . .
-21.00-
Sudah 3 jam lebih aku berdiam diri di kamar tanpa ada gangguan dari siapapun. Dan sekarang, as usual, laptop dan segelas starbucks menemani malamku yang sendiri ini.
Tadi, aku sempat mampir kerumah Jeno karena Doyoung berjanji akan mengantar anak itu setelah kita jalan jalan.
Aku hampir ternganga setelah mengetahui rumahnya yang ternyata lebih hebat dari ekspetasiku. Design luarnya saja sudah terlihat sangat mewah walaupun rumahnya tak sebesar rumahku ini.
Dan juga tadi Sinhye tiba tiba saja keluar dari rumah setelah ia tau kakaknya itu datang. Senyumnya sangat membuatku merasa bahagia entah kenapa.
Oh iya,
Arihara.
Tiba tiba saja ia terlintas dipikiranku dan mengingatkanku pada secarik kertas yang kusita dari bukunya.
Aku langsung berdiri mengambil seragamku dan merogoh kantungnya untuk mengambil kertas itu.
Hm, kertas yang bagus. Ia menghiasi tepi nya dengan gambaran hati berwarna pink. Kurasa ini adalah curhatan terpenting dari hidupnya.
Maaf Arihara, rasa penasaranku tak bisa kulawan.
Diary, aku tak pernah merasa sehebat ini. Detakan jantung yang begitu cepat saat menatapnya.
Akan kukenalkan, dia adalah Lee Jeno. Perasaan apa yang melandaku sehingga kini aku terus tersenyum lebar setiap hari. Ia adalah alasan mengapa aku bahagia.
Aku tak bisa menahan ketika ia tersenyum padaku. Senyuman yang sangat berarti dan tak akan pernah kulupakan.
Tapi kurasa ia mencintai seseorang. Apa yang bisa kulakukan?
-tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Little First Kiss • JenoLee
FanfictionLee Jeno, ia hanya kuanggap sebagai teman sekelas. Tapi entah apa yang merasuki tubuhnya hingga tiba tiba ia menciumku tanpa aba aba dan seijin dariku. He's such a weird boy. -Jloveluvv, 2018.