Sampai dua hari kemudian Bima masih melancarkan aksi membisu pada Kartika.
Ia mogok jogging ataupun main basket mini di halaman belakang. Tapi karena menjelang masuk sekolah lagi, nenek Marti memaksa Bima untuk kembali les privat pada Kartika.
Kartika tetap bersikap biasa meskipun Bima lebih banyak cemberut dan diam. Tapi mata Bima tak berhenti mencuri tatap jika Kartika tak memperhatikan.
Sampai hari pertama masuk sekolah.
Kartika mendapat kejutan karena ternyata Bima masih menjemput dirinya di tengah aksi merajuk tak jelasnya.
Sabar, sabar yang lebar, batin Kartika. Menghadapi manusia labil seperti ini harus panjang kali lebar sabar.
"Jadi ?" Akhirnya Bima bersuara tanpa mengalihkan pandangan dari jalanan. Nenek Marti mengizinkannya membawa mobil untuk hari pertama masuk tahun ajaran baru. Tahun terakhir Bima jadi anak SMA.
"Weits, ada suara ajaib, nih," kata Kartika lucu.
Bima mendengus.
"Jadi apanya?" Kartika balik bertanya.
"Pura-pura lupa. Itu si manajer pemasaran."
"Ada apa dengan dia ?"
"Kamu suka ?"
"Lucu pertanyaanmu. Baru juga kenal."
"Bisa saja, kan?"
Kartika menarik napas panjang. Rasanya tidak ada gunanya meladeni ocehan Bima kali ini.
"So ? Was it love at the first sight?"
Kartika masih diam. Ia tahu Bima akan semakin bertingkah seperti anak kecil jika ia salah jawab.
"Kurasa Nenek akan dengan senang hati menjodohkan kalian. Uuhh, indahnya. Pasangan yang cocok...."
Kartika tidak tahan lagi.
"Sudahlah. Jangan meledekku terus. Aku tidak jatuh cinta padanya. Puas ?"
Giliran Bima yang terdiam.
"Oh, ya. Tidak semua orang jatuh cinta pada pandangan pertama. Bahkan ada beberapa, oh bukan, orang-orang tertentu, yang justru sangat membenci karena pertemuan pertama mereka dan ingin mencelakakan orang lain dengan lelucon yang tidak lucu!"
Bima melengos. Kartika jelas menyindir dirinya.
Mereka membisu sampai turun di halaman sekolah.
Di kelas pun Bima tak banyak bicara. Ia mulai menyesal dengan semua kelakuan konyolnya malam itu. Ia tidak bisa menghentikan tindakan-tindakan konyol itu karena muncul rasa cemburu yang sangat besar ketika ia melihat Kartika bersama Andre.
Ia sedang berusaha menjernihkan pikiran dengan banyak berdiam diri.
"Teh, Bim ?" Joel menyodorkan sebotol teh dingin.
Bima terbangun dari lamunannya dan mengambil minuman itu dari tangan Joel. "Thanks, Joel."
Dingin air teh segera menjalar dalam kerongkongannya dan entah bagaimana prosesnya, dingin yang kini bergabung dengan tenang memasuki hati dan pikirannya.
Ia merasa sangat yakin pada satu hal.
Malam itu les privat berlangsung kaku, padahal pada keadaan normal, mereka selalu menyelingi dengan canda atau sekedar cerita kosong.
Kartika menjelaskan tentang sebuah rumus dengan contoh soal seadanya. Ia merasa tidak perlu terlalu banyak improvisasi seperti biasa yang berhasil membuat Bima menyahut spontan "Oh, gitu rupanya. Cukup mudah ternyata."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Teacher and The Heir
General Fiction(COMPLETED) Bima, yang tak terkontrol lagi kehidupannya, diungsikan orangtua ke kampung halaman neneknya. Di situ ia harus menuntaskan SMA jika masih ingin diakui sebagai pewaris tunggal keluarga. Merasa paling segalanya, ia terus berulah di sekolah...