Typo?
***
"Ini kenapa catnya biru gelap? Saya kan minta biru langit. Biru muda. Tahu nggak?" ketus Bram kepada salah satu pegawai yang membangun rumahnya. Kesalahannya terlalu sibuk di kantor sampai tidak memperhatikan kinerja parapegawai yang sedang mengerjakan proyek rumahnya sendiri ini. Ketika datang, Bram jadi pusing sendiri.
"Lah ini bukan biru muda, pak ya?" tanya balik pegawai tersebut dengan tampang polos.
"Ini biru gelap. Lihat tuh langit di atasmu. Sama nggak warnanya?"
"Beda sih, pak." pegawai tersebut cengengesan malu.
"Tahu gitu! Pokoknya hari ini ganti. Nggak mau tahu saya." ujar Bram dengan mode bossy lalu berkeliling lagi mengecek bangunan rumahnya. Tiba-tiba dia berjalan cepat kepada salah satu pegawai lainnya yang siap menguruk tanah basah di halaman belakang dekat kolam renang yang kosong tanpa air.
"Ini kenapa diuruk?" tunjuk Bram.
"Katanya mau dibuat jalan setapak, pak?"
"Bukan disini. Sebelah sana! Duh ya kalian ini. Ayo rapikan lagi. Yang bener kerjanya." Panasnya sengatan matahari membuat Bram jadi uring-uringan melihat kerja para pegawainya yang tidak beres. Ada saja salahnya. Rumah ini kan bakal menjadi tempat keluarg kecilnya bernaung. Tempat anak-anak Bram akan tumbuh dan besar disini. Harus nyaman. Fasilitas aman.
Ketika sedang pusing-pusingnya dan peluh terus turun di dahi Bram, lelaki itu merasakan ponselnya berbunyi menandakan pesan masuk. Dilihatnya pesan itu, seketika letih dan stresnya lenyap. Sebuah pesan dari istrinya, berisikan foto Alvin –anaknya. Tengah tertawa di karpet. Mulutnya belepotan bubur. Hati Bram langsung sejuk. Anaknya itu sudah berusia enam bulan. Sudah mulai makan bubur, buah tumbuk, biskuit bayi. Dia sehat dan semakin lincah.
Bram melirik arlojinya yang menunjukan pukul satu siang. Dia sudah terlalu lama disini. Inikan hari Minggu. Seharusnya dia di rumah bermain bersama Alvian sementara istrinya memasak makan siang. Bukan bergelut dengan para pegawai yang salah terus begini.
Setelah sekali lagi menegaskan para pegawai bangunan itu dan memberi pesan apa saja yang harus diganti, kemudian Bram mengendarai mobilnya pulang. Saking rindunya dengan anaknya, selama di lift dia terus menatap foto Alvin. Dan ketika pintu apartemen dia buka, suara bayi, aroma bayi, suasana ruangan khas bayi semerbak dimana-mana.
"Papa pulang..." seru Bram dan langsung mendapati anaknya itu tengah bermain lego di atas karpet ruang tengah. Anak lelaki itu tersenyum senang, mengerti ayahnya sudah tiba. Tapi ketika dia akan berjongkok, Nabila buru-buru menghadangnya dengan wajah galak.
"Cuci tangan dulu sama ganti baju."
"Sebentar aja mau cium."
"Bajunya papa kotor habis kena debu. Nanti Alvin batuk-batuk." Bram mengalah dan menuruti istrinya yang kini menjadi kian protektif. Dia mencuci bersih tangan dan mengganti setelan rapinya dengan pakaian rumah. Barulah dia puas menggendong serta menciumi bocah gembul itu. Alvin tertawa kegelian. Memukul-mukul hidung mancung bapaknya
Nabila tersenyum melihat momen ayah dan anak tersebut. Mendadak hatinya menjadi mellow. Dia teringat waktu kecil dia juga sering seperti itu dengan ayahnya. Dulu.
"Tadi Alvin sama mama mainan hp. Disitu ada fotonya papa. Alvin langsung bilang 'papa-papa'." cerita Nabila kepada Bram. Bram langsung berseri-seri.
"Iya? Beneran? Itu fotonya papa ya, Vin? Alvin tahu papa ya?" Bram semakin menggelitik anaknya dan Alvin cekikikan khas suara bayi. Bahkan air liurnya sampai menetes. Sesekali ibunya mengusap air liur itu menggunakan tisu dengan sabar. Saat Bram melihat istrinya, dia jadi teringat akan rumahnya.
"Rumahnya sudah dicat, ma. Bentar lagi selesai, kita bisa pindah."
Nabila menyambutnya dengan senyum lebar. Rumahnya. Rumah masa depannya. Bahkan Nabila turut andil dalam mendesain bangunan itu. Bukan dia yang menggambar sih, hanya saja dia turut menyumbang ide. Berkolaborasi dengan ilmu yang dipunyai Bram dan voila, tinggal menunggu waktu rumah itu jadi.
"Aku jadi mau lihat, pa. Minggu depan ajakin kesana dong."
"Tapi kan masih kotor. Nanti Alvin batuk-batuk lagi." jawab Bram mengembalikan larangan Nabila kepadanya. Wanita itu mendengus senewen.
"Alvin bisa dititipin ke mama kamu kok. Tahu nggak kata mama kamu, oma diem-diem suka nyiumin Alvin kalau ditinggal mama ke kamar mandi. Oma gemes sama Alvin juga." Nabila tak bisa menahan tawanya membayangkan oma Bram yang notabene tidak begitu suka dengannya, sekarang malah sangat mencintai anaknya. Tidak apa-apa bagi Nabila jika memang oma tidak bisa menerima dirinya sebagai istri dari cucu kesayangan. Tapi melihat Alvin begitu dicintai, rasa kecewa itu tidak berbekas sama sekali. Malah Nabila ingin berterima kasih karena Alvin diterima dengan baik.
"Oma kan emang suka sama Alvin. Waktu kamu lahiran aja, Oma ngelihat Alvin terus di ruang bayi. Dia tuh gengsinya selangit makanya nggak mau jujur." Keduanya tertawa penuh kehangatan bersama bayi kedua mereka. Bayi yang akhirnya bisa selamat dilahirkan, tidak seperti kakaknya yang terdahulu. Bayi yang membuat hubungan Bram dan Nabila kian tambah erat, dan memperbaiki kesenjangan antara Oma dengan Nabila. Semuanya dilimpahi cinta yang tak ada habisnya. Karena Nabila yakin, Tuhan sangat mencintainya. Dia dihadirkan orang-orang hebat disekelilingnya. Dari masa lalu yang kian hari kian menguatkan Nabila untuk terus menjalani hidup. Karena yang pergi, akan digantikan oleh Tuhan yang lebih berharga. Seperti Nabila yang berharga bagi suaminya. Kekurangan dalam diri mereka, merupakan kesempurnaan bagi hidup Bram dan Nabila. Karena dengan itu, mereka akan sama-sama belajar, saling membimbing, dan saling mengasihi. Karena hidup tidak hanya tentang mencari sosok yang sempurna. Namun bersyukur dengan apa yang dimiliki.
Bram dan Nabila kini menikmati peran mereka sebagai orang tua baru. Berbahagia karena saat ini mereka berhasil menyelesaikan ujian dari Tuhan. Tinggal menunggu ujian-ujian hidup lainnya. Tapi mereka yakin akan bisa menghadapinya karena Bram akan terus menggandeng tangan Nabila, dan Nabila akan menggenggam pegangan itu sampai kapanpun.
~TAMAT~
A/N : Yeeeee akhirnya sudah selesai cerita ini.Sampai disini dulu yaa untuk pasangan termehek-mehek ini.Cukup sekian karena yg nulis sudah menguras tenaga pikiran dan waktu buat nulis ini padahal ini cerita pertama aku diwatty tapi kok rasanya gak selesai-selesai.Awal buat mereka tuh dimulai dari lihat tetangga sendiri yg kehilangan anaknya terus suaminya tegar bangeeet nemenin istrinya sampai aku sama ibuku nangis soalnya sianak udah bener-bener berwujud manusia bukan janin lagi bahkan pas difoto ayahnya itu cantik banget :(
Bram ini sosok yg keras diluar hubungan percintaan,tapi diem-diem dia kesepian dan butuh seseorang yg bisa dijadikan rumah yg hangat kaya ibunya.Kalau Nabila aku gambarin dia tuh tulusnya gak main-main, gak mengharapkan imbalan apapun,walaupun agak ceroboh-ceroboh gemesin ciatt.Nabila bisa jadi rumahnya Bram,dan Bram bisa jadi pendamping yg membimbing Nabila biar gak eror terus-terusan :D
Yg Dm minta cerita baru,hmm sabar yaa ada sih sebenernya tapi gak dalam waktu dekat karena daku agak sibuk.Yang terlewatkan juga aku skip dulu yaa yg minta kemarin banyak tapi aku gak bisa posting soalnya aku belum bisa lanjut itu cerita so sorry :((
Buat yg ngikutin ceritaku HAI diwebcomic,baca terus sampai ending soalnya bakal ada surprise nantinya stay tune diwebcom yaa ;)
Anjirlah kepanjangan A.Nnya,thanks buat vote dan commentnya yaa^^ Aku tanpa kalian bagai hp tanpa wifi.gak ada gunanya :p See you di next story aii cicuit *kecupbasah
KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECTLY IMPERFECT
RomansaSummary Ketika sang Mama sudah mendesak beberapa kali supaya Bram segera membawa calon istri, Bram harus kebingungan mencari wanita yang benar-benar nyata untuk dijadikan pendamping hidup lelaki itu sekali seumur hidup. Ia harus melihat bibit, bebet...