"Kalau saat itu saya nggak nyapa kamu, apakah kita akan punya cerita lebih dari ini?"
Qian Kun as Rian
Dingin.
Mungkin kalau tadi pagi aku tidak lupa untuk bawa jaket, aku tidak akan sekedinginan ini. Atau—yah, mungkin kalau ada yang meminjamkan jaket kepadaku. Dramatis ya, seperti di drama-drama yang diam-diam kutonton. Hehe.
Sekolah ini masih sama seperti saat terakhir kali aku meninggalkannya. Didominansi oleh cat hijau dan krem yang menjadi ciri khas sekolah di kota ini, dengan rimbun pepohonan semak hijau di tepiannya, dan tiang bendera yang menjadi pusat perhatian dari keseluruhan sekolah yang mungil ini.
Tidak banyak yang berubah, hanya saja memorinya terlalu lekat di kepalaku. Memori masa-masa sekolahku yang sebenarnya memang tidak banyak, tidak ramai. Hanya saja memang, masa-masa terbaikku itu di SMA. Aku bisa punya beberapa teman. Sudah lima tahun berlalu semenjak aku lulus SMA. Aku sudah lulus dari salah satu universitas negeri. Tidak pernah kuduga juga, namun akhirnya aku memang lulus. Dengan nilai yang cukup memuaskan.
Reuni tahun ini memang berpusat di aula serbaguna yang disulap dari dua ruangan kelas dengan penyekat temporer, namun aku lebih memilih berkeliling saja sendirian, bernostalgia dengan pemandangan khas sekolah yang sudah lama sekali tidak aku lihat ini.
Tidak lama kemudian, entah bagaimana, langkahku membawa ke taman belakang sekolah yang kecil. Tidak besar, sama sekali tidak besar, hanya cukup untuk kolam ikan dan beberapa tetumbuhan saja. Tempatnya diantara lab fisika dan perpustakaan. Aku cukup sering kesini, dulu...
Yah. Dulu.
"Andhara?"
Suara itu membawaku ke tempat yang sama, lima tahun yang lalu.
Pagi itu berhujan. Aku nyaris saja basah kuyup jika aku tidak ngotot berlari dari mobil papaku menuju ke gedung sekolah. Aku tidak bawa payung hari itu, lupa. Aku mengibaskan air hujan dari tas dan pakaianku sedikit, kemudian berjalan menuju kelas.
Baru lima langkah aku berjalan, sebuah sepeda memotong jalanku tepat di depan hidung. Iya, sepeda. Naik ke atas koridor sekolah. Aku bengong melihatnya.
"RIAN! KAMU NGAPAIN?"
"Maaf Pak, darurat. Basah saya, Pak."
Anak laki-laki yang barusan lewat meletakkan sepedanya asal-asalan di dekat pos satpam, kemudian berlari menghampiri guru Sejarah yang baru saja meneriakinya. Bajunya nyaris sepenuhnya basah, padahal hujannya tidak terlalu deras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fragmen [NCT 2018]
Kısa HikayeIni, tentang delapan belas rasa yang kelak menjadi asa. Ah, ataukah jelaga? Benar bahwa melodi adalah perajut rasa-- --tetapi lantas ia menjelma cerita. [Fragmen adalah tentang mereka yang ingin menemukan cinta. Bahkan pun cinta yang rusak, menjeda...