#Tetes keenam

3.3K 404 24
                                    

Mikoto menjadwalkan pertemuan romantis untuk Sasuke dan Naruto di sebuah restoran bintang lima. Ibu mertua yang menjabat sebagai ibunya itu juga mempersiapkan makan malam istimewa dengan meja yang diletakkan sekuntum bunga mawar merah di tengahnya. Tidak lupa dengan lilin aroma yang menambah kesan manis, membuat siapapun kekasih yang datang merasa dibuai sampai mengambang-ngambang.

Semuanya sudah terasa sempurna, hanya saja, Mikoto melakukan sebuah kesalahan besar; ia tidak memberitahu Sasuke secara langsung dan malah membebankannya pada Naruto.

Seandanya hubungan mereka seperti pasangan lainnya, kencan ini akan berjalan mulus tanpa hambatan berarti. Manis, bahkan hanya untuk dipikirkan. Sayangnya, hubungan Naruto dan Sasuke tidak seperti itu. Naruto hanya mengirimkan pesan singkat pada 'suami'nya setelah beberapa kali menelpon tetapi tidak diangkat. Akhirnya gadis itu memilih bersiap dan menunggu di halte tepat saat jam dinding menunjukkan pukul lima di dekat rumah mereka—tepat seperti yang Naruto sampaikan di pesan. Hanya saja, Naruto tidak tahu apa yang terjadi di seberang sana.

***

Sasuke menatap malas ponselnya yang kehabisan baterai. Ponsel itu tergeletak asal di mejanya, tanpa niat dari sang empu untuk mengisinya kembali. Dia malas, bosan, dan ingin sedikit hiburan untuk menghilangkan penat yang meraja. Sebuah ide melintas dipikirannya tepat ketika sekretarisnya mengetuk pintu dan berjalan masuk. Pria itu tersenyum dengan wajah lesunya, memandang tepat obsidian hijau yang berbinar.

"Kau sepertinya kelelahan, Sasuke-sama." Ujar Sakura sembari meletakkan beberapa berkas yang perlu ditanda tangani. Perempuan itu mengulas senyum maklum.

"Ya, dan kau menggodaku dengan tumpukan berkas yang baru." Sasuke menjeda kala suara tawa kecil keluar dari bibir kekasihnya. "Mau bersenang-senang denganku? Kita bisa kencan setelah ini."

"Hm? Tumben sekali kau yang mengajak kencan. Biasanya aku harus merayumu terlebih dahulu."

"Mau tidak?"

"Tentu saja."

***

Untuk yang kesekian kalinya Naruto menatap layar ponselnya, melihat waktu yang terus berjalan. Gadis itu sedikit menghela napas, lantas menggelengkan kepalanya. Tidak mungkinkan dia berpikir kalau Sasuke akan mengabaikannya jika dia sudah bilang acara ini atas permintaan Mikoto? Sasuke bukanlah orang seperti itu. Mungkin Naruto hanya sedikit lelah makanya pemikiran itu terbersit di otaknya.

Gadis itu diam, lagi-lagi matanya melirik ponselnya. Pukul enam. Tepatnya satu jam setelah dia menunggu di halte. Tangannya sudah tertekuk di depan dada, sedikit menghalau dingin dari angin yang menerpa. Pepohonan di depan sana sudah tidak memiliki daun, mungkin sebentar lagi musim dingin akan tiba. Naruto tidak pernah menghitung hari lagi setelah dirinya mengikat janji dengan Sasuke; kebahagiaannya.

"Aku rindu ..."

Tepat. Lingkaran keorenan di sana terlihat menghilang, berganti dengan langit yang menggelap. Naruto makin mengeratkan pelukannya, dalam hati merutuk karena tidak memakai pakaian hangat. Kapan Sasuke datang? Janji temu mereka sudah lewat tiga puluh menit yang lalu.

Naruto menengadah, tiba-tiba badannya terasa lemas. Tepat saat matanya menutup, cairan hangat keluar dari hidungnya, turun cepat melewati dagu dan jatuh di pakaiannya. Dengan cepat mata itu kembali terbuka. Tangannya merogoh ke dalam tas untuk mengambil sapu tangan dan meletakkannya di bawah hidung.

Pakaiannya kotor, Naruto tidak bisa pergi dengan Sasuke dan membuat pria itu malu.

***

Sasuke pulang saat hari sudah malam, mungkin pukul sembilan malam. Dia membuka pintu yang tadi sempat dibuka kuncinya, lantas masuk menuju kamar. Tepat saat kakinya melangkah di depan dapur, alisnya sedikit mengerut karena tidak mendapati makanan tertutup tudung yang biasanya selalu hadir di atas meja. Sasuke hanya menggeleng sambil mengedikkan bahu, mungkin gadis itu sudah malas dan merasa senang karena tadi pagi Sasuke memakan makanannya. Dia tidak peduli.

Paginya, Sasuke sudah bersiap dengan pakaian lengkap. Dia berjalan keluar dan tidak melihat sarapan yang biasa ada di sana—meja makan. Saat sampai di depanpun, lampu masih dibiarkan menyala, seperti tidak ada orang yang mematikannya seperti biasa. Ah, iya. Sejak kedatangan gadis itu, dialah yang mematikan dan menyalakan lampu.

"Naruto!"

Tidak ada jawaban.

Sasuke mencoba memanggil sekali lagi, tetapi hasilnya masih sama, tidak ada jawaban dari yang bersangkutan. Sedikit malas, Sasuke berjalan menuju kamar gadis-pirang-menyebalkan itu, lantas membuka pintunya yang ternyata tidak dikunci.

Tidak ada.

Bahkan kasurnya masih terlihat rapi seperti tidak digunakan. Dia mengerutkan alis, namun beberapa detik kemudian menutup pintu kembali. Apa pedulinya?

Sampai kembali di depan, pintu yang ingin dibukanya terbuka terlebih dahulu, menampakkan sosok pirang yang tadi dicarinya dengan pakaian formal yang membalut tubuhnya. Wajahnya terlihat kaget, tapi tidak dengan Sasuke yang berwajah datar.

"Baru pulang?" pandangan Sasuke tertuju pada mobil hitam yang berjalan pergi di luar sana. Oh. Sasuke tersenyum miring.

"A-ah ... a-aku—"

"Tidak apa-apa. Kau boleh bermain dengan siapa saja ... –jalang."

TBC

AAAAAAAAA! Sumpah demi apa ini ceritanya kayak gini? Wah parah wah. Rada gimana gitu sama kata terakhir😂

Tertanda,

YukiAsahy

09/06/2018

Cause Of YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang