Sudah tiga hari berlalu sejak kejadian malam itu.
Tak sedikit pun gue tau kabar tentang Woojin sejak malam itu.
Yang gue tau hanya....Daniel dan Seongwoo tewas malam itu saat terjadi perkelahian antara mereka dan anak buak boss Hwang dan sejak malam itu juga Woojin menghilang tanpa jejak hingga sekarang.
Disaat kacau seperti sekarang ayah menyuruh gue untuk tetap bersembunyi didalam montel ini. Montel yang mengerikan dan sangat tidak nyaman, tapi bagaimanapun tempat ini menjadi persembunyian gue sekarang.
Tiga hari ini gue merindukan sinar matahari dan udara sejuk malam hari yang dihiasi Bintang, gue hanya bisa menikmati sinar matahari melalui celah gorden kamar ini. Ayah melarang keras gue untuk keluar kamar ini bahkan hanya untuk sekedar menengok ke arah jendela pun dilarang.
"Nona ini makan dulu" ucap bibi.
Sekarang gue hanya terkurung berdua bersama bibi yang Setia membantu keluarga gue lebih tepat nya gue. Bibi sudah menjadi pengganti ibu bagi gue, meski ayah bilang bibi ini adalah pembantu kami.
"Ga mood bi" sahut gue dengan wajah datar dan tatapan kosong. Pikiran gue benar-benar kacau selama tiga hari ini, 'Woojin dimana?' hanya itu yang gue pikirkan.
"Nanti sakit nona" bibi mengambil alih sendok dan mencoba untuj menyuapi bubur ke gue. Tapi sangat sulit bagi gue membuka mulut ini untuk menelan bubur yang lembek itu.
"Bi.." panggil gue.
"Iya non" sahut bibi cepat.
"Bagaimana kabar nya disana?" tanya gue yang masih menatap kosong kesembarang arah.
"Dia baik-baik saja non" sahut bibi mencoba meyakinkan.
"Bibi yakin?"
"Yakin sekali non. Bahkan bibi bisa membayangkan sekarang dia sedang tertawa bersama teman-teman nya"
"Untunglah" sahut gue. Meski sebenarnya gue tau semua perkataan bibi itu adalah kebohongan yang dia katakan untuk membuat gue tenang.
"Bi, aku pengen keluar. Aku rindu udara segar diluar sana bukan pendingin ruangan yang sumpek didalam sini" rengek gue.
"Tapi non-"
"Bantu aku bi....please" mohon gue sambil memegang tangan bibi erat.
"Sebentar non" bibi langsung pergi ke pojokan dan mengacak-acak isi tas nya lalu mengeluarkan boomber hitam, topi, beserta masker dan kacamata.
"Bibiii" sambut gue sumringah, bibi pun juga tersenyum ke arah gue sambil menunjukan apa yang dia bawa.
"Sampai pukul delapan malam, oke?" bibi mengacungkan jempol nya dan gue balas dengan mengacungkan jempol juga beserta kedipan mata gue ke bibi.
"Non sebentar" tahan bibi saat gue ingin mengendap keluar kamar.
"Apa lagi bi?" tanya gue pelan.
"Ini" bibi memberikan pisau lipat kecil ke gue. "untuk jaga-jaga"
Gue mengangguk mantap dan berpamitan kepada bibi lalu pergi keluar secara perlahan.
Gugup?
Pasti. Ini rencana gila gue untuk mencari Woojin.
Yaaa gue bohong pada bibi bilang ingin mencari udara segar, niat gue sebenarnya adalah mencari Woojin. Meski kemungkinan kecil menemukan dia sekarang.
Gue segera berbalik dan bersembunyi ditepi tembok saat melihat pinky anak buah ayah gue baru saja keluar dari kamar sebelah.
"Sialan" umpat gue pelan seraya mengelus dada gue yang jantung nya sudah berdetak kelewat batas.
Setelah sudah gue pastikan pinky tidak ada, perlahan gue mulai mengendap-endap lagi ke pintu keluar belakang, karena gue yakin di pintu depan pasti banyak anak buah ayah.
"Akhirnya" seru gue pelan saat melihat pintu keluar belakang tidak ada orang yang berarti menandakan itu aman dan gue berhasil keluar.
Tapi....ternyata tidak.
"LEPASSSS!" berontak gue saat seseorang menarik gue dalam ruangan yang ada disamping pintu keluar ini.
"Sssttt" dia memeluk gue dari belakang dan membekap mulut gue dengan tangannya.
Tapi gue masih berontak sekuat tenaga sampai akhirnya orang itu melepaskan pelukannya dan gue berhasil berbalik arah untuk mendapati wajah orang itu.
Mata gue membulat melihat sosok yang baru saja gue lihat sekarang.
"Woojin?" gumam gue.Tbc...