Part 2

16 3 0
                                    

Memang benar ini salah ku dan memang seharusnya aku dibenci oleh mereka, aku penyebab hal itu terjadi. berlama lama disini membuatku semakin membuat mereka membenciku dan aku putuskan untuk pergi meninggalkan mereka, berdekatan dengan mereka membuat hatiku sakit, semua karena mimpi sialan itu.


"Sae Ron... kau mau kemana? Jenazah HyeYeon akan segera di kebumikan." Teriak Ji Yeon. Tanpa menggubris panggilannya kakiku terus melangkah menjauhi mereka.


'Maafkan aku Hyeyeonie'

Aku duduk disebuah kursi panjang di tengah taman, otakku kembali lagi mengingat semua kenyataan pahit dan pengalaman yang buruk yang baru saja terjadi, ini sungguh membuat aku frustasi. Kenapa semua mimpi buruk bisa menjadi nyata di kehidupan nyataku, ini kutukan atau memang takdir hidupku? Atau aku bisa meramal masa depan? Aku bisa melihat masa depan dan mungkin aku bisa menghindari hal itu?!
Tapi jika ini semua sebuah takdir, mana bisa aku menolaknya, aku hanya bisa merubah nasib. Aish.... ini sungguh bisa membuat aku gila, ingin rasanya aku mati saja. Tck! Ini sungguh mimpi buruk!

"Aku harus bagaimana? Ini benar benar sulit di mengerti." Gumamku frustasi.

"Tuhan, aku... apa yang harus aku lakukan? Aku tak mau seperti ini, aku tak mau jadi penyebab penderitaan orang lain." Dadaku bergemuruh, emosi- kesediha menguasai hatik dan pikiranku. Ku rasakan air mataku kembali mengalir bahkan semakin deras. Aku kehilangan sahabat terbaiku karena ulahku sendiri.

" Hyeonie...maafkan aku. Aku menyesal, ku mohon kembalilah. Hiks.. hiks..."

"Itu takdir dan bukan salahmu." Aku menoleh kearah sumber suara dan kudapati seorang pria tengah berjalan mendekatiku yang saat ini masih duduk di kursi, aku lihat senyum di bibirnya namun aku masih sedikit kaget dengan kehadirannya.

"Takdir itu bukan kau yang menciptakan, jadi tidak perlu menyalahkan diri sendiri." Lanjutnya lagi, kini ia sudah berada di depanku namun masih berdiri. Lagi lagi ia tersenyum padaku. Aku hanya bisa menatapnya sedikit bingung sembari menutupi wajahku yang basah karena air mata, air mata kesedihan, kecewa dan penyesalan.

"Jangan lari dari kenyataan tapi carilah jalan dari semua peristiwa ini, carilah penyelesaiannya, cari ujungnya dan yakinkan bahwa kau bukan penyebab semuanya, semua takdir Tuhan." Ia benar benar membuatku terperangah mencoba memahami kalimat dari bibirnya, sebelum ia duduk di sampingku, aku terlebih dahulu menghapus jejak air mata di wajahku-memalukan sekali!

"Sejak kapan kau disini? Apa kau mengikutiku?" Tanyaku sedikit ketus, aku tak suka terlihat lemah dihadapan orang lain walaunyatanya memang aku seorang yang lemah.

"Sejak di rumah sakit, aku khawatir denganmu." Jawabnya. Khawatir? Kenapa dia mengkhawatirkanku? Seharusnya dia bersama dengan mereka saja.

"Kenapa kau mengkhawatirkan aku?" Tanyaku dengan tampang bodoh, lagi lagi ia tersenyum. Entah kenapa setiap melihat senyumannya membuat hatiku menghangat-aku suka senyum itu.

"Yaaah... karena kau mengkhawatirkan saja." Jawabnya, membuatku mempoutkan bibirku- menyebalkan.

"Kau tidak ingin melihat sahabatmu untuk yang terakhir kalinya?"

"Aku... aku takut. " lirihku, aku menundukan kepalaku, mendengat kata 'sahabat' membuat hatiku sakit, merasa tidak layak dengan kata itu dan lagi lagi air mataku lolos. Apa aku sekarang menjadi gadis cengeng? Di depan dia pula!

"Sudahku bilang itu bukan salahmu, setidaknya kau hadir di pemakamannya. Walau bagaimanapun dia sahabatmu." Jelasnya lagi, ia membujukku. Apa aku pantas menganggap diriku sebagai seorang sahabat? Seorang sahabat yang membahayakan sahabatnya sendiri bahkan membunuh sahabatnya dengan sikap kekanakanku.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 17, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Dream Or CurseWhere stories live. Discover now