Sekarang, makhluk seperti siluman atau manusia jadi-jadian dianggap tidak ada dan hanyalah merupakan cerita turun-temurun untuk menakuti anak-anak. Namun, kenyataannya berbeda, mereka benar-benar ada dan hidup berdampingan dengan manusia biasa. Tidak ada yang menyadari mungkin tetangga, teman, sahabat, bahkan kekasihmu adalah seorang siluman. Mereka menyembunyikan keberadaan mereka untuk dapat hidup seperti orang normal, namun mereka tetaplah makhluk liar yang memiliki hasrat untuk membunuh.
Aku adalah Kaita Asaka, seorang pelajar SMU, setiap hari pergi ke sekolah, belajar, pulang, dan berkumpul bersama teman-temanku, kira-kira seperti itulah orang-orang melihatku.
"Aaaa....!! Pergi kau dasar monster!!", Teriakan tersebut kembali terdengar yang membawaku terbangun dari tidurku. Setiap pagi aku selalu terbang saat mendengar suara itu dari mimpiku, sejak aku mengetahui bahwa aku adalah setengah siluman.
Kemudian, terdengar teriakan seorang wanita memanggilku " Kaita-kun! Cepat bangun, sarapan sudah siap!".
"Iya! Aku sudah bangun Ayako-san.". Aku pun keluar dari kamarku dan menuju ruang makan, di sana sudah ada Ayako.
Sudah dua tahun sejak kampung halamanku hancur, hanya aku yang selamat, dan siapa sangka bahwa aku sendirilah yang telah menghancurkan kampungku itu. Beberapa hari setelahnya aku pergi ke Tokyo untuk mencari kehidupan baru dan bertemu Ayako.
Ayako Kouko adalah orang pertama yang menerima keberadaanku dan menampungku selama berada di sini. Di sini aku tinggal bersama Ayako dan adiknya, Miko Kouko. Ayako dan adiknya adalah yatim piatu, kedua orang tua mereka telah meninggal dalam kecelakaan saat Miko berusia 2 tahun. Sekarang Ayako berusia 19 tahun, 2 tahun lebih tua dariku, sedangkan adiknya berusia 10 tahun. Kami bertiga tinggal bersama bagai keluarga sendiri. Aku mengganggap Ayako seperti kakakku sendiri.
" Selamat pagi!", Sapa Ayako dengan ramah, sembari tersenyum dan menyajikan semangkuk nasi untukku.
"Kenapa wajah terlihat pucat, Kaita-kun? Apa kau bermimpi buruk lagi?", lanjut Ayako mengkhawatirkanku.
" Iya, tapi aku sekarang sudah terbiasa dengan mimpi itu kok."
"Ngomong-ngomong, di mana Miko-chan?", lanjutku menanyakan keberadaan Miko.
"Miko masih tidur, katanya dia kurang enak badan.", jawab Ayako.
Setelah selesai sarapan aku pun berpamitan untuk bergegas pergi ke sekolah kepada Ayako yang masih membereskan meja makan.
" Aku berangkat."
Hari ini matahari bersinar dengan terang tanpa ditutupi awan, angin bertiup perlahan menyejukkan cuaca yang panas, bagi orang lain mungkin terlihat seperti hari yang indah di musim panas, tapi tidak bagiku. Bagiku semua hari adalah sama, kemarin, besok, dan lusa, musim panas, musim gugur, musim dingin, serta musim semi. Semua hari yang kulewati di luar sini adalah sebuah kesendirian.
Aku melewati hari ini seperti biasa, tidak berbicara dengan orang lain kecuali memang dibutuhkan, menjaga jarak dengan teman bahkan guruku sendiri. Semua itu kulakukan agar tidak ada yang tersakiti lagi karena keberadaanku.
Saat bel istirahat makan siang berbunyi, aku segera pergi ke kantin. Kulewati lorong dengan berjalan perlahan, menundukan wajah menghindari bertatap pandang dengan orang lain.
Tiba-tiba saat sedang dalam perjalanan ke kantin ada seorang gadis yang tanpa sengaja menabrakku, dan buku yang dibawanya berserakan di lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaita-kun: Tokyo Moonlight
Short Story"Membunuh, membunuh, dan membunuh.", hanya itu yang ada dalam jiwaku. Namun, kali ini berbeda saat aku bertemu dengan seseorang. Sebuah perasaan saling mengerti penderitaan dan perasaan ingin saling melindungi.