Second time?

72 6 0
                                    

"Chip, serang dari kanan."
"Baik. Laksanakan."
"Hero, serang dari kiri. Gue akan mengalihkan perhatian."
"Baik. Laksanakan."
"Hei!" Ujar Johnson.
"Serang dia!" Ujar orang-orang itu.
Johnson langsung berlari mendekat dan menyerang.

Bugh...bughh...dorr...

Sebuah peluru berhasil mengenai bahu kiri Johnson. Ia terdorong kebelakang.
"Shitt!"
Johnson kembali menyerang dan melumpuhkan orang-orang yang menyerangnya.
"John! Loe nggak apa-apa?"
"Nggak. Cuma ketembak aja."
"Ketembak? Mana?" Ujar Hero dengan panik.
"Biasa aja kali. Gue yang ketembak, kenapa loe yang panik?"
"Kita ke Rumah Sakit, sekarang. Peluru yang ada di tubuh loe harus segera di keluarkan. Kalau nggak bisa bahaya."
"Iya. Tenang aja."

***

"Untung aja loe nggak apa-apa. Kalau nggak kita harus cari kapten baru."
"Emang sih, gue pro. Makanya kalian nggak mau kehilangan gue."

Chipper pun memukul bahu Johnson yang dibalut oleh perban.

"Arghh. Sakit."
"Gitu aja sakit. Biasanya kena tusuk berapa kali aja nggak sakit."
"Beda. Udahlah gue mau pulang."
"Ya udah. Let's go, captain."

***

"Mampus. Gue telat."
Perempuan itu berlari tanpa memperhatikan jalan. Ia menabrak seorang dan terjatuh. Seseorang itu mengulurkan tangannya dan perempuan itupun membalas uluran tangannya. Lalu ia bangkit.
"Makasih. Kamu?"
"Kamu perempuan yang disekap itu 'kan?"
"Iya. Aku belum sempat mengucapkan terimakasih. Makasih ya. By the way, nama kamu siapa?"

"Nama aku Johnson. Panggil aja John."
"Aku Jenzie. Panggil aja Zie."

"Nice to meet you."
"Nice to meet you too. Oh ya, kenapa kamu tadi lari-lari?"

"Oh. Aku takut telat masuk kerja. Jadi aku lari dan nabrak kamu."
"Ya sudah, aku antar kamu saja."
"Nggak usah. Tar merepotkan."
"Nggak kok. Tenang aja."

***

"Kenapa loe? Senyum-senyum sendiri? Sehat?"
"Jelas sehat banget. Apalagi dianter sama yang ganteng."
"Hah? Maksud loe?"
"Iya. Tadi, gue hampir telat masuk kerja. Tapi, untung aja ada si Johnson yang nganter gue. Jadi, gue nggak telat."
"Lucky banget loe."
"Biasa aja."

***

"Kalau dipikir-pikir, Jenzie cantik juga. Senyumnya manis."
"Woi!"
"Hero? Ngagetin gue aja loe!"
"Ngelamun mulu loe! Itu ada telfon dari komandan."
"Hah? Seriusan loe?"
"Makanya, jangan ngelamun mulu loe!"
"Rese loe!"
"Buruan angkat!"
"Iya-iya. Cerewet loe!"

***

"Apapun yang terjadi, gue harus bisa membunuh Johnson. Dia nggak pantas untuk hidup. Karena dia adalah orang yang menghancurkan hidup gue. Gue harus cari titik kelemahan dia." Ujar Kenzo sambil tersenyum sinis.

"Bos, gawat."
"Kenapa sih loe? Main masuk-masuk aja."
"Ray, Vint, dan Wint tertangkap saat melakukan transaksi."
"Apa?"
"Vint berhasil menembak bahu kiri Johnson, bos."

"Bagus kalau begitu."
"Tapi, mereka berhasil tertangkap. Kita harus segera mencari markas baru agar tidak ketahuan, bos."
"Biarkan saja. Biarkan mereka mengetahui posisi kita. Justru itulah yang gue tunggu. Kita bisa pancing Johnson lalu membunuhnya."

"Kalau begitu, gue permisi dulu."
"Ya sudah. Gue nggak mau tahu transaksi malam ini harus berhasil. Apapun resikonya. Kalau perlu loe bunuh polisi-polisi lemah itu. Tapi, jangan sekalipun loe bunuh Johnson. Loe boleh siksa dia. Tapi, tidak dengan membunuhnya."

"Kenapa, bos?"
"Karena, hanya gue yang berhak untuk menghabisi nyawanya. Cepat atau lambat, loe pasti mati di tangan gue. Bersiaplah untuk itu, Johnson!"
Kenzo pun tersenyum sinis.

***

Bersambung

More Important Than Anything  ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang