Cerita ini sepenuhnya fiksi. Jika ada kesamaan nama, tokoh dan latar belakang itu semua hanyalah ketidaksengajaan.
********
Seorang wanita dengan umur sekitar 36 tahun itu menghela napas panjang dan meletakkan tas jinjingnya di almari sebelah meja prakteknya. Ia melirik seorang gadis yang berbaring di tempat tidur pasien ruang prakteknya itu. Ia menggeleng pasrah, sudah beberapa kali ia menyuruh si gadis untuk tidak tidur di sembarang tempat, tapi beginilah dia yang selalu melakukan apa yang ia inginkan. Beberapa kali ia menemukan si gadis tidur di cafetaria khusus tenaga medis yang ramai, bangku di koridor, di bawah pohon besar di ruang pavaliun dan berbagai tempat yang terlihat nyaman untuk berbaring di dalam area Rumah Sakit.
Ia menyadari bahwa banyak yang membutuhkan bantuan si gadis membuatnya kurang tidur dan bahkan kurang makan. Tetapi ia berharap paling tidak gadis yang seperti adik baginya itu memperhatikan kondisi tubuhnya sendiri. Si wanita berjalan ke arah tempat tidur itu dan menarik tirai di sampingnya. Saat ini ia hanya akan membiarkan si gadis jenius itu tidur dengan pulas mengistirahatkan otaknya sebelum siapa saja menganggunya dengan operasi, visit pasien atau konsultasi mendadak.
Si wanita mengambil berkas pemeriksaan pasien di meja dan memakai jas dokternya. Ia akan melakukan visit dan meninggalkan ruang prakteknya untuk beberapa jam. Ia juga harus memundurkan waktu prakteknya agar si berandal kecil itu bisa tidur sejenak. Si wanita menutup mulutnya spontan, bagaimana bisa ia memanggil sang profesor dengan sebutan berandal kecil? Batinnya geli. Setelah seluruh berkas siap ia berjalan keluar ruangannya dan ia terkejut saat beberapa koass dan residen bergerombol di depan ruangannya. Seorang koass yang menyadari si dokter yang sudah keluar dari ruangannya segera mendekat ke arah dokter diikuti teman temannya.
"Permisi dokter Rosi, apa Prof. Nami di dalam?" Salah seorang residen bertanya mewakili teman temannya.
"Apa yang terjadi? Apa ada operasi darurat?" Dokter Rosi yang melihat begitu banyak orang bersnelli di depan ruang prakteknya merasa sedikit seram.
"Kami ada keperluan dengan Prof. Nami, dok." Seorang residen wanita dengan kuncir kuda ikut berbicara.
"Prof. Nami belum bangun, adik adik. Kalo pengen ketemu, tunggu aja di sini. Nanti juga keluar kalo udah bangun. Nah saya permisi dulu yaa." Dokter Rosi berlalu setelah mengatakannya. Ia sedikit heran dengan pemandangan tadi. Ada urusan apa mereka dengan Prof. Nami? Batinnya bingung.
"Dokter dokter sekalian juga ingin bertemu Prof. Nami?" Salah satu koass laki laki dengan tubuh pendek menatap para dokter residen yang juga ikut berdiri di depan ruang praktek dokter Rosi sedari tadi. Ia penasaran mengapa secepat itu para dokter residen mencari Prof. Nami, kecuali mereka juga bersalah seperti teman teman koassnya.
"Iya dik koass, kalian sendiri kenapa secepat ini mencari Prof. Nami? Bukankah belum ditentukan siapa konsulen kalian untuk ke depan?" Dokter residen pria yang terlihat paling tua di antara teman temannya menatap para koass yang juga ikut berkumpul menunggu Prof. Nami daritadi. Si koass paling tampan menggaruk kepalanya yang tidak gatal dan tersenyum canggung. Ia tak mungkin mengatakan kalau dirinya telah menabrak si profesor sampai pelipisnya terluka.
"Hanya ingin menyapa prof. Nami saja dok." Koass lainnya mengangguk serempak bagai menemukan alasan yang tepat secara mendadak dari ketua timnya itu. "Kalau dokter sendiri? Apa ada keperluan dengan Prof. Nami?" Sekarang si dokter menggaruk kepalanya yang tidak gatal lalu menoleh kebelakangnya seolah meminta alasan tepat pada temannya yang lain.
"Kami juga bermaksud menyapa Prof. Nami." Ia merasa gagal menemukan alasan dan memutuskan menggunakan alasan yang sama. Para koass saling pandang satu sama lain dan mengangguk. Mereka merasa bahwa para dokter residen melakukan kesalahan juga pada sang profesor karna kata kata tanpa suara di ruang rapat terasa seperti ditujukan pada seluruh pesertanya. Dan jangan jangan ketiga dokter spesialis tampan juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet The Professor
RomanceMeet Namira Latif Seorang profesor jenius departemen bedah umum di RS Pusat Kesehatan Negeri dan baru berumur 25 tahun yang berwajah seperti anak SMA. Cantik dan kekanak kanakan. Meet Arjuna Jatiadi Dokter Spesialis Bedah umum di RS Pusat Kesehatan...