"Entahlah," ucap Naruto dengan nada putus asa.
"Ini ramennya!" kata pemilik Ichiraku Ramen sambil menyodorkan dua porsi besar ramen. "Naruto memesan ramen kedelai babi, kan?"
Naruto memperhatikan ramen itu dengan rasa kecewa. "Pak, disini tidak ada kue ikan naruto (yang bentuknya spiral itu)," ucapnya dengan nada kesal.
"Maaf, aku kehabisan," jawab pemilik Ichiraku. "Tapi, aku sudah menambahkan banyak kelezatan menma."
Naruto melirik papan menu di depan Ichiraku Ramen Bar, dan disana memang tertulis "kue ikan naruto habis."
Naruto berdiri dan menggebrak meja dengan frustrasi. "Aku benci menma! Aku tidak tahu apa itu menma! Aku bahkan tidak bisa mengunyahnya!"
"Menma dibuat dari bambu kering, wajar saja kalau keras dan kasar," ucap sang pemilik Ichiraku.
"Kaulah yang kasar..." ucap Naruto marah.
Iruka, yang duduk di samping Naruto, menggebrak meja dan memegang pundak Naruto. "Kenapa kau begitu memilih-milih?!"
"Ooeeii... jangan bertengkar di sini..." ucap sang pemilik Ichiraku, mencoba menenangkan situasi. Iruka mendorong tangan Naruto yang sedang digenggamnya.
"Ramen tanpa kue ikan naruto bukanlah ramen!" teriak Naruto sambil mengeluarkan beberapa uang receh dari kantongnya dan menggebrakkannya ke meja. "Kuso!!" Ia lalu berlari keluar dari bar itu.
"Hei, tunggu, Naruto!" panggil Iruka, namun Naruto tidak memperdulikan.
"Pemuda itu... aku tidak tahu ia begitu membenci menma..." ucap sang pemilik Ichiraku dengan bingung, tidak mengerti apa yang terjadi di dalam hati Naruto.
Iruka hanya bisa diam dan kembali duduk. Pemilik Ichiraku kemudian melihat uang yang ditinggalkan Naruto. "Eh? Uangnya tidak cukup..."
-----
Naruto berjalan melewati perumahan dalam gelapnya malam. "Iruka-sensei... dia bahkan tidak mengerti pemikiran orang lain..." ucapnya dengan nada penuh kesal. Tanpa sengaja, Naruto melewati rumah Sakura.
Terdengar pertengkaran yang cukup keras dari dalam rumah tersebut.
"Kenapa kau selalu menentang!?" teriak ibu Sakura.
"Berhentilah ikut campur dalam segala hal..." sahut Sakura dengan nada marah. "...Aku bukan anak-anak lagi!"
Sakura mengenakan sepatunya dan melangkah keluar dari rumah. "Kau mau kemana!?" tanya ibu Sakura dengan nada cemas.
Langkah Sakura terhenti. Ia memperhatikan fotonya dengan seragam Chuunin yang dipasang di dinding, diapit oleh kedua orang tuanya. "Ibu belum selesai bicara!"
"Ini hidupku, jadi berhentilah ikut campur," ucap Sakura lalu membuka pintu dan melangkah keluar. Begitu keluar dari pintu, Sakura bertemu dengan Naruto.
"Eee?" Sakura terkejut melihat Naruto di sana.
"Ada masalah apa?" tanya Naruto.
Terdengar suara ibu Sakura membuka pintu, "Sakura, berhenti!" Sakura menarik tangan Naruto dan mengajaknya menjauh dari tempat itu dan dari ibunya.
"Ayo ikut aku!" ucap Sakura, menggenggam tangan Naruto dengan kekuatan penuh.
"Sa-sa-sakit... Aku senang akan hal itu tapi tidak seperti ini..." ucap Naruto, meringis kesakitan.
"Berisiiik!!!" teriak Sakura sambil menjewer telinga Naruto.
"AA... sa-sakit... Kau sedang melampiaskan kemarahanmu padaku, ini bukanlah kencan! Hei Sakura, lepaskan... itu sakit..."
-----
Naruto dan Sakura duduk di ayunan di sebuah taman bermain. Sakura tampak sedikit lebih tenang, meskipun masih terlihat tertekan.
"Ibumu akan mencarimu..." ucap Naruto, mencoba menenangkan Sakura.
"Kau pikir baik-baik saja kau akan berada di sini?" tanya Sakura.
"Biarkan saja dia sendirian!" jawab Sakura dengan nada putus asa.
"Ini sudah biasa... dia selalu ikut campur dalam segala hal yang kulakukan. Dia tidak akan puas sampai semuanya berjalan sesuai keinginannya. Ayahku juga sama. Bagaimana perasaannya kalau berada di posisiku?! Dia melakukan semua yang ibu katakan. Dia seorang Genin yang bahkan tidak memiliki kesempatan menjadi Jounin..."
Naruto mulai merasa terpengaruh oleh perasaan Sakura. "Aku ingin dia melakukan sesuatu untukku..." lanjut Sakura dengan nada sedih.
"Hei..." ucap Naruto, mencoba untuk menghibur. "Sakura, bukankah kau bicara terlalu kasar?!"
Sakura melompat dari ayunannya. "Apa? Jadi kau di pihak orang tuaku?"
Naruto berdiri dan membantah, "Apa maksudmu di pihak orang tua-mu? Aku hanya—"
"Aaaah, dari semua orang yang ada, kenapa harus kau, Naruto, yang ada di sini?" potong Sakura dengan frustrasi.
"Jika Sasuke yang ada di sini, dia pasti akan mengerti aku..."
"Apa?"
Tiba-tiba, Naruto merasakan sesuatu di kakinya, seolah ada segel yang baru ditandai di sana. Mungkin itu akibat pertarungannya dengan tangan Kakuzu sebelumnya?
"Eh?" Naruto bingung melihat segel itu. Tiba-tiba, seorang pria bertopeng muncul di hadapan mereka.
"Lama tak jumpa, Uzumaki Naruto," ucap pria bertopeng itu dengan nada dingin.
"Kau... Madara!!" teriak Naruto.
Naruto segera membentuk kagebunshin dan bersiap untuk melancarkan rasengan sambil berlari mendekati Tobi. "Rasengaaann!!!" teriaknya, namun serangannya hanya menembus tubuh Tobi yang tampak seperti ilusi.
"Kau masih saja sama," ucap Tobi dengan nada sinis.
"Kuuuussooooo!!!!" teriak Sakura dari atas, mencoba menendang Tobi dengan kekuatan supernya, tapi percuma.
"Jangan berpikir bisa membuat kekacauan di desa ini," ucap Tobi dengan tenang.
"Ini sedikit diluar dugaanku, tapi tak masalah," lanjut Tobi. Ia mengeluarkan sebuah bola kristal dari sakunya dan melemparkannya ke atas Naruto dan Sakura.
Bola kristal itu terletak di bawah gambaran bulan, seolah melingkup bulan dengan kaca merahnya yang kemudian berubah menjadi sharingan.
Bola itu bersinar sangat terang, membuat Naruto dan Sakura tidak mampu melihat apa-apa.
"A-apa yang kau lakukan?" tanya Naruto, panik. Detik berikutnya, cahaya silau itu memutihkan segalanya, menghapuskan segala bentuk dan warna di sekitar mereka.
...
Tbc.