***
"Arum.""Hm?" Mulut Arum penuh, jadilah Ia hanya mendeham sebagai jawaban.
"Tambah lagi ya makannya?" Bujuk Kafie.
Arum menelan makanannya lalu minum beberapa teguk. "Gak mau. Udah cukup."
"Kamu harus ndutan. Ayolah, beberapa suap lagi aja.. ya?" Bujuk Kafie untuk kesekian kalinya.
"Jangan paksa aku, Fie.. Aku udah kenyang. Udah penuh." Arum mengerucutkan bibirnya, pertanda buruk untuk Kafie.
Kafie mendesah pasrah. "Yaudah deh, tapi lain kali porsinya tambahin ya.. Masa cuma tiga sendok. Lama-lama kamu kayak tulang berjalan." Ucap Kafie dengan raut kesal yang dibuat-buat.
"Hem. Ayo buat puisi." Ucap Arum mengalihkan.
"Ahh iya, aku belum kepikiran temanya apa." Bola mata Kafie bergerak keatas, Ia mencari inspirasi.
"Tentang keindahan alam aja. Biasanya juga itu terus dari SD kalau disuruh buat puisi." Ejek Arum.
"Ngeselin ya kamu. Untung sayang." Ucapnya gemas.
Arum terkekeh geli.
"Ahaa! Aku udah punya tema."
"Apa?"
"Keindahan Arum." Jawab Kafie enteng.
"Eh?"
"Becanda deng. Mheheheh.."
"Jayus." Arum mengusap wajah Kafie.
"Yaudah serius. Kafie mau buat puisi tentang Arum."
Arum tidak dapat menahan senyum. Pipinya memanas. Namun sipu malunya berusaha Ia sembunyikan. "Yaudah, aku juga mau buat puisi tentang Kafie."
"Sip! Yuk ke ruang tengah." Kafie berdiri.
"Iya. Kamu duluan aja, aku masih mager." Ucap Arum.
"Mau pake jasa Go-Fie lagi?" Kafie menawarkan.
"With Pleasure." Arum tersenyum riang. Memang itu yang Ia inginkan.
***
Kafie Putra Mahendra
karya : Arum A.G.Pernah ku jatuh,
Tubuhku rubuh
Pakaianku lusuh
Hatiku rapuhKau datang menghampiri
Bersama senyum sehangat mentari pagi
Menggenggam lembut jemari ini,
Bantu ku berdiri lagiPernah ku limbung
Sampai buta terkurung,
Bahkan kehilangan lengkung senyum
Kemudian kau meraihku, menjaga agar aku tidak tersandungTetaplah tangan ini kau genggam,
Sampai terkubur seluruh kelam.
Tetaplah tangan ini kau genggam,
Sampai kemudian nadiku diam.Arum Aurellia Grizelle
karya : Kafie P.M./Hening/
/Hening/
/Hening/
/Hening/
/Bening/
/Bening/
/Harum/
/Arum//Maaf, Tuan.
Habis kata ku gambarkan bagaimana Nona Aurellia, Ia berharga.
Mereka benar pasal Grizelle, Ia pejuang cerdas.Maaf, Tuan.
Coba menyelam lebih dalam
Akan Tuan temukan,
Ia yang harum, /Arum.//***
Mereka lantas bertukar lembar kertas puisinya untuk saling menilai. Kemudian keduanya asyik menelaah makna tersirat dalam puisi tersebut.
Rasanya seperti... sulit sekali dijelaskan. Bayangkan saja bagaimana rasanya, apabila kalian saling memberi puisi cinta. Mungkin tidak masalah jika kalian membacanya di tempat yang berbeda.
Misalnya jika di kamar, kita akan lebih leluasa mengekspresikan diri. Salah tingkah sampai menggigit bantal pun tidak jadi masalah.Namun apa jadinya jika kalian harus membaca puisi cinta dihadapan orang yang membuatnya?
"Akhem." Kafie berdeham memecah keheningan. "Setelah baca puisi Arum buat Kafie, Kafie ngerasa jadi Super Hero, dong!"
"Hehehe,"
"Hehehe doang?" Alisnya beradu, heran.
"Maunya aku jawab apa?"
"Ish, gaktau ah." Kafie mendengus. "Kalau Arum gimana?"
"Apanya?"
"Puisi Kafie buat Arum. Bagus nggak?"
"Bagus,"
"Arum suka?"
Arum tersipu. Sebenarnya sedari tadi Arum menahan diri untuk tidak menunjukkan reaksi seperti ini. "Suka," gumamnya, seraya menunduk untuk menyembunyikan semburat merah di pipinya.
"Suka aja?" Kafie seperti menuntut komentar lebih. Menurutnya, jawaban Arum seharusnya tidak begitu.
"Apasih kamu, Fie.." Arum terkekeh geli melihat raut wajah protes Kafie.
"Arum gak asik ah." Tangannya kemudian sibuk membereskan alat tulis. Ia kecewa dengan jawaban Arum. Seharusnya Arum membanjirinya dengan pujian, begitu pikirnya.
"Bercanda, Fie.. Gitu aja ngambek. Iya aku suka, suka banget. Aku cuma agak-"
"Agak apa? Yang gak bagus sebelah mana? Biar Kafie benerin sekarang," Ia kembali mengeluarkan alat tulisnya.
"Sabar, dong. Orang belum selesai ngomong juga ish." Sekarang Arum yang mendengus.
"Ohiya maaf, hehe.."
"Aku cuma agak gak nyangka aja, kamu buat puisi dari arti nama aku. Bahkan aku sempet lupa arti nama aku sendiri. Setelah aku baca puisi dari kamu, aku ngerasa perlu mencintai diri sendiri. Makasih yaa.." Arum melengkungkan senyum terbaiknya. Cantik sekali. Ini baru jawaban yang memuaskan bagi Kafie.
"Sama-sama," Kafie ikut tersenyum.
"Satu lagi, Fie.." Kini Arum menatap tepat pada manik cokelat milik Kafie.
"Apa?" Kafie balas menatap lekat, menunggu jawaban.
"Kamu lebih dari sekedar Super Hero," Arum berucap pelan, namun jelas tertangkap oleh telinga Kafie.
Kemudian setelah itu, hanya degup jantung keduanya yang terdengar di antara hening.
It's been a long day, readers!
Terima kasih sudah membaca, mohon tinggalkan jejak supaya aku bisa memutuskan untuk melanjutkan ceritanya atau tidak:'v
KAMU SEDANG MEMBACA
Warmth
Ficção Adolescente"Kumohon, jangan tinggalkan aku.. Aku tidak ingin cepat mati sebab terbunuh dingin dan sepi." pintanya lirih, nyaris tak terdengar. Nyatanya, hidup menjawab dengan serentetan kejadian yang mengikis egois. Khidmat Ia dengar apa kata peristiwa. Setela...