"gimana, mama kamu ada kabar?"
Ayana tertunduk seketika, bibirnya mengerucut setelah sederet kalimat itu menyapa daun telinganya.
Ayolah! Semenjak kepergian sang ayah, Ayana sudah dirundung duka. Terlebih mengingat mamanya yang-- entahlah. Wanita bernama Riana itu tak memberi kabar apapun. Seolah ia tak peduli dengan putri semata wayangnya ini yang tentu masih butuh makan dan biaya untuk sekolah.
Melihat reaksi Ayana, tentu Ken tidak butuh jawaban lebih dari pacarnya itu. Ia sudah bisa menebaknya. Ken kemudian mendekat dan merangkul bahu Ayana.
"Ya udah, kamu sabar aja sementara ini kan ada aku. Kalo butuh apa tinggal bilang aja," ucapnya mengusap rambut hitam Ayana sambil menampakan senyum yang seolah tidak ada apapun yang menyakiti hatinya, meski jaug didalam sana Ken terlihat merasa sangat prihatin.
"Makasih ya, maaf kamu jadi sering bayarin aku makan belakangan ini. Aku ngerepotin banget pasti," ujar Aya yang merasa tak enak hati.
Bisa dibilang kebutuhan makan Ayana ditanggung Ken sebulan terakhir ini. Bukan karna Ayana matre atau apapun itu. tapi serius, Ayana tidak punya tabungan lagi. Sedikitpun tidak, lalu bagaimana ia bisa makan? Ayana merasa hidup seorang diri di dunia ini. Beruntungnya ia memiliki Ken yang peduli penuh dengannya.
Bahkan Ken sendiri yang tidak mengizinkan Ayana bekerja paruh waktu. Ken juga yang membiayai makan sehari-hari Ayana. Meskipun ia juga tidak bekerja, namun tetap saja, jatah bulanan bulanan dari Ayahnya sudah lebih dari cukup. Membiayai pacarnya bukan hal besar.
Drtt
Ken dengan cekatan merogoh saku celananya begitu merasakan ponselnya bergetar. Ekspresi wajahnya terlihat panik saat mendengarkan suara dari sebrang sana.
"kenapa?" tanya Ayana khawatir melihat Ken yang nampak gusar sendiri.
"Arin! Arin jatuh sama Laskar," jawabannya paniknya.
"Jatuh? Dimana?" Aya ikut panik melihat Ken yang memakai hodie-nya dengan sangat terburu-buru.
"Di dekat perempatan, tapi gak apa-apa kok katanya. Aku jemput Arin ya kamu gak apa-apa, kan?" Ken menyentuh ujung kepala Ayana untuk yang kesekian kalinya.
"Gak apa-apa, kamu hati-hati."
"iya, aku duluan." Ken pergi dengan terburu-buru.
Bohong jika Ayana mengatakan 'tidak keberatan'.
Ken selalu saja begitu, Ken sangat peduli dengan Arin, sahabat kecil Ken. Ayana tentu saja cemburu.
Jika alasan seperti tadi tidak masalah, beda ceritanya jika Ayana sedang makan berdua dengan Ken dan tiba-tiba saja Arin menelpon kalau dia Sedang dilanda bosan di rumahnya. Dan yang menyebalkan lagi Ken langsung pergi ngajak Arin jalan-jalan, tidak peduli dengan Ayana yang juga sedang bersamanya. Sial! Itu berlaku setiap hari. Tentu dengan alasan yang menurut Ayana, Ken tidak harus sepeduli itu juga.
Namun bagaimanapun Ayana tidak bisa egois. Mengingat nasibnya saat ini juga sama seperti Arin yang tidak punya orang tua dan membutuhkan sosok sahabat seperti Ken.
Tunggu, tapi untuk apa juga Ken mengatakan ia akan menjemput Arin? Kenapa tidak Laskar? Bukankah Arin bersama Laskar? Dan jelas Laskar adalah adik kandungnya. Mungkinkah Ken lebih menyayangi Arin?Ah! tidak, Ayana harusnya membuang jauh-jauh asumsi semacam itu. Ia tidak harus cemburu dengan hal kecil semacam ini. Ayana satu tahun lebih dewasa dari Arin, bagaimanpun dia tidak bisa berpikiran seperti itu.
Persetan dengan Ken dan Arin, Ayana lebih berminat untuk menyalakan televisi dan menonton drama kesukaannya. Namun belum lama ia duduk, seseorang tiba-tiba saja berlalu lalang di hadapannya. Membungkuk, bahkan mengintip kolong meja dan lemari. Ayana sampai melotot melihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Down
Ficção Adolescente"Lihat, aku butuh tempat untuk bersandar, bahu yang menerima tangisku, dan pelukan yang mendengarkan keluhku. Tapi dimana kamu?" . . . . . . Boleh follow dulu lah sebelum baca, biar lebih akrab sisss (◍•ᴗ•◍)❤ Boleh komentar tapi gak jahat. Dilarang...