/on my way to the place where our story begins/
💠💠💠"1... 2... 3..." Cekrek!
"Alahh..." Sebastian mengamati hasil bidikannya di kamera kesayangan Sheryl tanpa rasa puas sedikit pun.
"Kenapa? Lihat, lihat!" Sheryl berlarian ke arah laki-laki itu untuk ikut melihat potret dirinya yang diambil oleh Sebastian.
"Tuh, pelit banget senyumnya kayak lagi krisis tanggal tua. Udah dibilangin senyum yang lebar juga," omel Sebastian.
"Gila, jelek banget?? Itu beneran gue?" Sheryl melongo tak percaya. "Ih, mata gue bengkak parah di situ!!"
"Lagian, udah tahu mau pameran, malah pake acara nangis semaleman?"
"Eh, gara-gara lo, ya!"
Sebastian terkekeh sambil mengamati potret itu lagi, kali ini lebih lekat. "Tapi tetep cantik? Lo doang emang, yang masih kelihatan cantik walau irit senyum sama mata bola ping-pong,"
"Alah, bullshit!"
Kring~ Kring~
"Hola!"
Bel studio kerja dibunyikan, diikuti sebuah sapaan dari luar.
Sheryl mengernyit. "Jam segini masih ada pengunjung dateng?"
"Coba lo lihat dulu," Sebastian menyarankan. Dibuntutinya gadis itu keluar dari studio.
Di depan pagar, mereka menemukan seorang anak laki-laki usia enam tahunan, membawa sebuah buket bunga di tangannya.
"Hola?" sapa Sheryl, masih setengah bingung.
Anak laki-laki itu tersenyum lucu, memamerkan gigi kelincinya yang baru tumbuh. "Hola! Un paquete para usted, Señorita," (Halo! Sebuah paket untukmu, Nona)
"Anak pinter!" Sebastian melangkah menuju pagar, lalu mengusap kepala anak itu. Dipanggilnya Sheryl yang masih bergeming di teras studio. "Sini, Sher!"
Sheryl akhirnya bergegas mendekat. Kedua tangannya terulur untuk menerima buket bunga yang diserahkan anak kecil itu. "Gracias," Kini gantian dirinya yang mengusap rambut si anak.
Merasa tugasnya selesai, anak laki-laki itu berlari menghampiri seorang wanita paruh baya—ibunya, mungkin—yang rupanya menunggu di seberang studio sejak tadi.
"Gracias!" ucap Sebastian sambil melambaikan tangannya ke arah ibu dan anak itu. Keduanya balas tersenyum sebelum melangkah beriringan meninggalkan area itu.
"Siapa, Yan? Lo kenal?"
"Nggak. Tadi kan lo nyuekin gue sepanjang pameran, ya udah gue jalan-jalan aja, sekalian nyari kado buat lo. Eh, ketemu mereka di deket florist, terus kepikiran minta tolong buat ngasih buket itu ke lo," jelas Sebastian.
"Jadi, ini tuh rencana lo?"
Cowok itu nyengir. "Hadiah dari gue karena pameran terakhir lo di kota ini sukses besar. Suka, nggak?"
Sheryl mengangguk riang. Sebastian balas tersenyum, lantas merentangkan tangan lebar-lebar, bermaksud menawarkan pelukan sebagai ungkapan selamat. Tentu saja gadis itu menyambutnya dengan senang hati.
"Congrats, Sheryl!" Sebastian mengeratkan dekapannya pada tubuh mungil itu. "Gimana? Udah siap buat pulang?"
"Kayaknya... gue nggak bisa lebih siap lagi dari ini deh, Yan,"
💠💠💠
Esok harinya, di pesawat.
"Pulang, pulang, pulang!" Sheryl merapalkan kata itu berulang-ulang sambil menggerakkan kedua kakinya dengan riang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pandora✔
Teen FictionSelalu ada hati yang merindukanmu untuk pulang. Menyiapkan segalanya agar kamu nyaman untuk tinggal. ©2019 • oldelovel