6

90 15 1
                                    

"Assalamualaikum Bunda.." salam Sultan ketika tiba dirumah Navya. Sebenarnya, Sultan ingin langsung membawanya kerumah sakit. Namun pikir Sultan, Ia harus membawa Navya bertemu dulu dengan Bunda. Ia tidak ingin Bunda khawatir dengan anak kesayangannya itu.

Pintu rumah yang terbuka dan tidak adanya respon dari Bunda yang didalam membuat Sultan yang biasanya menunggu Bunda menyambutnya kini mengambil keputusan dengan langsung memapah tubuh lemah Navya masuk ke dalam. Ternyata, Bunda sedang sholat dhuha di mushola kecil rumah Navya.

Diletakannya tubuh Navya berbaring diatas sofa ruang tengah. Ia cukup sopan untuk tidak membawa Navya masuk kedalam kamarnya. Reaksi terkejut bercampur khawatir tercetak jelas dari wajah Bunda ketika melihat keadaan tak berdaya nya Navya.

"Innalillah, Nav kenapa Sultan?" Tanya Bunda gusar. Punggung tangannya memegang dahi Navya yang hangat.

"Sultan juga nggak tahu. Lebih baik kita bawa Nav kedokter aja, Bun. Biar Sultan siapin mobil." Usul Sultan yang justru direspon Bunda dengan gelengan kepala.

"Biar Bunda panggilkan dokter keluarga aja. Nav memang sering 'kambuh' akhir-akhir ini." Ucap Bunda. "Bunda mau telpon dokter nya dulu, kamu jagain Nav disini ya." lanjut Bunda.

**

Motor Mahesa behenti dihalaman sebuah rumah yang luas. Tidak diragukan lagi, pemilik rumah itu pastilah orang kaya terlihat dari desain rumahnya yang bisa dibilang mewah. Ia merogoh saku dan menemukan benda kotak yang dicarinya.

Ma, hari ini aku mau nginep disana.

Senyumnya mengembang ketika pesannya menunjukkan status bercentang dua yang berwarna biru. Orang yang dikiriminya pesan sudah membacanya dan sekarang sedang mengetik untuk membalas pesannya.

Oke, Mama tunggu :)

Ia segera turun dari motornya dan langsung memasuki rumah mewah berpintu besar tersebut. Lagi-lagi ponselnya bordering. Ada pesan masuk.

Mau Mama masakin apa? Jangan minta udang, tadi tukang sayur lupa gk bawa udang pesenan Mama.

Mahesa tersenyum simpul menunjukkan deret gigi putihnya yang jarang terlihat didepan banyak orang. Mama nya itu selalu punya cara untuk me-moodbooster-kannya.

Apa aja deh, Ma. Samain kayak yang dirumah.

Begitu balasnya. Bagi Mahesa, semua yang dimasak oleh Mama adalah yang terenak. Terlebih Mama membuatkannya dengan rasa cinta, itu jelas menambah cita rasa sedapnya.

Langkah kakinya mulai menaiki anak tangga yang tidak sedikit jumlahnya. Sebuah suara terdengar kurang bersahabat menyebut namanya,

"Mahesa" suara itu bukan suara asing baginya.

Mahesa berbalik badan dan mendapati wajah Papa disana masih lengkap dengan jas hitam yang formal.

"Kenapa, Pah?" balas Mahesa dingin.

"Nanti malam temani Papa menemui keluarga tante Dian." Ucap sang Papa. Mahesa mendengus. Ajakan Papa nya itu sudah terlihat jawabannya bahkan sebelum Papa mengutarakannya. Ia yakin, Papa tahu bahwa sebenarnya Ia tak perlu mengajak Mahesa untuk acara tersebut. Dan, jawaban Mahesa masih sama,

"Gak mau." dua kata tersebut sudah jelas akan terlontar dari Mahesa. Dengan ketus, Mahesa meninggalkan Papa tanpa menggubris Papa yang sangat marah dengan tingkahnya.

**

Papa dan Mama Mahesa sudah resmi bercerai sejak Mahesa masih duduk dibangku sekolah dasar. Papa yang terlalu egois selalu menekan kehidupan Mama yang lembut. Berulang kali Mahesa melihat pertengkaran keduanya. Mama yang selalu berusaha berjuang untuk Papa justru dipandang sebelah mata oleh Papa. Hingga suatu saat, Mahesa kecil mem-proklamir­-kan cita-cita barunya yaitu,

Stay WeirdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang