Prolog

3.1K 358 23
                                    

Dari dalam bus yang melaju menembus tirai gerimis, perempuan itu menatap hampa poster-poster, baliho, iklan-iklan yang berjejer di pinggir jalan dengan tatapan kosong seolah-olah nyawanya melayang entah kemana. Rintik gerimis membuat malam kelabunya semakin kelam. Bus yang biasanya penuh sesak pun kini sepi penumpang. Orang-orang memilih berdiam diri di rumah daripada bepergian di tengah hujan seperti ini.

Berhenti di persimpangan lampu merah, perempuan itu menoleh pada sebuah toko elektronik. Pada salah satu sisi jendela kaca toko itu dipenuhi deretan model televisi terbaru yang menampilkan acara-acara berbeda pada setiap layarnya. Matanya terpaku pada salah satu layar televisi yang menayangkan acara hiburan.

"Oppa... seandainya aku memiliki keberanian walaupun hanya sedikit, aku ingin mengatakan kalau sebenarnya aku pernah menyukai -mencintai− Oppa." Gumamnya pada dirinya sendiri. "Kalau ku katakan hal itu sekarang apakah takdir kita akan berubah?"

Ketika bus kembali melaju air mata turun perlahan membasah wajah cantiknya, wajahnya ia tenggelamkan pada tas lusuh yang berada di atas pangkuannya, ia terisak. Sedapat mungkin ia bekap mulutnya agar isakannya sedikit teredam. Ia tidak mau kalau menumpang lain yang tidak begitu banyak itu mendengar tangisannya. Biar semua penyeslaan itu ia rasakan sendiri.

©©©©©

"Untung kau baru pulang! Satu jam yang lalu ada sekumpulan pria mendatangi rumahmu dan berteriak-teriak." Ucap induk semang.

"Ah... Ya."

"Apa kau punya hutang pada rentenir?" tanya perempuan tua berbadan tambun itu dengan ekspresi merendahkan.

"Mereka bukan rentenir. Dan aku akan pindah tengah malam nanti. Terima kasih atas informasimu."

©©©©©

Pindah dari satu flat ke flat yang lain, mencari pekerjaan baru, bertemu rekan kerja baru adalah makanan rutinnya. Kim JaeJoong tidak pernah mengeluh karena memang tidak ada tempat untuknya mengeluh. Sesakit dan sepedih apapun akan ia simpan rapat untuk dirinya sendiri.

"Kemana lagi kau akan melarikan diri dariku? Apa itu cukup untukmu?"

JaeJoong nyaris melompat jikalau di atas pangkuannya tidak ada tas berukuran besar yang ia peluk. Pria itu nyata. Berdiri angkuh di hadapannya. Pria yang tidak dibencinya tetapi sangat ia hindari.

"Terima kasih pada wanita tua mata duitan pemilik tempat ini. Dia menelponku dan mengatakan kalau kau akan pindah dari sini." pria itu tersenyum sinis. "Uang selalu berkuasa, kau tahu hal itu dengan baik bukan?"

JaeJoong terbelalak ketika dilihatnya beberapa pria berjas hitam satu per satu mengambil tas dan kantong-kantong miliknya, membawa benda-benda itu pergi begitu saja.

"Aku sudah mengurus satu semester absenmu. Mulai besok kau bisa kembali ke sekolah."

"Aku tidak mau berhutang apapun padamu." Ucap Jaejoong.

'"Kita berdua tahu berapa banyak hutangmu padaku."

"Biarkan aku sendiri! Pergi! Jangan ganggu hidupku lebih dari ini!"

Pria yang hanya memakai kemeja berwarna hitam dan celana jins belel senada itu berjalan mendekati Jaejoong, menundukkan tubuhnya dan meraih wajah Jaejoong menggunakan tangan kanannya. "Kita berdua tidak lupa bukan bahwa kau masih berstatus tunanganku?!"

"Aku tidak pernah mau menikahimu! Tidak!"

Senyum tidak tulusnya membuat wajah tampannya tampak menakutkan dan mengancam. "Kau masih mendamba oppa sialanmu itu? Apa kau ingin aku menghancurkan karier oppamu itu?"

"Dia tidak ada hubungannya dengan semua ini!"

"Kau menyukainya jelas semua ini ada kaitannya."

Jaejoong mentap penuh amarah pria yang masih mencengkeram kedua pipinya.

"Mari pulang! Rumah terasa sepi tanpa kehadiranmu."

©©©©©

Pria yang menjemputnya bernama Jung Yunho, seorang jenius yang memiliki segalanya -harta, kekayaan, popularitas− pun berwajah tampan. Mereka satu sekolah walaupun berada di ruangan yang berbeda. Yunho ketua OSIS yang sempurna, Ketua dewan disiplin yang disegani, ketua perkumpulan murid kalangan atas super elit dan juga selalu memiliki nilai sempurna dalam segala jenis mata pelajaran yang ia ambil.

Sementara Jaejoong hanyalah gadis biasa yang kebetulan memiliki wajah sangat menawan. Ayahnya kebetulan memiliki hubungan bisnis -utang− dengan keluarga Yunho. Awalnya semuanya baik-baik saja tetapi tiba-tiba bisnis keluarga Jaejoong bangkrut, ayahnya putus asa karena tidak mampu membayar sisa utang. Keluarga Yunho mengajukana sebuah syarat, apabila Jaejoong besedia menikah dengan Yunho maka semua utang keluarganya akan dianggap lunas. Jaejoong yang tidak mau kabur dari rumah, ayahnya bunuh diri dan semua uang asuransinya bahkan masih belum cukup melunasi utang-utangnya.

Yang Jaejoong herankan kenapa Yunho dengan mudah menerima kepeutusan orang tuanya dan mengangap Jaejoong adalah tunangannya. Selama ini Jaejoong kabur dari Yunho yang terus melacak keberadaannya. Dan terima kasih pada induk semang gendut mata duitan yang sudah memberitahukan niatnya untuk pindah pada Yunho.

Jaejoong tidak mengenal Yunho sebelumnya, ia hanya beberapa kali melihat Yunho ketika Yunho sedang berpidato diluar itu Jaejoong tidak memedulikan apapun tentang Yunho sebelum dirinya dipaksa berstatus tunangan Yunho. Herannya Yunho menerima ide konyol itu begitu saja. Jaejoong masih muda, ingin merasakan cinta. Cinta pertamanya yang tak sempat ia ucapkan pun terpaksa harus melukai hatinya sendiri. Andaikan punya kesempatan pasilah Jaejoong sudah mengatakannya dan ia yakin si cinta pertama akan bisa membahagiakannya.

Tears ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang