"Lo manja banget sih Bang, nyesel gue tadi sempet nangisin lo!" omel Langit melihat kelakuan kakaknya yang seenaknya.
Tadi selepas magrib Lintang memaksa untuk pulang. Katanya berlama-lama di rumah sakit hanya akan membuat lukanya bertambah parah.
Jadinya Langit tidak punya pilihan lain selain menuruti keinginan kakaknya itu.
"Berbakti dikit kek lo jadi adek! Azura aja dari tadi gak ngeluh tuh."
Azura yang mendengar namanya disebut hanya nyengir tanpa mengucapkan sepatah katapun.
"Iya dia nggak ngeluh, tapi siapa tau dalam hati dia udah nyumpah-nyumpahin lo Bang," sahut Langit tak mau kalah.
"Jangan samain gue kaya lo ya!" sangkal Azura tak terima.
"Tuh denger tuh, Azura mah baik. Nggak mungkin dia nyumpahin gue, ya gak Ra?"
Kali ini Azura mengangguk. "Lagian harusnya lo bersyukur Lang punya kakak yang baik kaya kak Langit, gue malah iri sama lo."
"Ah Azura terbaik emang. Lo jadi adik gue ajalah Ra, tukeran sama Langit. Biar dia ngerasain gimana punya kakak kaya si Manda!"
"Idih amit-amit gue, mending gue gak punya kakak sekalian."
"Manda siapa Dad?" Alya yang tadinya asik bermain game bersama Kalan tau-tau kini sudah berdiri di sebelah Langit yang sedang sibuk mengupas buah.
"Bukan siapa-siapa, anak kecil nggak boleh tau. Udah sana lanjut main aja!" Alya mengerucutkan bibirnya, meskipun begitu ia tetap menuruti ucapan Langit.
"Kok lo udah kaya bapak beneran sih Lang!" celetuk Lintang. "Jangan ngeduluin gue ah, gue sama Shefa belum mau nikah."
"Bang, tangan kanan lo mau gue patahin sekalian juga nggak?" Lintang bergidik ngeri melihat Langit mengacungkan pisau ke arahnya.
"Makan malam udah siap." Azura muncul kembali dari pantry. Celemek biru polos milik Langit masih melekat di tubuhnya.
Mendengar kata makan malam Kalan refleks bangun dan berlari ke arah Azura. "Aku udah laper Mom!"
"Yaudah sana kalian makan dulu aja," titah Langit sambil menyuapkan apel yang tadi sudah dikupas Langit.
"Kak Lintang nggak mau makan juga?"
"Gue masih kenyang Ra, tadi udah sempet makan waktu di rumah sakit."
Azura beroh panjang. Kemudian mereka semua makan malam tanpa Lintang.
Sebenarnya Azura masih merasa canggung duduk berhadapan lagi dengan Langit mengingat akhir-akhir ini hubungan mereka tidak begitu baik.
Ia merasa serba salah tiap kali mengobrol dengan laki-laki itu. Seolah dirinya sudah mengingkari janjinya sendiri untuk tidak berdekat-dekatan dengan Langit lagi.
"Ra, makasih buat hari ini. Sori udah ngerepotin lo," ujar Langit pelan membuat suasananya semakin awkward.
"Iya santai aja," jawab Azura tanpa memalingkan wajahnya ke arah Langit.
"Lang ada tamu tuh, bukain dulu pintunya!" teriakan dari Lintang berhasil mengalihkan atensi keduanya.
Azura akhirnya bisa bernapas lega. "Biar gue aja yang buka," kata Azura yang langsung beranjak bahkan sebelum Langit mengiyakan ucapannya.
Gue nggak inget kapan gue ngerasa secanggung ini sama Langit. Padahal tadi waktu di rumah sakit biasa aja. batin Azura sebelum membukakan pintu.
"Azura?" pekik seseorang tepat setelah Azura membuka pintu apartemen Langit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aozora [END]
Dla nastolatkówApa yang akan kau lakukan jika tiba-tiba ada dua anak kecil yang mengaku sebagai anakmu di masa depan? Terkejut? Tentu saja kau akan terkejut. Begitu pun dengan Azura yang tak pernah menyangka genre dalam hidupnya akan bertambah. Terlebih laki-laki...