.

13 3 0
                                    

Bel pulang telah berbunyi tiga puluh menit yang lalu. Sekolah mulai sepi, beberapa murid masih menghiasi lorong kelas.

Kelas XI-4 masih di isi empat manusia. Entah ngapain hidup mereka emang gak jelas.

"Abis ini kalian sibuk gak? main rumah gue yuk." Ajak seorang perempuan yang biasa dipanggil Megan.

"Ngapain?" Tanya seorang laki-laki berperawakan kurus, tinggi, putih, mukanya aja, lehernya itam. G canda elah.

"Gak ngapa-ngapain, main doang."

"Yah nggak diapa-apain." Ya, Ando memang salah satu manusia yang diberi akal lebih sedikit dibandingkan manusia normal lainnya.

"Kurang belaiyan banget sih." Cibir Deni, laki-laki yang sebenarnya memiliki sifat 11  11,5 dengan Ando.

"Kenapa? Lo mau belai gue? Sini dong om, belai adek."
Gatal? emang, ampe ke urat gatalnya. Tapi dia manusia langka loh, jarang-jarang ada cowok lenje, patut dibudidayakan.

Dari tadi Galuh hanya diam, tak berniat untuk ikut campur dengan pembicaraan bodoh mereka.

"Serius gue, di rumah gue gak ada orang." Megan, satu-satunya perempuan diantara mereka. Dia memiliki darah campuran Belanda dari kakeknya, postur wajahnya memang mirip-mirip orang barat, hidung mancung, alis tebal, bibir tebal, bedak tebal, G canda.

Sudah jelasin mukanya Megan, intinya dia cantik walau agak gak normal, ya kalo dia normal mana mau main sama anak-anak kek Ando, Deni, ama Galuh.

"Ada makanan gak? minimal snack lah." Tanya Deni, om om yang baru saja selesai membelai adek Ando. G canda.

"Selo ae, banyak makanan kadaluarsa di kulkas gue, tinggal pilih mau yang mana."

"Cantik-cantik gak ngotak."

"Ya kali gue ngasih lo makanan basi, sayang makanannya, mending buat gue. Lo biasanya makan rumput kan? banyak depan rumah, kebetulan mang ujang lagi sakit jadi gak nyabut rumput." Benerkan dia agak gak normal. Maklum dia udah lama temenan dengan Ando, jadi agak tertular gitu.

"Lo niat ga sih ngundang kita ke rumah lo?" Si Ando mulai kesel tuh, wajahnya memerah ia merasakan darahnya mendidih naik keatas ubun-ubun, membuatnya ingin berteriak mengeluarkan semua kekesalannya yang ia pendam dalam dada. Lebay bet elah. G g g, si Ando cuma kesel doang.

"Niat kok niat, apa perlu gue baca niatnya juga." -Megan

"Lo kira nyabun, pake niat." -Deni

"Lah? sejak kapan nyabun pake niat? nyabun itu adalah panggilan jiwa yang mendadak timbul ketika kau sedang merasa--- Sakit elah dugong!" Kepala Ando ditepok Galuh gais, untuk gak geger otak tu anak. Kan kasian, udah gak punya akal, gak punya otak pula.

"Masalah makan aman, nanti gue pesenin ph buat lo pada." Sebenarnya dari awal Megan emang mau mesen ph buat temen-temennya, tapi dia sengaja becandain si daki platipus.

"Gak ngonggong dari tadi njing, kuy la." Ando langsung berdiri dari kursi, menarik tas hitamnya yang ringan seperti tidak ada isi, eh ralat, emang gak ada isinya. Ando emang gak pernah bawa peralatan belajar ke sekolah, semua buku dia simpan dalam laci, pena? gampang, tinggal ngibat.

"Temen lo Galuh."

"Sori ga kenal."

Ando langsung keluar tu dari kelas, keknya ke parkiran mau ngambil mobil, teman-temannya yang lain nyusul, si Ando bareng Deni, Kalo si Galuh sama Megan.

***

"Woi ketek miper." Megan sengaja tu teriak soalnya beda mobil sama Ando.

"Apaan sih?" Si Ando juga teriak, jadi mobil mereka tu sebelahan, iya sambil nyetir sambil ngobrol, kek emak-emak bawa motor yang ketemu kenalannya di jalan.

FriendshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang