《05》 Wildest Dreams

6.6K 817 439
                                    

A/n: GUISE MAAF AKU BARU NYADAR AKU ADA KOBAM BANYAK BANGET WOI. Itu harusnya Jihoon sama Woojin itu sama kaya Guanlin sama 'dia'nya, 7 tahun lalu, bukan 5 tahun :( terus jinseob sama jinri umurnya udah 5 tahun :(

Btw yang buat chapter ini, lirik lagunya ga ada hubungannya sama ceritanya, cuma vibe lagunya aja yg cocok (?)

"He said let's get out of this town, drive out of this city, away from the crowds
I thought heaven can't help me now, nothing lasts forever
But this is getting good now
He's so tall and handsome as hell"-T. Swift, Wildest Dreams

𝕽𝖊𝖕𝖚𝖙𝖆𝖙𝖎𝖔𝖓

Situasi di dalam mobil Guanlin begitu hening, dengan Guanlin yang—sok fokus pada jalanan di hadapannya, dan Jihoon yang menatap kosong ke arah jendela.

Segera setelah Guanlin melontarkan kebohongan terbesar sepanjang tahunnya—yang juga terdengar seperti vonis hukuman mati bagi mereka berdua, pria itu langsung menarik Jihoon pergi dari keramaian itu.

Dan di sinilah mereka sekarang, lebih seperti berjalan-jalan tanpa arah, mungkin? Jihoon bahkan tidak tahu dimana mereka sekarang. Yang bisa Ia lihat hanyalah jalanan sepi dengan beberapa pepohonan dan rumah-rumah kecil di sisi kiri dan kanan mereka.

Situasi ini menyiksa, sangat. Terutama bagi Guanlin, yang merasa sangat bersalah karena telah berbohong tanpa memikirkan akibat dari kebohongannya itu lebih jauh.

Namun nampaknya Jihoon masih cukup betah, duduk di kursinya, menatap kosong kearah jendela. Air matanya masih mengalir dengan deras.

It's kinda heartbreaking to see.

Guanlin—yang sudah tidak tahan dengan situasi ini akhirnya berdeham. "Jihoon—"

"Diamlah dulu, Guanlin" ujar Jihoon menyela perkataannya. "Aku sedang tidak ingin berbicara"

Jihoon terlihat cukup mengerikan saat mengucapkannya, dan Guanlin, sebagai orang yang mengetahui bahwa Park Jihoon bisa berubah gila jika sedang emosi langsung memilih untuk diam.

Ponsel Jihoon yang tak henti-hentinya berdering sejak tadi pun tidak membantu keadaan ini. Guanlin rasa Ia sudah nyaris gila karena hanya mendengar suara getar ponsel yang beradu dengan dashboard mobil.

Guanlin sudah tahu Ayah dan Ibunya akan menggila begitu mereka mendengar apa yang Ia katakan barusan, jadi Ia langsung mematikan ponselnya segera setelah mereka meninggalkan gedung itu.

Ia menghela napas. "Kau tak akan mengangkat teleponmu?"

Jihoon sepertinya baru menyadari ponselnya yang bergetar. Ia segera mengambil ponselnya, membaca caller ID yang tertera dan menghapus air matanya sebelum akhirnya mengangkat teleponnya.

"Halo, hyung?"

"Tidak, aku tidak apa-apa" ujar Jihoon lagi. "Kau tahu, hanya drama biasa. Aku baik-baik saja"

Jihoon kembali terdiam saat sepertinya orang yang meneleponnya itu mengatakan sesuatu. "Tidak, hyung. Aku tidak menangis. Kau dengar suaraku kan? Aku terdengar baik-baik saja, kan?" Ujarnya. "Kau ingat waktu kita kecil? Waktu aku berpura-pura menangis agar kau mengembalikan mainanku? Ya. Semacam itu. Aku tidak benar-benar menangis"

Kebohongan yang sangat jelas. Bahkan Jihoon masih menangis sekitar 30 detik yang lalu.

"Aku sedikit sibuk tadi, jadi tidak langsung mengangkat teleponmu. Aku baik-baik saja kok"

Kembali hening. Guanlin berani bersumpah Ia mendengar lawan bicara Jihoon mengucapkan "Ibu dan Ayah"

"Itu... akan aku bicarakan lagi nanti" ujarnya. Hening sejenak. "Iya, hyung. Mungkin dalam waktu dekat ini aku akan pulang ke rumah"

Reputation // pjh+lglTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang