"Cukup, sudah cukup kita akhiri semua sandiwara ini," teriak gadis itu lantang di luasnya dataran tinggi yang menjadi tempatnya berpijak sekarang.
Gadis cantik itu tetap pada posisinya, berteriak histeris sambil sesekali mengeluarkan air matanya begitu saja dan membiarkannya menyatu dengan hujan. Kali ini ia benar benar rapuh, ia sudah tidak kuat lagi.
Dibelakangnya ada seorang pria berwajah sangat tampan berdiri, memerhatikannya. Pria itu berusaha berjalan mendekati gadis yang berdiri membelakanginya.
"Pergi Pluto, semesta tidak akan membiarkan kita bersama, aku tidak ingin menyakitimu." gadis itu masih membelakangi pria yang dipanggilnya pluto itu.
"Maafkan aku, jangan sakiti dirimu seperti itu kumohon." Ucap pria itu seperti meminta agar gadis itu berhenti bermain-main dengan langit. Tapi percuma gadis itu tetap tidak mau mendengarkannya.
"Kenapa?!kenapa harus aku yang ditakdirkan untuk menghancurkanmu? Aku tidak ingin kekuatan ini."
"Sebenarnya, saya sudah tau semuanya, dan saya ingin hancur ditanganmu, saya rela."
"Pergi!"
Kekuatan yang dikeluarkan gadis semakin besar dan itu bisa menyakiti dirinya sendiri. Gadis itu benar benar marah.
Pria itu memeluk gadis itu dari belakang, pria itu mencoba menenangkan gadis itu sebelum ia merusak semuanya. "Hentikan semua ini, kau menyakiti dirimu sendiri, saya akan pergi kumohon jangan sakiti dirimu lagi." Bisik pria itu tepat ditelinganya sambil mempertahankan pelukannya karena gadis itu berusaha memberontak.
Percuma gadis itu memberontak karena pelukan pria itu cukup kuat. Dan gadis itu hanya bisa pasrah dan menikmati pelukan terakhir dari pria yang dicintainya ini.
"Aku tidak ingin menyakitimu, aku tidak ingin membunuhmu, aku tidak ingin hidup seperti ini."
"Saya mencintaimu, dan saya sudah tau sebenarnya dari awal kamu dikirim ke kesini itu tujuannya hanya untuk membunuh saya, dan sekarang saya rela mati ditanganmu."
-pluto-
Padahal sudah dua hari Charon tinggal bersama Ragio. Tapi tetap saja gadis itu masih canggung jika mengobrol dengan Ragio, Bukan canggung sebenarnya lebih tepatnya takut!
Ragio itu terkesan cuek dan dingin sekali, sedangkan Charon ia gadis yang jaim jika bertemu dengan orang baru. Makanya, keseharian mereka disini dihabiskan hanya untuk berdiam diaman seperti sekarang.
Sebenarnya Charon tidak betah berada dikeheningan seperti ini, tapi ia malu untuk memulai percakapan.
"Kapan portalnya benar?" Tanya Charon dengan segala keberaniannya.
"Sepertinya besok sudah bisa dijalankan," jawab Ragio yang masih mempertahankan muka datarnya.
Mereka berdua sedang duduk dipinggiran sungai menikmati indahnya langit disini. Mereka berdua kembali memilih diam sambil menikmati maha karya Tuhan yang begitu indah didalam keheningan.
Ragio masih memikirkan tentang mimpinya semalam, bayangan seorang gadis dari masa lalunya yang menangis di dalam pelukannya.
"Kenapa kamu pilih kesini si?" Gadis itu memang harus menghilangkan sifat jaimnya agar bisa lebih dekat dengan lelaki dingin dan cuek ini.
Ragio membuang nafasnya dengan kasar. "Saya lebih suka berteman dengan sepi, tapi bukan berarti saya benci keramaian," jawabnya tanpa menoleh kearah Charon sedikitpun dan ia masih mempertahankan muka datarnya itu.
Mereka berdua kembali terdiam. "Saya lebih suka seperti pluto, dianggap hilang dan dilupakan dan pergi menuju kegelapan dan berteman dengan sepi disana," akhirnya Ragio mengeluarkan suaranya.
"Kamu tau? Disaat seperti ini, saat semua orang sedang tertidur pulas adalah waktu yang sangat pas untuk memikirkan masa depan."
"Memangnya apa yang kamu pikirkan tentang masa depan?" Tanya Charon.
"Semuanya, tentang semua keputusan yang saya ambil sekarang tentunya juga tentang resiko yang akan saya dapat nantinya dan tentang sebuah penyesalan."
Charon lebih mendekat kearah Ragio. Ia mencoba menghapus jarak yang ada disana, "Kadang saya juga berfikir, kenapa Tuhan begitu tega mengambil satu persatu orang yang saya sayang." Kini Charon menyandarkan kepalanya dibahu Ragio.
"Jika diizinkan kamu mau menjadi seperti planet apa?" Tanya Ragio yang masih bertahan menatap yang langit indah itu.
"Merkurius," jawab Charon.
"Kenapa merkurius?padahal namamu itu seperti nama bulannya pluto."
"Aneh ya, seharusnya aku jawabnya pluto karena nama ku saja meminjam dari satelitnya pluto. Charonny Mimosa pudica tapi ntah mengapa aku tidak ingin menjadi seperti pluto yang malang itu," jawab Charon.
-pluto-
Bumi, malam hari.
Terlihat seorang pria sedang mengelilingi deretan buku buku yang sudah tersusun rapih diatas rak. Ia seperti orang yang sedang mencari sesuatu.
"Kemana buku itu?" tanya Carme kebingungan sambil mencari buku yang dimaksud.
"Apa yang lu cari sih Carme?" tanya Lucio yang sudah dari tadi mengikutinya.
"Lu bisa diam gak si?gua lagi fokus mencari sesuatu!" bentak Carme karena ia merasa terganggu dengan kehadiran temannya yang dari tadi berbicara tanpa henti.
"Ya udah si, gua kan niatnya cuma mau bantu."
Carmepun merasa bersalah karena telah membentak sahabatnya. Terjadilah keheningan diantara mereka berdua, tidak ada yang mau memulai percakapan diantara mereka.
Carme dan Lucio dua orang manusia yang berjenis kelamin sama. Mereka berdua sudah bersahabat sejak mereka semua masih duduk dibangku SMA.
"Udah lah ya, cape gua," ucap Carme.
"Di bantuin gak mau, Huh!" Lucio pun langsung membuang muka dan menyilangkan kedua tangannya di dadanya. "lu pasti cari buku kimianya si Ragio kan?" sambung Lucio.
"Nah iya, lu tau?" tanya Carme.
"Makanya kalo orang mau bantuin itu diterima, bukannya dibentak bentak."
"Bukunya tadi dipegang Ragio, terus tadi gua juga liat cewek bawa buku yang sama kaya punyanya Ragio," sambung Lucio.
"Hah?jangan jangan...
"Haaaa, Ragio lu ceroboh banget si!"
Tbc....
KAMU SEDANG MEMBACA
Pluto
FantasiaTentang waktu yang berlalu begitu saja meninggalkan luka. Tentang sebuah ingatan yang tak bisa dilupa. (Revisi setelah tamat)