"Ingin kumengabadikanmu. Melalui goresan yang bersumber dari tanganku sendiri."
***
Bekas luka infus sudah mengering. Meski begitu, urusan dengan obat masih tetap berlanjut.
Obat lagi.
Dengusan kembali terdengar. Setelah ia membuka bungkusan plastik putih dari rumah sakit. Ia menemukan butiran obat, dengan warna yang berbeda.
Bungkus yang ini tiga kali sehari.
Kalau yang ini, satu kali sehari.
Sirupnya di minum sebelum makan.
Ibu menerangkan dengan seksama. Agar anaknya tak kelupaan, atau bahkan sengaja menghindari. Tak di minum.
Di rumah sakit sudah di jejeli obat. Setelah pulang, ia harus mengulangnya kembali. Sampai habis.
Kalau bisa buang yang jauh. Ke tong sampah.
Ingin di hindarinya jauh-jauh. Tapi ia tak memiliki pilihan, jika menginginkan kesembuhan secara total. Saat ini, ia harus mengakrabkan diri dengan obat.
"Paling ini obat juga di minum dua hari. Setelah itu di tinggal."
Mengambil tas yang tergeletak di sisi kursi.
Kebiasaan.
Selama berobat. Atas dasar penyakit apapun. Perempuan itu memang tak pernah menghabiskan obat sesuai anjuran. Anjuran tiga kali. Ia meminimnya hanya dua kali. Bahkan kalau luput dari pantauan ibu. Ia meminumnya sekali.
Apalagi kalau sudah merasa tubuhnya baikan. Obat-obatan tak pernah di sentuhnya.
Mubadzir.
Kan sudah sehat. Kilahnya berulang.
Baru berapa hari di tinggal. Rumah sudah menyerupai kapal pecah. Langit-langit rumah penuh sawang. Jendela, meja, kursi, dijadikan debu sebagai tempat singgah. Belum lagi halaman rumah. Kotor.
"Biar ibu yang bersihin. Kamu istirahat."
Sapu yang di pegangnya. Ibu merampas paksa. Perempuan itu, di tuntunnya masuk.
Istirahat.
"Kamu ini memang bandel."
Gerutunya.
Apa yang salah. Ia hanya ingin meregangkan otot. Biar tak kaku. Ibu tetap menolak. Memilih membersihkannya seorang diri.
Riski. Sebagai lelaki ia beranggapan. Itu pekerjaan dan tanggungjawab perempuan. Jadi sedikitpun ia tak mau ikut terlibat dengan pekerjaan rumah.
Lahir dari satu rahim yang sama. Menghasilkan dua manusia yang berbeda. Palingan, kalau mau membantu. Juga hanya sebatas mengantar ibu ke pasar.
Dasar.
"Aku kan sudah lelah bekerja, ya kakaklah yang harus bantu ibu."
Setiap kali di mintai pertolongan. Ia mengeluarkan kata pamungkasnya. Perempuan itu sedikit membenarkan.
Kalau di lihat dari segi keberuntungan. Hidupnya jauh lebih beruntung. Di kelilingi dengan orang-orang berhati malaikat, yang menunjukannya jalan. Menuju keberhasilan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kado Kelulusan
RomanceSepertinya, tak ada yang mampu menghindar persoal cinta. Keindahannya bertebaran di mana-mana. Tak terkecuali di hati perempuan berlesung pipit. Saat di perjalanannya menyembuhkan luka. Juga mencari jalan yang bisa membawanya pada ketenangan. Ia di...