Definisi janji dalam sebuah ikatan.
Jika ikatan terjalin karena terbiasa, maka janji terjamin dikala hati sudah terbiasa menerima lara.
Inti terbesarnya adalah sebuah percaya.
Jika kamu pernah memulai untuk memberikan janji, maka kamu harus siap menambahkan luka yang akan tersimpan di hati.
Entah itu janji hati, janji suci, bahkan janji abadi sehidup semati.Janji adalah sebuah inti sari.
Berbekas kisah dan perjalanan yang terbait di hari yang telah dilalui.
Ada kalanya mengabdi.
Tapi tidak menjerumuskan diri.Seseorang pernah berjanji kepada seseorang lainnya dan dia menghilang. Bukan berarti dia bebas melupakan janjinya begitu saja, apalagi enggan mengakhiri apa yang telah dimulainya.
Janji adalah sebuah pengikat, entah di mana pun seseorang itu berada.Janji bukanlah emosi,
Melainkan ungkapan yang belum siap di realisasi.Tentang luka, tentang rasa, dan tentang irama yang tertulis dalam skenario hidup.
Sebuah kisah nyata
Yang sejenak melebur dalam tawanya luka akibat cinta
Skenario yang sudah dibuang sedari lama
Tetapi kembali dengan seseorang yang membawa bencanaTidak meminta diperhatikan.
Hanya ingin dianggap saja, jangan diabaikan.-00-
----------Kita tidak bisa menebak jalan pikiran orang, kan?
“Kamu ingin jatuh cinta?” tanya laki-laki itu menatap intens seorang gadis yang seumuran dengannya.
Kedua tangannya dia letakkan di belakang kepala. Dan salah satu kakinya dia tekuk ke atas, bersender pada sofa. Matanya menyapu bersih atas segala keelokan yang dimiliki gadis itu.
Mata bulatnya yang indah dan bulu mata lentik yang menjadi tudungnya. Bibir ranum yang mungil dan manis, apalagi saat membentuk sebuah lengkungan ke atas, sangat tidak bisa didustakan oleh setiap mata yang memandang.
“Enggak, cinta itu rumit. Aku nggak mau pusing,” ucap gadis itu polos, pandangannya sekilas tertuju pada laki-laki yang memberinya pertanyaan, kemudian kembali kepada sebuah buku bergambar yang sedang dipegangnya.
“Katanya cinta itu hebat loh! Bisa membuat apa yang hilang menjadi ada dan mengisi yang kosong menjadi utuh kembali. Keren, kan? Aku pingin ngerasain!”
“Kata Mama, anak kecil nggak boleh main cinta-cintaan!”
Laki-laki itu termenung menatap Nayla— nama gadis itu, merasa keinginannya ditentang mentah-mentah karena ucapan dari sang Mama. Memang benar, ucapan orang tua adalah yang utama. Selalu benar dan realistis di mata anaknya.
Itu benar.
Tapi tidak untuk menyurutkan keinginan si laki-laki.
“Cinta bukan permainan!”
Nayla menghentikan kegiatannya. Membaca komik komedi atau action lebih menarik dari pada terus meladeni perkataan laki-laki di hadapannya itu. Merasa jengah, tetapi dia juga tidak berniat untuk meninggalkan laki-laki itu tanpa sepatah kata. Kata Mamanya, tidak sopan.
“Tapi cuma sekedar hiburan, kan?” Tambah Nayla skeptis.
“Kamu nggak tau! Cinta itu nggak seperti apa yang kamu duga. Kamu salah besar saat memandang remeh suatu hal yang suatu saat akan masuk dalam kehidupan kamu.”
“Huff! Jadi detektif lagi?” Nayla memiringkan kepalanya heran, dia sangat sering mendengar cerita-cerita detektifnya. Tapi, baru kali ini dia merasa tidak tertarik.
Sangat tidak tertarik.
Dia mengangguk. “Whatever I want, aku suka itu dan aku udah terbiasa dengan hal itu.”
“Terserah kamu saja, kamu juga rumit!” Nayla menyerah mengatakan ‘tidak’ pada laki-laki itu.
Padahal jika dilihat dari usia keduanya, mereka seumuran, tidak salah jika Nayla lebih banyak membantah daripada terus-terusan setuju.
“Kalau kamu tetap nggak percaya, tunggu saja nanti.”
Laki-laki itu berucap dengan sangat percaya diri. Berdiri dari duduknya dan beranjak mendekati Nayla yang tidak jauh darinya.
Nayla mendongak, karena posisinya tidak lebih tinggi dari dia yang berdiri di hadapannya.“Tunggu apa?”
“Tunggu aku buat bikin kamu jatuh cinta sama aku.”
×××
"Sayang! Kamu denger aku nggak sih?! Sayang!!" Perempuan itu menggoncang hebat badan laki-laki di hadapannya.
Saat tersadar, laki-laki yang memiliki paras tampan itu seakan terbanting ke masa yang salah. Ingatan itu terus menerus hinggap sampai ia lupa cara melupakan.
"Ah? Apa?" Tanya laki-laki itu, tampak bingung.
"Sayaang! Nggak asik ih kamu. Ada temen-temenku loh ini. Masa kamu cuekin aku!"
"Iya, aku tanya kenapa?"
Banyak pasang mata yang memperhatikan dan saling berbisik.
'Udah Sel! Ngaku aja kalo settingan!'
'Kalian nggak beneran pacaran ya? Haha!'
Selva yang dipojokkan teman-teman nya hanya bisa menggeram dalam hati. Ekspresinya berubah menjadi tak senang. Sedangkan laki-laki yang merupakan pacar barunya itu tidak berbicara sepatah katapun untuk membantu Selva.
"Kalian jangan asal ngomong ya! Kita beneran pacaran kok! Iya kan sayang?"
Laki-laki itu hanya menatap Selva.
"Mana buktinya? Dia aja nggak ngaku tuh!"
"Sayang! Kamu cinta kan sama aku?" Tanya Selva pada laki-laki itu. Nada suaranya dilembut-lembutkan.
"Nggak."
"Hah?! Sayang kamu bercanda! Iya kan?! Kamu sebenernya cinta kan sama aku?"
"Nggak."
"Haha! Tuh cowok lo aja nggak ngakuin kalo lo itu ceweknya! Segitu pinginnya lo tenar dan gabung sama kita-kita di sini?" Ucap salah satu teman Selva meremehkan. Dari tampilannya saja sudah terlihat bahwa dia anak konglomerat dan Selva hanya anak pebisnis biasa.
Selva makin dibuat geram. Dia tidak akan bisa naik status kalau laki-laki dihadapannya itu terus begini.
"Sayang! Aku tanya sekali lagi! Kamu jangan bercanda! Kamu cinta kan sama aku?! Cinta kan!"
"Gue bilang nggak! Ya enggak!" Jawab laki-laki itu ketus. Dia langsung beranjak pergi dari tempat ramai tersebut, meninggalkan Selva yang tentu saja langsung dipermalukan oleh teman-teman sultannya.
"Hais! Kutukan cinta."
----------
Let’s wait next part!^^Irayunisha
📝29 Desember 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Arland
Teen FictionKadang, janji adalah kebohongan termanis. Raka terus-menerus ingkar. Raka terus-menerus mengabaikan. Seorang yang berperan selaku brilian dalam permainan rasa, kini terbentur pada memori manis yang sulit terlepas. Warna kehidupannya yang semakin me...