Ini adalah cerita yang tidak biasa antara aku dengan si kampret Bian.
Kita memang tidak sedekat itu untuk dibilang sahabat, namun kita juga lebih dekat dari sekedar teman. Entah bagaimana, aku dan dia selalu nyambung di berbagai hal. Hanya saja, terkadang aku tidak bisa tahan dengan sifat isengnya.
Walaupun begitu, Bian merupakan orang yang sangat ramah dan hangat. Tipe yang disukai semua orang. Mungkin kalian berpikir ini adalah kisah klise antara sepasang sahabat yang jatuh cinta –tetapi tidak, aku tidak menyukai Bian sedikitpun.
Lagipula, sudah rahasia umum kalau Bianca dari kelas sebelah menyukai Bian. Bianca yang cantik, pintar, berprestasi, unggul di segala bidang. Ugh, aku agak geli mendapati nama mereka yang bahkan mirip. Tidak, aku tidak membenci Bianca. Hanya saja, kok bisa gadis seperti dia menyukai Bian? Sepertinya aku harus bertanya Bian pakai dukun dimana.
Lumayan kan, siapa tahu ada cowok ganteng nan kece yang nanti bakal naksir aku juga?
Hei, aku tidak berkhayal. Gini-gini, aku juga cantik.
Tetapi hari ini Bian agak berbeda.
"Woi!" panggilku seperti biasa lalu duduk di hadapannya.
Tetapi dia malah langsung menaruh tangannya di dagu dan tersenyum melihatku sambil berkata dengan suara lembut, "Apaaa?"
Sumpah, aku ngeri dengannya hari itu.
Plak!
"Jijik tau."
Bian cemberut, "Kayaknya ... dari sekian banyak cewek di sekolah ini. Cuma lo yang gak baper sama gue ya?"
"Ngapa juga gue kudu baper sama orang macem lu."
Bian tertawa.
"Iya, makanya gue suka."
Kampret, kan.
*
Hal itu ternyata berlanjut sampai keesokan harinya dan keesokan harinya lagi. Dia kadang tiba-tiba menyapaku dimana pun aku berada. Itu biasa, tetapi yang tidak biasa itu cara dia mengucapkannya.
Sok manis. Dasar modus biadab.
Dan sekarang sepertinya masalahnya sudah agak serius. Karena Bianca –yang kebetulan sekelas denganku– mulai mencurigai kedekatan kami dan mencoba mendekatiku juga.
"Hai, Gab!"
"Hai, Gab, mau aku bantu?"
"Gab, mau ke kantin bareng?"
"Gab, temenin aku ke toilet yuk!"
Hah! Ke toilet ngapain ngajak-ngajak? Aku jadi curiga dia sebenernya gak bisa cebok sendiri, makanya minta ditemenin terus.
"Gab!"
"Gab!"
"Gabriel!"
Ugh, berisik banget! Aku heran mengapa ada orang yang seniat itu mendekati teman gebetannya. Lagian, apa bagusnya si Bian?
Dan akhirnya semua kekesalanku berubah karena satu kejadian.
"Gab!"
Ihh, apaan sih?
Sore itu panas sekali rasanya. Dengan perasaan kesal sehabis diganggu Bianca seharian, juga karena piket kelas yang membuatku telat pulang, aku langsung menghampiri gerombolan cowok kurang kerjaan yang sedang beristirahat setelah bermain sepak bola. Kenapa aku bilang kurang kerjaan, karena buat apa lama-lama di sekolah hanya untuk membuat diri sendiri capek? Kalau aku, aku akan langsung pulang dan tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIAN(dab)
Short StoryDibilang sahabat, gak sedeket itu. Dibilang teman, lebih dekat dari itu. Bian. Si manusia kampret yang bikin hidupku langsung berubah dalam semalam. Dan patah dalam hitungan menit.