"Bagiku hidup ini seperti lingkaran, tidak ada akhir. Karena saat aku berada di akhir kisah, sama artinya aku kembali ke awal kisah. Terdengar abadi?" [Hugara B]
***
Dia masih sama cantiknya seperti pertama aku melihatnya. Bibirnya yang tipis namun sangat menggoda dengan warna merah seperti kelopak mawar, matanya yang sayu, hidungnya yang mungil, dan dagu belah yang mempermanis wajahnya. Dia masih sama, tidak ada yang berubah sedikitpun. Ahh, aku sangat merindukannya.
"I'm back, Baby." ujarku seraya merentangkan kedua tanganku untuk memeluknya. Tapi apa yang kudapatkan? Wajah gadisku memucat dan tubuhnya...menegang!
Shit! Gadisku ketakutan. Apa wajah tampanku--maksudku wajah tampan Albert yang kupakai--berubah jadi menyeramkan?
"Are you okey, Honey?"
Hening. Lianscka masih membatu.
"Kau tidak merindukanku, Sayang?"
"K-kau..." Suara gadisku bergetar, dia sangat ketakutan.
"Yeah, ini aku. Aku..."
"Kau sudah mati!" teriaknya yang kemudian tak sadarkan diri. Untungnya aku cukup sigap untuk menopang tubuhnya sebelum terjerembab di lantai. Gadisku pingsan karena ketakutan melihatku. Damn! Buruk sekali predikatku sekarang.
***
Tiga jam berlalu, namun Lianscka tak kunjung sadarkan diri.
Demi apapun yang hidup di bumi, aku sakit melihat gadisku tergolek tak sadarkan diri seperti ini. Apalagi penyebabnya karena dia ketakutan melihatku. Lalu apa yang harus kulakukan? menyadarkannya lalu membuatnya ketakutan lagi melihatku? Tidak tidak tidak. Aku harus meminta bantuan orang lain.
Kuraih ponsel Lianscka yang terletak di atas nakas, mencari-cari kontak yang bisa kuhubungi untuk meminta bantuan membawa Lianscka ke rumah sakit.
Kenapa bukan aku yang membawanya? Good. Biar kujelaskan, waktuku sudah habis. Masih tidak mengerti? Begini, aku ini...Demon.
Perkenalkan, namaku Hugara Beliel. Aku adalah Demon. Demon lemah!? Tidak, aku tidak lemah. Hanya saja kekuatanku belum pulih sepenuhnya.
Tanya kenapa? Kau akan tahu apa yang telah terjadi padaku. Nanti.
Albert
Arthur
Ben
Daniel
Emillio
Eldrick
Ethan
Frans
Fodor
Jason
Sial! kenapa tidak ada satu pun kontak teman wanitanya? Aku harus meminta bantuan siapa? Albert. Iceman itu? TIDAK! Tujuanku "kembali" untuk menjauhkan gadisku dari dia, meminta bantuannya sama saja membuat gadisku semakin tergila-gila padanya. Damn! Damn! Damn! Aku harus bagaimana? Tapi Lianscka harus segera dibawa ke rumah sakit, aku takut terjadi apa-apa dengannya.
Akhirnya kuputuskan untuk mengirim sms pada Albert. Ini karena terpaksa!
"Help me, Albert. You'r home. Now. Seriously."
Okey, terkirim. Tinggal menunggu Si Batu itu datang.
Gadisku masih tak sadarkan diri, bahkan tak ada tanda-tanda ia akan siuman. Jelas ini membuatku sangat khawatir, bagaimana kalau Lianscka syok dan berakibat fatal baginya? Kalau sampai hal itu terjadi, aku tidak akan memaafkan diriku sendiri.
Sial! Kemana sebenarnya Si Batu itu? Kenapa dia tidak merespon pesan yang kukirimkan?
Entah apa gunanya Tuhan menciptakan manusia tidak berguna sepertinya. Memang seharusnya tubuh itu menjadi milikku. Lihat saja nanti! Akan kurebut apa yang seharusnya jadi milikku.
"Ayolah Lianscka, sadarlah..."
Hei... kenapa aku bodoh sekali? Tua bangka Alfred itu pasti sangat mencemaskan Lianscka jika kuberitahu kalau Lianscka pingsan. Yaa, dia pasti akan segera kesini. Aku harus menghubunginya.
Kembali kuraih ponsel Lianscka yang sebelumnya kuletakkan sembarangan di lantai, kemudian men-Dial nomor Alfred Brighton yang sudah kuhafal di luar kepala.
"Daddy sedang bersama Helena. Harusnya sifat buruk ibumu yang suka mengganggu itu tidak menurun padamu, 'kan? Jadi sebaiknya kau meneleponku lagi nanti. Kau tau aku sangat tidak suka jika ada yang mengganggu kencanku."
Baru saja aku akan bicara, Alfred sudah lebih dahulu memutuskan sambungan teleponnya.
"Sialan kau Alfred, akan kuurus kau nanti setelah ku-enyahkan Si Batu itu. Dasar benalu! Bisanya hanya menyengsarakan Gadisku. Arrrgghh... Malang sekali nasibmu, Lianscka. Kau hidup diantara manusia yang sama sekali tidak punya hati. Tapi tenang, Sayang... Kau akan bahagia bersamaku setelah ini. Aku janji!" kubelai lembut pipi gadisku yang kian hari tampak semakin tirus.
"Kau harus bahagia, Sayang. Kita harus bahagia. Ya. Harus!" tekadku.
***
Pergerakan kecil pada ujung jemari Lianscka membuat kecemasanku memudar seketika. Dia sadar.
Lalu, apa yang harus kulakukan?
Bersembunyi. Suara dari salah satu sudut otakku memerintahkan agar aku bersembunyi. Tapi dimana?
Kelopak mata Lianscka bergerak-gerak pertanda sebentar lagi ia akan membuka matanya. Sial. Aku harus bergerak cepat sebelum Lianscka melihatku dan pingsan kembali.
Lemari. Hanya itu tempat bersembunyi yang tepat untuk saat ini. Segera aku melesat masuk ke dalam lemari pakaian milik Albert yang memang cukup besar. Pintu lemari sengaja tidak kututup rapat agar bisa melihat keadaan sekitar.
Mata Lianscka sudah terbuka sepenuhnya, tapi belum ada tanda pergerakannya yang lebih besar, sepertinya gadis itu masih mencoba mengumpulkan kesadarannya. Setidaknya aku bisa sedikit tenang saat ini. Gadisku baik-baik saja.
Perlahan Lianscka mencoba bangkit dengan berpegangan pada dinding kamar. Agak terhuyung-huyung, namun ia tetap memaksa berjalan keluar kamar.
Aku harus menyusulnya! Dia... Oh tidak, kenapa... Ada apa dengan tubuhku?
TBC
Akhirnyaaaa... Setelah pertapaan(?) panjangku akhirnya olb bisa diteruskan kembali. Ini semua karena kalian yang sudah jadi moodboster-ku. Terimakasih buat kalian yang sudah vote, dan menambahkan cerita gajeku ini ke readinglist kalian... #pelukatu-atu #akuterharuuu :')
Maaf cuma sedikit, idenya masih sempit :3
KAMU SEDANG MEMBACA
One Last Breath
Misterio / Suspenso"Kesalahanku bukanlah sepenuhnya kesalahanku." [Lianscka MB] Apa yang paling menakutkan bagimu; dikejar depkolektor atau dikejar kenangan yang selama ini kau coba bunuh? Jika pertanyaan itu diajukan pada Lianscka beberapa tahun yang lalu pastilah ia...