prolog

2.5K 107 13
                                    

Atika duduk dengan gelisah diangkot sesekali ia melirik arloji yang melingkar dipergelangan tangannnya yang mungil. Ia menggigit kuku jarinya dengan wajah cemas. Andai saja bisa berlari secepat kilat seperti pemain film Avenger dia kan melakukannya.

Setelah sampai, ia langsung membayar ongkosnya dan langsung berlari. Beberapa teman sekelasnya juga yang baru sampai ikut berlari. Pak Milan sudah berdiri di depan gerbang sekolahnya dengan senyum gelinya. Bukan karena beliau pengawas namun karena beliau menunggu tugas. Sudah kebiasaan bapak itu meminta tugas didepan gerbang sekolah alasannya supaya tidak ada yang mencontek. Oke lupakan pak Milan sekarang kembali pada Atika.

"Atika!!! Gadis itu sontak mendadak menghentikan langkahnya lalu membalikkan badannya.

"Rizal!!!" Ia menjerit histeris ternyata kedua orang itu sama-sama baru datang. Lelaki itu berlari kearahnya dan tanpa ia duga lelaki itu memanggulnya membuat ia memekik. Rizal berlari tergopoh-gopoh sambil memanggul Atika menghampiri Pak Milan.

"RIZAL GUE BUNUH JUGA LO!!" jeritnya sambil menutup kedua matanya karena malu. Ia tidak lagi meronta karena takut terjatuh.

Hosh.....

Hosh...

Rizal menurunkan Atika tepat didepan Pak Milan. Guru itu memandang mereka dengan wajah malasnya.

"Kalian berdua selalu melakukan hal konyol," ucapnya dengan wajah datar. Rizal langsung cengengesan lalu menyodorkan pr-nya. Atika, Jangan ditanya lagi, rambutnya sudah acak-acakkan, bajunya sudah kusut kepalanya juga pusing.

"Bahkan ini masih hari senin bajunya sudah kusut kayak ngak disetrika," benaknya dengan hati kesal.

"Prmu mana Atika?" tanya guru sambil menunjukkan dagunya. Atika langsung kembali tersadar, untung saja dia tidak terlalu dalam melamun.

Masih dengan wajah memerah, ia menyerahkan tugas itu.

"Kau tampak kacau sekali," kata Pak Milan, dengan senyum gelinya. Atika hanya mendengus kesal sembari merapikan rambutnya. Rizal yang disebelahnya terkikik yang semakin membuatnya keki.

"Sudah masuk sana!"

Baru beberapa langkah meninggalkan Guru Killer itu, Atika mencubit pinggang lelaki itu dengan sebal.

"Auwww... sakit!!" Pekiknya sambil menggosok-gosok pinggangnya. Atika hanya menatapnya sinis kemudian berjalan cepat meningalkan Rizal.

Begitulah, persahabatan mereka berdua. Rizal yang selalu bertingkah konyol, tapi terkadang Atika bersyukur, Rizal memiliki sikap seperti itu karena itu tanpa diduga bisa menghilangkan rasa sedih dan kecewanya.

Ia berharap, bersama sahabatnya itu dapat mengukir masa SMAnya dengan indah dan penuh warna. Cinta. Memang tak ada yang murni persahabatan antara perempuan dan lelaki begitu juga dengan dirinya. Ia menyukai lelaki itu, tapi ia tak yakin juga karena ia belum pernah merasakan kupu-kupu beterbangan di perutnya. Itulah yang dia dengar jika kita menyukai seseorang. ia sih, tidak mengangap serius opini itu. Yah kali kupu-kupu beterbangan dalam perut. Emang taman bunga.

Tetapi walaupun begitu. dia sudah tak sabar menanti hal itu akan tiba, karena banyak orang tua berkata bahkan guru-gurunya sekalipun. Masa SMA masa yang paling indah dan penuh warna. Tapi ia tak pernah tahu bahwa diantara warna itu ada warna-warna yang lain yang tidak baik untuk ia gunakan sang Pencipta melukisnya hari-harinya.

Atika (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang