Bagian 1

80 10 13
                                    

"Wonwoo, nyalakan televisinya."

"Oke." Aku mengambil remote di dekat kakiku kemudian melaksanakan perintah kakak tertuaku.

"Berita terkini. Seorang wanita hilang di daerah X. Diperkirakan bahwa wanita itu sedang dalam perjalanan pulang ke rumah dari kantornya. Menurut penuturan salah satu rekan kerjanya, wanita itu terakhir kali terlihat dengan blus putih polos dan rok hitam serta sepatu hak tinggi berwarna hitam..."

"Hilang lagi...?" tanyaku seraya menyantap semangkuk popcorn panas di hadapanku. "Akhir-akhir ini kenapa jadi banyak sekali kasus wanita hilang?" kuletakkan pantatku di tempat yang seharusnya. Ah, aku benci sekali. Sofa bobrok ini harusnya segera diganti minggu lalu. Salah posisi sedikit saja, pantatmu bisa terjeblos kapanpun karena sofa ini sudah tak muat menampung manusia dengan massa besar lagi. Setelah ini mungkin aku harus menghubungi toko furnitur. "Hey, Seungcheol. Bagaimana menurutmu?"

"Hm?" kakakku melirikku sekilas. "Apa? Soal wanita hilang itu? No comment." Sialan. Padahal aku berharap lebih padanya. "Aku tak punya pandangan apapun soal kasus semacam ini. Masih lebih baik menyimak gosip selebriti." Seungcheol meraih remote kemudian mengganti channel-nya. Bangsat. Manusia ini benar-benar egois.

"Hoahm... jadi kalian menikmati popcorn tanpa aku?" lamat-lamat telingaku menangkap suara tenor dari kejauhan. "Aku minta sedikit, ya, kakak-kakak. Kalian jahat sekali tidak mengajakku bermain."

"Bermain your head." Seungcheol menjitak kepala Soonyoung, adik laki-laki kami yang termuda. "Mana ada permainan di antara bujang-bujang seperti kami? Kalau kau tidak percaya, coba melek sedikit dan lihat televisi di depanmu." Aku tertawa. Seungcheol selalu meledek Soonyoung karena matanya yang sipit. Kakak tertua memang bebas, ya.

"Oh, gosip lagi? Bagaimana kabar artis yang kemarin tersandung kasus narkoba?" Soonyoung duduk di sebelahku tanpa permisi. Seperti yang sudah kuduga, pantatnya langsung terjeblos dan aku sukses melepaskan tawaku yang tertahan. "Sialan. Hei, Wonwoo hyung, kenapa kau tidak jujur padaku kalau sofa ini rusak?"

Aku mengusap kepala Soonyoung. Dia ini meski sudah dewasa kelakuannya masih seperti anak umur lima tahun saja. Manja. "Kau harusnya tahu kemarin Seungcheol berteriak karena pantatnya mencium lantai sampai memar. Apa yang kau lakukan seharian di kamar, hah? Chatting sampai larut malam dengan pacar khayalanmu? Hahaha." Sumpah, perutku sakit sekali karena kebanyakan tertawa. "Tampaknya aku yang paling peka dengan teriakannya, ya. Untunglah aku tak bernasib sama denganmu dan Seungcheol." Segenggam popcorn habis dalam sekali makan. Soonyoung menatapku sebal. Aku tahu setelah ini ia akan mengomentari nafsu makanku tapi aku tak peduli.

"Kalian berdua sebaiknya diam saja, bodoh." Seungcheol menjitak kepalaku. Sialan. "Terutama kau, Wonwoo. Suaramu benar-benar membuat telingaku tuli. Gara-gara kau aku jadi tak bisa mendengar penuturan artis yang tersangkut kasus narkoba tadi. Kau harus bertanggungjawab, sialan." Ia menyodorkan selembar uang padaku. "Pergi dan belikan aku rokok lalu cepat kembali." Memang Seungcheol sialan. Sudah acara kesayanganku direbut, kini hakku duduk pun direbut juga. Suatu hari nanti akan kulaporkan ia kepada pihak berwajib supaya dipenjara seumur hidup karena sudah berani merenggut hak seseorang.

"Kalau aku bertemu dengan penculik wanita itu aku takkan segan menyuruhnya untuk menculikmu, sialan." Jari tengah kusodorkan ke hadapan Seungcheol. "Selama ini aku sudah bersabar hidup satu atap denganmu tapi aku tidak tahan lagi." Kakiku melangkah keluar rumah sesuai titah Seungcheol sialan itu. Rokok, katanya? Dasar goblok. Tahun lalu ia didiagnosis menderita penyakit paru-paru tapi sampai sekarang kebiasaan merokoknya belum hilang. Memang manusia niat mati.

"Selamat datang." Seorang wanita berumur dua puluh tahunan menyapaku kala aku membuka pintu minimarket. Aku tak berminat menyahut sapaannya, jadi aku hanya berdiri di hadapannya seraya memintanya untuk mengambilkan rokok. "Satu saja, ukuran besar." Kuletakkan uang itu di meja kasir. Usai mengambilkan pesananku, ia menghitung totalnya dan memberikan uang kembali. Aku keluar dari minimarket dengan perasaan campur aduk. Hey, aku tidak menyukai kasir minimarket itu. Tidak sama sekali. Apa yang ada di pikiranku saat itu hanyalah wajahnya yang cukup membuatku tertarik. Mungkin kalau ia kujadikan santapan malam nikmat juga. Tapi Seungcheol dan Soonyoung akan protes jika aku membawa wanita itu ke rumah karena mereka tidak dapat bagian.

TASTE || JWWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang