6

356 91 51
                                    

"Sugar, mengapa televisinya tidak menyala?" Senyum di bibir tak kunjung luntur. Kini, Suga bagaikan boneka yang tersenyum selama revolusi Bumi.

Senyuman itu seharusnya menjadi lengkungan terelok yang pernah mampir di pandangan. Seharusnya.

Namun, tidak.

Lengkungan bak bulan sabit itu mampir karena dia. Selalu karenanya.

Aku memilih untuk tetap diam.

"Ah, Sugar. Sebenarnya, aku mengajaknya kemari. Seharusnya ia sudah sampai sekarang," kata Suga, masih dengan senyum bak boneka.

Tepat pada detik yang sama, lonceng bel di pintu berbunyi, menandakan kedatangan seorang insan bernapas lain di kafe ini.

Dia.

Suga menggerakkan tungkainya, melangkahkan kaki demi mendekatinya. Gerakan setelahnya sukses membuatku mati kutu.

Suga memeluknya. Gadis itu berada di dalam rengkuhan terhangat yang pernah ada di galaksi, di dalam lengan Suga.

Suga, kau takkan mendengar suara retakan hati ini, sebab aku terendam dalam samudra kebohongan.

;

Note: Mungkin ini terpanjang. Idk lol

himTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang