Chapter 2

49 4 1
                                    

Ayah membangunkanku karena aku tertidur di helikopter yang menerbangkanku ke Abnegation.

"Cessand? Kita telah sampai!" Bisiknya di telingaku.

Aku tersadar bahwa helikopter telah mendarat.

"Cepatlah Cessand!" Kata Ibu. Aku hanya mengangguk.

Beberapa menit kemudian, Ayah telah menuntunku untuk menuju Abnegation. Ya, seperti saat kami lepas landas di hutan distrik 4, kami juga mendarat di hutan dekat Abnegation.

Aku berjalan beriringan bersama Ayah dan Ibu. Berkali-kali semak-semak belukar menyakiti pergelangan kakiku. Tidak apa-apa. Pikirku. Rasanya sudah berjam-jam kami berjalan ketika kami sampai di sebuah kota yang cukup tenang.

"Ayah, apakah kita akan tinggal di salah satu rumah itu?" Tanyaku ketika melihat rumah-rumah berbentuk kubus berwarna abu-abu.

"Yah, apalagi pilihan kita?" Dia tersenyum kepadaku sambil terus berjalan.

Aku melirik jam tangan yang Ayah kenakan di tangan kirinya. Waktu menunjukkan pukul 5 pagi. Tubuhku menggigil membayangkan kami akan segera memulai hidup yang baru dan menatap terus kedepan tanpa mengingat masa lalu. Tanpa mengingat kematian Klaiden.

Ayah menghentikan langkahnya di depan salah satu rumah berwarna abu-abu yang berada di paling pinggir. Dia mengeluarkan kunci dari sakunya dan membuka pintu rumah tersebut.

"Hei!" Teriak seseorang.

Aku menengok ke arah kanan dan melihat seorang laki-laki dewasa menyembulkan wajah dari balik pintu rumahnya. Wajahnya terlihat mengantuk. Rambutnya yang berwarna abu-abu tidak tertata dengan rapi. Dia menaikkan alis lalu tersenyum. Kemudian laki-laki itu menghampiri kami.

"Kalian membutuhkan bantuan?" Tanya laki-laki itu sambil tersenyum. "Aku Elijah Cathcart," katanya lagi. Lalu dia menjulurkan tangannya.

Ayah menjabat tangan Elijah sambil berkata, "Colfer Trophenhudd."

Beberapa detik kemudian, Elijah membantu kami merapihkan barang-barang milik kami. Lalu muncul seorang wanita dari rumah Elijah yang mengenakan dress berwarna abu-abu. Dia terlihat lebih berantakan daripada Elijah. Rambut coklatnya digulung asal-asalan dan matanya sedikit terpejam.

"Elijah? Tetangga baru kita sudah datang ya?" Tanya wanita itu sambil menguap.

"Ya, sayang. Bisakah kau membangunkan Mitchell dan Lourdes?" Balas Elijah. Wanita itu hanya mengangguk dan menghilang ke dalam rumahnya.

Aku melangkah masuk untuk pertama kalinya ke dalam rumah baru kami. Rumah ini cukup luas. Perabot telah tersusun rapih bahkan ketika kami belum sampai di rumah itu.

"Apa kau menyukainya?" Tanya Ayah ketika kami sampai di kamar baruku. Aku mengangguk. Kamar itu cukup luas dan hanya berisi ranjang dan lemari.

"Ayah! Apakah aku boleh menggunakan nama baru?" Tanyaku. "Rumah baru, hidup baru, dan nama baru? Boleh kan, Yah?" Kataku memohon.

"Tidak." Katanya tegas. "Memangnya kenapa? Kau tidak menyukai namamu?" Tambahnya.

"Kupikir cukup bagus kan jika pakai nama baru?" Kataku.

"Entahlah," jawab Ayah lalu pergi dari kamar baruku.

Aku segera mengeluarkan barang-barang yang aku bawa di ranselku. Tidak terlalu banyak. Aku hanya membawa barang-barang berharga yang aku milikki.

Setelah selesai, aku menghampiri Ibu yang sedang merapihkan barang-barang miliknya di ruang tengah. Wanita yang muncul dari rumah Elijah sedang membantunya. Dia berhenti sejenak lalu dia tersenyum kepadaku.

In BetweenWhere stories live. Discover now