Diantara Dia dan Aku

54 1 0
                                    

Senja ini, terlihat membosankan bagiku untuk berkata-kata. Saat ini saya hanya bisa diam sambil mendengarkan lagu yang berasal dari stasiun radio setempat. Besok sudah masuk kuliah kembali jadi hari ini aku akan menghabiskannya untuk bersantai. "Mas Deni!" Terdengar suara panggilan ibu kosku "Ya, bu. Ada apa ya ?" "Saya mau minta tolong, mas. Kebetulan mas kan lagi libur kan ? Jadi bantu aku beli barang ini di pasar senja itu." Tugas lagi tapi gak apalah, mumpung lagi liburan.

Sesampainya di pasar senja, aku pun membeli pesanan ibu kosku. Hari yang suntuk bila mengetahui ternyata pasarnya penuh dengan orang. "Ada apa gerangan ?" Ternyata ada konser artis ibukota yang diselenggarakan di lapangan dekat pasar senja. "Nyesal aku datang kesini." Setelah berdesak-desakan cukup lama aku pun berhasil sampai ke toko terakhir. "Hai, mau beli apa ya, mas?" Aku terkejut ketika mengetahui yang menjaga toko ialah Reina, mahasiswi yang membuatku tergila-gila padanya semenjak semester satu.

"Hai, Re. Ternyata kamu bekerja disini." "Lama tidak bertemu, mas Deni. Mau beli apa ya mas ?" Aku pun membeli barang yang disampaikan ibu kos. "Sampai ketemu di kampus besok." Aku pun keluar dan hatiku terlihat bahagia sekali. Ya, sangat. Mulai saat itu, aku sering mampir di tokonya itu. Kita sering mengobrol dan bercanda disana. Sampai suatu hari, ketika aku menembaknya dan dia menerimanya. Hatiku sangat bahagia sekali.

Hari demi hari kujalani dengannya tanpa masalah sampai hari itu dimana aku sendiri sudah bosan menjalin hubungan dengannya. Aku berencana memutuskannya. Malam itu, di taman dekat kosku, aku hendak berkata kepadanya bahwa aku sudah bosan tetapi aku takut untuk melukai perasaannya. "Say, hubungan kita sampai disini aja ya." Dia diam saja dan dia sepertinya mulai menangis. "Mungkin ini yang terbaik bagi aku dan kamu." Aku meninggalkannya begitu saja. Kejamkah aku ? Yang penting sekarang aku sudah terbebas darinya.

Kujalan dengan santai ke kampus dan kulihat sebentar ketempat biasa Reina dan teman-temannya nongkrong. Tidak ada orang selain Tika, teman Reina. Dia menghampiriku sambil menyodorkan sebuah kertas. Reina menyuruhku untuk memberikan ini. Isi surat itu membuatku terperanjat, isinya

Hai, mas Deni tersayang. Ingatkah ketika pertama kali kau bertemuku saat semester satu. Kamu lucu dan aku menyukaimu. Dan akhirnya kamu menembakku di toko. Aku menerimanya dan duniaku seakan melayang. Kini kau tidak mencintaiku lagi. Ketika kamu membaca surat ini, aku sudah tidak ada di dunia ini. Bukankah hidupmu lebih indah bila aku tidak ada. Tenang saja, aku tidak menyalahkanmu. Aku minta maaf bila aku hanya menjadi beban bagimu. Kini aku telah berhasil membuatmu senang. Maaf untuk sekali lagi, aku mencintaimu.

Kakiku terasa mati, aku tidak bisa berdiri sama sekali. Aku menyesali kesalahanku dan dengan sendirinya, aku menangis. Besok adalah pemakamannya dan aku tidak bisa menghadirinya. Rasa bersalah ini semakin mencekam. Aku semakin takut. "Tuhan, aku menyesal!" Teriakku di kamar kosku. Menangis tidak akan membuatnya hidup kembali.

Kini aku sudah terbiasa dengan kepergiannya, meski rasa bersalah ini masih menghantuiku. Aku berusaha sungguh di kampus. 10 tahun kemudian, kini aku sudah berusia 30 tahun dan menjadi seorang pengusaha muda. Ayahku baru saja meninggal sehingga aku mengambil alih perusahannya. Berbekal ilmuku yang aku pelajari saat kuliah, bisnis ini berkembang pesat dan bahkan mencapai luar negeri.

"Bos, ada yang mau mencarimu." Seorang wanita muda memasuki kantorku. Dia ?

Aku terperanjat dari tempat dudukku. Bagaimana mungkin ? Wajahnya seperti Reina, mataku tidak bermasalah, itu memang dia. "Halo, pak. Nama saya Rani. Aku baru saja lulus dari tes sekretaris dan aku lulus menjadi sekretaris anda, pak." Namanya Rani tapi wajahnya kok mirip dengan Reina, apakah dia kembarannya ? "Baiklah, Rani. Kamu saya terima. Tapi apakah kamu punya kembaran ?" Sial, aku salah ngomong pula. Dia terlihat bingung, "Maaf Rani. Lupakan saja. Sekarang kamu boleh pulang. Besok baru bekerja." Dia tersenyum kemudian pergi. Senyuman persis seperti Reina, 10 tahun yang lalu.

"Mimpi apa gue semalam ?" Jam kerja sudah selesai, saatnya kembali ke rumahku. Rumahku tidak terlalu besar karenaaku mau menghemat uang dulu. Di pikiranku masih terbayang Rina, mengapa dia memiliki kemiripan muka yang sama dengan Reina ? Bahkan dari cara berjalannya, cara ngomongnya, semua sama. Apakah dia Reina ? Tidak, Reina sudah meninggal dunia, tak mungkin hidup kembali.

Tok... tok... tok... Suara pintu yang diketuk semakin mengangguku. "Siapa ?" Kubuka pintunya dan ternyata tak lain ialah Rani sendiri. "Mengapa kamu datang kesini ? Mengapa kamu tahu alamat rumahku ?" "Sorry bos, kedatanganku kali ini untuk menyerahkan artikel ini. Kata wakil, dia ingin aku membawakan artikel ini. Saya tahu rumah bapak dari wakil juga." Dia kembali tersenyum membuat pikiranku kembali memikirkan Reina kembali. Rasa bersalahku kembali muncul. "Pak, mengapa tidak menjawab ?" "Ohh maaf, akan kuambil artikelnya. Mau masuk ?" "Maaf pak, sudah mau hujan. Aku mau pulang dulu." Dia pun permisi dan berlari keluar "Rani! Mau kuantar tidak ?" Dia tidak menjawab, kurasa dia tidak mendengarnya.

Keesokan harinya, aku bertemunya di kantin kantor. Dia bercanda dengan teman-temannya. Dan tentu saja, aku kembali melihat kemiripannya dengan Reina. Semakin hari semakin mirip dan tentu saja membuatku semakin curiga. Suatu hari ketika semua karyawanku sudah ulang termasuk Rani, aku mengikutinya dari belakang. Tiba-tiba dia membelakangi dan tentu saja melihatku. Sial, mengapa teknik mengikutiku sangat payah ? "Ada apa, pak ?" Dia bingung dan aku frustasi, entah mau menjawab apa. "Ini, saya cuma takut kamu diculik soalnya sekarang banyak kasus penculikan lagipula kamu cuma sekretarisku satu-satunya." So sweet ya tapi dalam hatiku sudah berkecamuk bahkan seperti mau keluar pula. Rani tersenyum kemudian berkata, "Jangan cemas, pak." Dia melangkah pergi dan menjauh.

Meninggalkanku dalam harmoni kecurigaan yang semakin menusukku ini. Dia semakin melangkah. Apakah dia adalah jelmaan dari Reina ? Apakah aku bisa memacarinya kembali dan tidak mengulangi kesalahanku lagi, 10 tahun yang lalu ? Pertanyaan itu semakin banyak di pikiranku. Akhirnya kuputuskan untuk mencintainya kembali agar semua perasaan bersalahku itu hilang dan tentu saja untuk memperbaiki kesalahan terbesarku.

Keesokan harinya, aku berusaha menmbaknya persis seperti aku menembak Reina, 10 tahun yang lalu. Dia agak malu-malu tetapi aku tahu dalam hatinya berkata ya. Dia mulai menjadi pacarku saat itu. Setelah 5 tahun pacaran, kami memutuskan menikah dan akhirnya kita menikah dengan resepsi pernikahan yang mewah. Saat yang bahagia telah tiba, Rani hamil dan aku sangat bahagia karena akhirnya aku punya keluarga dan penerus perusahaan ini. Di pikiranku kembali terbayang Reina, "Reina, aku akan membahagiakanmu dengan cara ini." Tekadku dalam hati.

9 bulan berlalu dan Rani melahirkan anakku dengan selamat tetapi sejak saat itu, tingkahnya menjadi aneh. Bila dia selalu periang maka hari ini dia selalu pendiam dan dingin. Dia sudah tidak seperti Reina, dia sudah berubah. Suatu hari, aku mendengarkan kabar mengejutkan. Rumahku diserang perampok tetapi ternyata Rani cukup kuat, dia ternyata sedang memegang pisau sehingga dengan mudah ia menyerang sang perampok dan sekarang perampoknya kritis. Aku pun menghampirinya di kantor polisi dan memeluknya, dia berkata kepadaku "Sayang, kukira itu kamu. Aku sedang menunggumu ternyata bukan kamu melainkan perampok." "Tenang, Rani. Kau aman sekarang."

Dan hari itu....  

Hari itu adalah hari yang cerah, hari dimana aku bahkan tidak ingin merasakan kehidupan lagi tapi apa daya ketika semua itu datang begitu saja. Dimulai dengan secangkir kopi di pagi hari, Rani menatap keluar jendela dengan serius. Ya, dia sangat serius. "Rani, ada apa denganmu ? Nikmatilah secangkir kopi ini, sayang." Aku berusaha menghiburnya tetapi dia tidak menghiraukanku sama sekali. Aku bingung. Jam sudah menunjukkan pukul 10, saatnya berangkat bekerja. Aku bergegas dan aku melihatnya sejenak, dia tersenyum kepadaku, senyuman yang sedih.

Aku tidak bisa berkonsentrasi untuk bekerja. "Pak, selamat siang." Lamunanku terhenti ketika wakilku masuk ke kantor. "Ada apa ?" "Ini, kami menerima sebuah paket. Terlalu lancang bila kami membukanya dulu sebelum bapak." Aku heran, tidak biasanya orang mengirimkan paket seaneh ini. Paket yang kuteima seperti biasa tidak sama dengan paket ini. Ada apa gerangan ? Aku buka perlahan, sebuah surat dan sebuah benda yang aneh. Kubaca surat itu,

Hai, Bos besar. Setelah kamu membaca surat ini, kantormu sedang di bom oleh kelompok kami. Selamat menikmati pertunjukan yang kami sediakan.

Aku terkejut, kulihat benda itu yang ternyata adalah bom. Kulempar jauh-jauh dan meledak. Aku tak sadarkan diri. Semua gelap, aku seperti sudah ke nirwana tetapi masih bisa merasakan kehidupan. Kudengar langkah kaki, tubuhku seperti melayang mungkin karena diangkat mereka. Kini aku sudah benar-benar terlelap. Terlelap dalam kegelapan ini.

Aku merasa sedang duduk. Seorang pria bertubuh besar datang kearahku dan kemudian meninjuku. "Halo, tuan. Ha ha ha, ini hari terakhirmu untuk berbicara. Kau tahu siapa kami ?" "Siapa kalian ? Mengapa kalian harus menyiksaku seperti ini ? Jawab aku kalian orang-orang terkutuk!" Lelaki itu kembali meninjuku, "Lancang sekali kau! Sebelm kami membunuhmu, akan ku perlihatkan orang ini."

Pintu terbuka, kulihat seorang perempuan berjalan kearahku, aku kenal dia, dia tak lain adalah Rani. "Halo, sayangku." Aku bahkan tidak bisa menggerakkan tubuhku, Rani adalah bagian dari mereka ? "Sayang, kenalkah kamu dengan Reina ?" Mataku terbelalak, "Ada apa denganmu, Rani ? Gilakah engkau!" "Saya bukan Rani! Saya Reina!" "Re.. i.. na ? Dia sudah mati, bukan ? Kau bohong, istri macam apa kau!" "Cukup sudah, ingatkah ketika engkau merayuku! Kau menenlantarkanku begitu saja! Baiklah, akan kuceritakan. Waktu itu saya tidak bunuh diri. Itu hanyalah sebuah alibi. Kau tahu bagaimana aku menipu kalian semua ? Kubunuh seorang wanita yang memiliki postur tubuh yang sama denganku dan kemudian kubakar mukanya dan berkata bahwa itu adalah bunuh diri. Ku bergabung dengan kelompok ini dan melarikan diri ke luar negeri. Kau tahu siapa yang membuat ayahmu mati ? Kelompok ini! Kelompok ini takkan membiarkan perusahaanmu hidup!"

Kemarahanku sudah mencapai puncak, dan kumaki dia "Kau perempuan terkutuk, seharusnya aku tidak memikirkanmu semenjak kamu bunuh diri. Lebih baik aku membunuhmu kemarin!" "Semua sudah terlambat, sayang." Dia mengambil sebuah pistol, matanya melihat kepadaku dengan penuh arti. "Aku mencintaimu, sayang!" Dia tidak mengarahkan pistol itu kepadaku tetapi ke orang di sebelahnya. Dia menembak kelompok itu. "Kau pengkhianat, Reina!" Ketua kelompok itu mengambil senapan dan menembaki Reina tepat di kepala. Reina tewas dengan tersenyum. "Angkat tangan!" Polisi sudah memasuki gedung, ketua kelompok itu pun ditangkap. Kini aku selamat tetapi Reina, dia sudah tewas. Tanpa sadar, aku mengeluarkan air mata untuk orang yang kubenci sekaligus kucintai. Kini dia telah pergi, buat apa memikirkannya lagi. Ku lihat sejenak di sebelahku yang ternyata berisikan bom waktu.

Tidak ada waktu untuk menghindari bom itu. Bom itu meledak tepatdisebelahku. Mengakhiri hidupku yang menyedihkan ini.

Tamat

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 21, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Diantara Dia dan Aku (1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang