IBRAHIM MEMBACA BUKU HARIAN

11.7K 834 37
                                    

Dubai, 20xx

Pemilik langkah kaki yang melangkah lebar-lebar itu berjalan tenang menuju salah satu kamar utama di kediaman megah Abdul Karim Al Jabbar. Sosoknya yang besar tinggi dan tampan selalu membuat para wanita di gedung itu terpaksa menunduk. Ibrahim menatap pintu kamar ibu dan ayahnya yang tertutup karena keduanya sedang berada di Mekah, melaksanakan ibadah haji pada tahun itu. Pada awalnya, Ibrahim tak pernah berpikir akan memasuki kamar orangtuanya yang diketahuinya amat dijaga oleh penjaga mereka. Namun sebuah pesan dari sang ayah membuat ia melangkah untuk memasuki kamar keduanya.

"Ibrahim, di hari ke 10 keberadaan kami di Mekah, kunjungilah kamar kami. Ambillah sebuah buku harian Ummu. Letaknya tepat di atas meja kecil di tengah ruangan kamar. Ambil dan bacalah. Jika kau sudah selesai, simpanlah kembali di tempat asalnya."

Helaan napas Ibrahim terdengar halus sebelum dia meraih gagang pintu. Ayahnya tidak menyebutkan nama kakaknya, Shakila, untuk ikut mengambil buku tersebut. Sang ayah berpesan agar dia membaca dan meresapi isinya, memaknai tulisan sang ibu yang tak diketahui Ibrahim seperti apa persis isi buku harian itu.

Pintu ganda terbuka lebar, aroma harum menerpa penciuman Ibrahim. Dia tersenyum tipis. Aroma harum itu mengingatkannya akan keberadaan ibunya yang lemah lembut dan penuh kesabaran serta penuh cinta kepada dirinya dan kakaknya. Segenap rasa rindu menerpa hatinya, merindukan ibunya yang kini berada di tanah suci bersama ayahnya.

Ibrahim menutup pintu di belakangnya, menatap pada ruangan yang besar, rapi dan indah. Dia melihat pada bagian sudut kamar yang terdapat ruang duduk mungil dengan lantai mencekung, tempat di mana ayah dan ibunya selalu berbincang. Entah itu membahas tentang agama mereka, anak-anak mereka dan cinta mereka satu sama lain. Dalam sepuluh tahun belakangan ini, Ibrahim mengetahui bahwa ayahnya, Pangeran Abdul, tak sekalipun meninggalkan ibunya, Putri Leila.

Perhatian Ibrahim kini beralih pada meja berkaki rendah di tengah ruangan. Tak ada benda lain di atas permukaan meja yang dilapisi kain halus selain sebuah buku tebal bersampul emas. Dugaan Ibrahim itulah buku harian ibunya. Gerakannya lambat dan penuh kehati-hatian ketika menyentuh permukaan sampul buku itu, mengelus perlahan dan mengukur ketebalan buku tersebut.

Tanpa banyak pikir, Ibrahim meraih buku harian, mendekapnya penuh penghargaan. Sekilas ditatapnya kamar orangtuanya dan dia berkata lirih. "Semoga ibadah kalian berjalan lancar, ayahanda, ummu."

Ibrahim keluar dari kamar itu dan melihat keberadaan Shakila di depan pintu. Tanpa menyembunyikan maksud dirinya berada di kamar orangtua mereka, Ibrahim menyapa sang kakak. "Aku tak melupakan janjiku, kak." Mereka sudah sepakat akan berada d itaman bunga milik ibu mereka selama wanita hebat itu menjalani ibadah haji, untuk menjaga semua bunga serta memperhatikan kesuburannya sekitar setengah jam setiap harinya.

Karena kesibukan Shakila sebagai editor majalah fashion serta Ibrahim yang mengemban tugas melanjutkan perusahaan minyak keluarga Al Jabbar selama sang ayah di Mekah, hari itu keduanya sepakat untuk berada di taman pada malam hari.

Shakila tersenyum. "Aku senang bahwa kau kembali ke Dubai tahun ini. Pekerjaanmu di Wina sebagai komposer musik selalu membuatmu tak punya waktu kembali ke rumah." Tatapan Shakila terarah pada buku bersampul emas di tangan Ibrahim. Alisnya membentuk kerutan penuh tanya.

"Apa yang kau lakukan di kamar ayahanda dan ummu?" Shakila bertanya halus.

Ibrahim memeriksa pintu kamar yang sudah ditutupnya sebelum menjawab pertanyaan sang kakak. "Aku mengambil buku milik ummu. Ayah memintaku untuk membacanya selama mereka di tanah suci."

"Buku harian ummu?" Shakila menebak tanpa ragu.

"Kau tahu?" Ibrahim berujar kaget.

Shakila membenahi ujung kerudungnya dan tersenyum. "Ummu mulai menulis di buku harian itu sejak umurnya 7 tahun."

LEILA : A TRUE PRINCESS (COMPLETED) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang